Kalau mau membayangkan dasyatnya Perang Dunia II, silahkan datang ke Kabupaten Biak Numfor, Papua. Antara lain ke Kampung Sumberker, Distrik Samoa, sekitar 20 menit berkendara dari pusat kota. Di sana ada gua Jepang yang disebut Gua Binsari, atau dalam bahasa setempat Abyab Binsari.
Jepang menyusupkan tentaranya ke Biak dalam jumlah besar, sekitar 11 ribu orang, sejak bulan April 1944. Untuk mengimbangi tentara Amerika dan sekutunya yang sudah menguasai dan mendiami beberapa pulau kecil di sekitar Pulau Biak.Â
Amerika tak menyangka ada pasukan sebesar itu. Tentara Jepang bersembunyi di hutan-hutan sekitar pantai dan ke dalam gua-gua alam yang ada di sana. Antara lain di Gua Binsari, yang menjadi pusat logistik. Sekitar 4.000 orang tentara Jepang berpangkalan di sini.
Bagian dalam Gua Binsari cukup luas. Barangkali seukuran lapangan bola kalau bagian-bagiannya yang rata digabungkan. Dari permukaan tanah kita mesti masuk sekitar 200 meter ke bawah untuk mencapai dasar gua.Â
Tentu saja tidak turun pakai tali. Karena Dinas Pariwisata Kabupaten Biak sudah membuat tangga sebagai pijakan. Hanya perlu hati-hati agar tak tergelincir. Air dari dinding gua terus menetes. Bikin basah dan licin.
Ketika tentara AS dibiarkan masuk dan kemudian diserang sejak dari pantai, perang berkobar. Rupanya AS kemudian tahu bahwa gua ini menjadi pusat logistik.Â
Pesawat-pesawat tempur AS menghujaninya dengan bom dan drum-drum berisi bahan bakar pada 7 Juni 1944. Kebakaran hebat terjadi. Sekitar 3.000 orang tentara Jepang tewas di tempat ini.
Sisa-sisa penyerangan itu masih bisa ditemukan di dasar gua. Berupa drum-drum yang sudah dimakan karat. Atau pada pintu masuk di gerbang kampung terdapat museum yang berisi bagian-bagian pesawat tempur, proyektil peluru, mobil, mortir dan berbagai peralatan perang lainnya. Dari yang ringan macam peluru pistol, granat, hingga roket yang kalau meledak bisa membasmi satu kampung.
Perang selalu menyisakan luka bagi pihak yang kalah. Bagi Kolonel Kozume, komandan tentara Jepang di Biak, itu berarti harakiri. Mati secara bermartabat. Sebilah katana ditancapkan ke jantung, disentak ke bawah merobek perut. Pakai tangan sendiri!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H