Mohon tunggu...
Alexander Sugiharto
Alexander Sugiharto Mohon Tunggu... Pengacara - Chairman and Founder dari Indonesian Legal Study for Crypto Asset and Blockchain (IndoCryptoLaw)

Penulis dari Buku berjudul Blockchain dan Cryptocurrency: Dalam Perspektif Hukum di Indonesia dan Dunia (2020) dan Buku berjudul NFT dan Metaverse: Blockchain, Dunia Digital dan Regulasi (2022). (buku tersedia di google playbook)

Selanjutnya

Tutup

Cryptocurrency Artikel Utama

Peraturan Perpajakan Aset Kripto di Indonesia: Agar Lebih Disederhanakan Lagi

13 April 2022   10:45 Diperbarui: 13 April 2022   14:02 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan dikeluarkannya PMK 68 oleh Kementerian Keuangan, maka akan semakin memperkuat posisi legalitas Aset Kripto di Indonesia sebagai instrumen investasi yang legal diperdagangkan sebagai komoditi.

Namun, tanpa adanya kebijakan dan peraturan yang jelas terkait Perpajakan Aset Kripto maka akan mustahil bagi Pemerintah dalam memaksimalkan sumber pendapatan dari Perpajakan Aset Kripto tersebut.  

Pajak Sebagai Sumber Pendapatan Negara

Kebijakan Perpajakan Aset Kripto merupakan langkah Pemerintah dalam mendapatkan sumber pendapatan dari sektor Pajak.

Dengan dikeluarkannya PMK 68 diharapkan dalam pelaksanaan pemungutan pajak memiliki dasar hukum yang jelas sehingga tidak ada lagi alasan bagi wajib pajak untuk tidak melaksanakan kewajiban Perpajakan tersebut. Pajak yang dikenakan adalah PPn dan PPh yang besarannya telah diatur secara detail pada PMK 68.

Permasalahan Kebijakan dan Peraturan Perpajakan Aset Kripto Di Indonesia

Peraturan dan kebijakan tersebut harus singkat, padat, dan jelas sehingga tidak menimbulkan interpretasi dan penafsiran yang berbeda pada saat dilakukan pengawasan, pemungutan, perhitungan dan penyetoran pajak.

Untuk menghindari salah penafsiran, Kementerian Keuangan dalam membuat peraturan dan kebijakan Perpajakan Aset Kripto dapat mengacu pada Peraturan Bappebti tanpa harus bersusah payah lagi mendefinisikan ulang di dalam PMK 68 tersebut. Pada PMK 68 ditemui istilah dan Pasal-Pasal yang ambigu, kabur dan salah tafsir bahkan berpotensi cacat secara materiil.

Ada yang perlu saya komentari di sini, yaitu mengenai perbedaan antara Pedagang Aset Kripto dengan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Jika aktivitas utamanya adalah memfasilitasi jual beli aset kripto, lalu mengapa harus dibedakan pada PMK 68 tersebut. Karena Pedagang Aset Kripto secara otomatis adalah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik itu sendiri.

Hal ini akan menimbulkan kebijakan yang tumpang tindih (over-lapping) dan semakin rumit untuk dipahami antara aktivitas yang dilakukan oleh Pedagang Fisik Aset Kripto dengan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Padahal sudah jelas pada Peraturan Bappebti diatur terkait operasional dan aktivitas perdagangan Aset Kripto di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cryptocurrency Selengkapnya
Lihat Cryptocurrency Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun