Menurut Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup (baik perintah atau larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu.Â
Lalu, menurut Van Apeldoorn: hukum adalah suatu gejala sosial; tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum menjadi suatu aspek dari kebudayaan seperti agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.Â
Hukum memiliki pengertian yang berbeda-beda dari persepsi para ahli, ada yang menekankan pada peraturan terlebih dahulu dan ada yang membahas mengenai karena gejala sosial terlebih dahulu.Â
Akhir akhir ini, kualitas hukum di Indonesia sangatlah diuji dengan kasus tewasnya Brigadir J. Fakta yang terjadi adalah bahwa rekaman CCTV berisi ancaman pembunuhan oleh skuad lama dan ketepatan waktu dengan kronologis kejadian sesuai waktu yang ada. Tentunya Joshua tewas dan pengakuan Bharada Eliezer bukan pembunuh satu-satunya.Â
Menurut penuturan pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mereka juga meragukan rekaman dari cctv tersebut. Pengacara Kamaruddin Simanjuntak sejak awal meyakini Bharada Eliezer bukan pelaku utama tewasnya Brigadir Joshua.Â
Dalam kasus ini, ketepatan menyusun fakta yang akan terkuak adalah hal terpenting sebelum membangun strategi pembelaan kasus. Proses ini akan mencapai tujuan tertinggi, yaitu mendapatkan keputusan akhir sesuai dengan kejadian yang sah. Tujuan artikel ini adalah membuat pembaca mendapatkan informasi mengenai kondisi hukum yang benar dan seharusnya terjadi.Â
Bukan suatu omongan belaka untuk penerapan ketepatan penyusunan fakta. Dalam kasus seorang pria berinisial AWS yang berumur 42 tahun menodongkan senjata tajam kepada seorang asisten rumah tangga, penerapan ketepatan penyusunan fakta sangat dibutuhkan.Â
Kejadian tersebut digambarkan dengan pelaku berpura-pura mengantar paket saat korban tengah bekerja. Setelah korban membawa masuk paketnya, kemudian pelaku ikut masuk ke dalam rumah dan menodongkan senjata tajam ke arah leher korban. Setelah itu pelaku langsung masuk ke dalam rumah dan menodongkan senjata tajam jenis sangkur. Sangkur sudah terlepas dari sarungnya dan pelaku menggunakan tangan kanan ke arah leher korban.Â
Pelaku mengancam korban untuk tidak banyak bicara dan korban meminta tolong kepada saksi 1. Korban terus berteriak dan pelaku kembali mengacungkan senjatanya kepada saksi. Korban berhasil menendang pelaku dan membuat senjatanya terjatuh. Pelaku pun segera melarikan diri dan beruntung warga langsung datang dan menangkap pelaku.Â
Kejadian ini tentunya harus disusun secara tepat sehingga hal-hal kronologikal yang mampu merugikan korban mampu dibantah dan keadilan bagi yang benar pun akan tercipta dalam kasus ini.Â
Bagi saya, analogi dari hukum dapat dilambangkan dengan Mata tertutup, Timbangan, dan obat. Mata tertutup melambangkan bahwa hukum tidak membedakan siapapun, hukum berdiri bukan didirikan dengan seseorang yang mata terbuka, yang melihat siapa orang yang ingin dilandaskan hukum dan sebagainya, melainkan secara adil dengan hak yang sama tanpa perbedaan.Â
Lalu Timbangan melambangkan bahwa seseorang yang memiliki berat badan yang tinggi akan menunjukan angka yang tinggi juga pada timbangan, begitupun sebaliknya.Â
Tidak ada si kaya dan si miskin atau penguasa dan rakyat kecil semuanya apabila melakukan perbuatan melawan hukum akan mendapatkan perlakuan yang adil sesuai timbangan perbuatan yang dilakukan. Terakhir, yaitu hukum dengan analogi obat.Â
Ketika orang sakit akan membutuhkan penanganan, yaitu obat. Sama halnya ketika orang melakukan kesalahan maka akan berhadapan dengan hukum sebagai obat dari hasil perbuatannya.
Ketepatan penyusunan fakta dalam proses hukum 20 tahun yang akan datang akan semakin mudah untuk ditegakkan. Bagaimana tidak, pola perilaku manusia dari tahun ke tahun akan berubah bahkan generasi ke generasi. Era yang sekarang saya alami bahwa kita sudah beralih semuanya dalam teknologi.Â
Teknologi sungguh diunggulkan dalam potensi suatu negara karena membuat setiap manusia lebih peka untuk menggunakan hal-hal yang berkaitan dalam digital.Â
Hukum 20 tahun kedepan akan mencatat segala peraturan dan berkas aktivitas manusia apabila melakukan perbuatan yang melanggar melalui teknologi contohnya cctv yang semakin canggih. 20 tahun kedepan pastinya membuat hukum akan diwadahi dengan digitalisasi yang terus berkembang dan generasi manusia berikutnya akan menyesuaikannya seiring perkembangan.Â
Tentunya harus ada solusi agar proses hukum di Indonesia berjalan lebih baik dan dijalankan sebagaimana mestinya untuk menunjang kemajuan hukum 20 tahun ke depan.Â
Pertama, yaitu melakukan peningkatan kualitas bagi Aparat Penegak Hukum. Seleksi yang lebih ketat harus diterapkan sehingga seorang Aparat Hukum merupakan orang yang berpikir rasional dan benar-benar berkeinginan besar untuk membantu orang lain. Dengan kualitas aparat yang lebih baik, maka masyarakat akan lebih percaya pada lembaga-lembaga yang berjalan dan mereka ikut menaati hukum dengan baik.Â
Kedua, menghilangkan praktik hukum yang memihak. Sering terdengar berita bahwa seorang aparat menerima suap dan sebagainya yang mengarah pada ketidakadilan. Tentunya hal itu tidak mencerminkan tugas utama sebagai seorang hukum, yaitu menegakkan keadilan. Menahan nafsu dengan hal-hal yang mudah melekat pada seseorang harus dipastikan bahwa orang yang ingin masuk aparat benar-benar orang yang besar hati.Â
Ketiga, yaitu melakukan revisi terhadap undang-undang yang tidak sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia. Memastikan undang-undang yang tertera dapat dijalankan oleh semua masyarakat tanpa terkecuali. Terakhir, yaitu pembentukan karakter. Menurut saya karakter seseorang yang ingin masuk sebagai aparat adalah yang utama. Pembentukan karakter harus dilakukan secara berkala secara sungguh-sungguh karena untuk mencegah kejadian yang tidak mencerminkan karakter sebagai penegak hukum.Â
Tentunya semua ini merujuk kepada keadilan. Solusi-solusi sudah diberikan dan diharapkan di tahun 2045, kita sudah dapat merasakan hukum yang benar-benar adil dan bisa dipercayai masyarakat, tentunya berbeda dengan kondisi yang ada sekarang.Â
Hal ini juga harus didukung oleh masyarakat Indonesia sendiri yang tentunya hukum yang dibuat baik tidak akan berjalan apabila masyarakat Indonesia tidak komitmen dengan hukum dan mau membuat pelanggaran yang semakin parah dan bervariasi bentuknya. Tidak akan berjalan maksimal apabila tidak dijalankan oleh kedua belah pihak, masyarakat dan aparat harus menciptakan hubungan yang harmonis agar hukum yang diinginkan juga bisa berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.Â
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan tergantikan oleh siapapun. Hukum membutuhkan dukungan dari manusia untuk menjalankannya, sejauh ini hukum banyak menimbulkan persepsi yang kurang baik dari masyarakat, hal tersebut terjadi karena masih ada kepentingan pribadi sehingga menimbulkan ketidakadilan di masyarakat.Â
Saya sangat setuju bahwa hukum benar-benar harus merevisi sistem dan perilaku yang terjadi di era sekarang. Hukum tertinggi ada pada UUD 1945 dan UUD 1945 dibentuk atas landasan bersama dan disepakati bersama. Kalau melihat hukum yang sekarang tentu tidak sesuai dengan apa yang diinginkan ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Dengan upaya-upaya yang dilakukan akan mewujudkan arti hukum sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H