Mohon tunggu...
Alexandro Nadapdap
Alexandro Nadapdap Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo perkenalkan nama saya Alexandro Nadapdap saya adalah mahasiswa dari jurusan Ilmu Komunikasi, salah satu hobby olahraga saya adalah basket dan saya juga suka mempelajari tentang keuangan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menguak Visi dan Misi Pendidikan Ponpes Al-Zaytun: Antara Inovasi dan Kontroversi

31 Oktober 2024   00:47 Diperbarui: 31 Oktober 2024   00:58 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ponpes Al-zaytun.jpg/https://www.kompas.tv/nasional/424587/sebut-ponpes-al-zaytun-jangan-dibubarkan-mui-cukup-ganti-kepengurusan-dan-bekukan-yayasan

Indramayu, 31 Oktober 2024 -- Pondok Pesantren Al-Zaytun, salah satu lembaga pendidikan Islam terbesar dan paling dikenal di Indonesia, telah lama menjadi sorotan publik, baik karena pendekatan inovatifnya maupun berbagai kontroversi yang menyertainya. Berdiri di Indramayu, Jawa Barat, Al-Zaytun mengusung visi pendidikan yang berbeda, menggabungkan nilai-nilai keislaman dengan pendekatan multikultural dan pengajaran berbasis teknologi. Namun, inovasi ini juga membawa tantangan, kritik, dan polemik di kalangan masyarakat dan tokoh agama.

Al-Zaytun didirikan dengan tujuan besar: menjadi model pesantren modern yang tidak hanya mengajarkan agama, tetapi juga memberikan keterampilan praktis bagi para santri agar siap menghadapi dunia global. Pesantren ini menawarkan kurikulum yang luas, mencakup mata pelajaran sains, bahasa asing, dan teknologi informasi di samping pelajaran agama. Selain itu, Al-Zaytun mendukung santrinya untuk berpikir kritis dan terbuka dalam menghadapi berbagai perbedaan pandangan. Dengan fasilitas lengkap, dari laboratorium sains hingga perpustakaan digital, Al-Zaytun berupaya memenuhi kebutuhan pendidikan generasi baru. 

Namun, tidak semua pihak setuju dengan pendekatan Al-Zaytun. Beberapa tokoh agama dan masyarakat mempertanyakan metode pengajaran dan praktik di pondok pesantren ini, yang dinilai berbeda dengan pesantren pada umumnya. Salah satu kritik utama adalah pendekatan multikultural yang diterapkan, di mana Al-Zaytun membuka diri untuk santri dari berbagai latar belakang dan suku, serta mendorong toleransi antaragama. Bagi sebagian kalangan konservatif, metode ini dianggap terlalu longgar dan bahkan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tradisional Islam. 

Selain itu, saya juga sempat mewawancarai beberapa dari alumni ponpes Al-zaytun yang bernama hadian , dan saya mewawancarai alumni dari ponpes Al-zaytun  dengan memberikan beberapa pertanyaan. Pertanyaan pertama yang saya tanyakan kepada alumni ponpes Al-zaytun tersebut adalah tentang bagaimana proses pemebelajaran yang diajarkan di dalam ponpes  Al- zaytun ? 

dan jawaban dari hadian yaitu bahwa proses pembelajaran didalam ponpes Al- zaytun itu sanagat ketat dan Pendidikan karakter juga menjadi salah satu fokus utama Al-Zaytun, di mana santri diajarkan nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan kemandirian melalui berbagai kegiatan harian. Santri diberikan tanggung jawab dalam mengelola aktivitas sehari-hari, mulai dari kebersihan lingkungan, pengaturan waktu, hingga kepemimpinan dalam organisasi santri. Ini bertujuan untuk membentuk santri yang tidak hanya cakap secara akademis tapi juga memiliki etika dan karakter yang kuat. 

pesantren ini juga dikritik atas pengelolaannya, yang dinilai terlalu tertutup dan eksklusif. Berbagai pihak meminta transparansi lebih lanjut terkait sistem pengajaran dan struktur organisasi Al-Zaytun. Meski demikian, pihak pengelola Al-Zaytun mengungkapkan bahwa pesantren ini berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang diyakini mampu menjembatani tradisi dan modernitas. Dalam beberapa kesempatan, pihak pengelola menegaskan komitmen mereka untuk terus berinovasi dan memberikan pendidikan terbaik bagi santri.

Beberapa kritik diarahkan pada kurikulum Al-Zaytun, yang memadukan pelajaran umum dengan pendidikan agama dalam porsi besar, serupa dengan sekolah umum. Ini menyebabkan sebagian masyarakat menganggap Al-Zaytun terlalu "sekuler" untuk kategori pesantren karena santri dididik dengan materi umum seperti sains, bahasa asing, dan keterampilan teknologi dalam porsi yang sama atau bahkan lebih besar dibandingkan materi keagamaan. Beberapa tokoh agama merasa bahwa ini dapat mengaburkan identitas pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional. 

Inovasi di tengah kritik

Untuk menjawab kritik, Al-Zaytun berencana melakukan beberapa langkah perubahan dalam waktu dekat, termasuk melibatkan tokoh-tokoh pendidikan dari luar pesantren untuk berdiskusi mengenai kurikulum dan pendekatan pengajaran yang diterapkan. Selain itu, Al-Zaytun juga berencana meningkatkan keterbukaan dengan masyarakat melalui program kunjungan dan dialog terbuka, di mana masyarakat bisa berinteraksi langsung dengan para santri dan pengajar untuk memahami lebih baik visi pendidikan yang dibawa pesantren ini.

Bagi para santri dan orang tua yang percaya pada visi Al-Zaytun, pesantren ini menawarkan masa depan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan zaman. "Kami merasa metode pengajaran di sini membantu anak-anak kami tidak hanya paham agama, tapi juga siap bersaing di dunia luar," ujar salah satu orang tua santri yang mendukung pendekatan Al-Zaytun. 

Menuju Masa Depan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun