Mohon tunggu...
Alexander Sugiharto
Alexander Sugiharto Mohon Tunggu... Pengacara - Chairman and Founder dari Indonesian Legal Study for Crypto Asset and Blockchain (IndoCryptoLaw)

Penulis dari Buku berjudul Blockchain dan Cryptocurrency: Dalam Perspektif Hukum di Indonesia dan Dunia (2020) dan Buku berjudul NFT dan Metaverse: Blockchain, Dunia Digital dan Regulasi (2022). (buku tersedia di google playbook)

Selanjutnya

Tutup

NFT Pilihan

Kiat-kiat dalam Membeli NFT agar Tidak Tertipu

2 Februari 2022   22:00 Diperbarui: 13 April 2022   10:55 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Non Fungible Token atau disingkat dengan istilah NFT merupakan aset digital yang dibangun pada jaringan Blockchain. NFT adalah aset digital yang tidak dapat disamakan dengan aset digital lain seperti cryptocurrency (Bitcoin, XRP atau Cardano).

Hal ini dikarenakan dalam penciptaan NFT (minted) menggunakan Token ERC-721. Aset digital yang dibangun dengan menggunakan ERC-721 memiliki sifat Non-Fungible.

Maksudnya adalah aset digital tersebut diciptakan unik dan tidak dapat dipadupadankan dengan aset digital lainnya seperti cryptocurrency. Sifat unik inilah yang membuat NFT berbeda dengan aset digital lainnya.

Munculnya fenomena bubble dalam industri NFT mungkin merupakan suatu hal yang perlu diwaspadai oleh mereka yang membeli dengan maksud untuk berinvestasi.

Tidak dapat dipungkiri NFT sangat digandrungi oleh anak muda, hal ini tidak terlepas karena didalam NFT dapat ditanamkan gambar dan suara. Gambar-gambar unik seperti Cryptokitties dan Cryptopunk menjadi hype dikalangan anak muda. 

Sebut saja Logan Paul, Justin Bieber dan Jimmy Fallon juga terlihat membeli dan mengkoleksi gambar NFT tersebut.

Namun yang tidak pernah disadari oleh mereka yang hanya sekedar ikut-ikutan dalam membeli tanpa tahu risiko dari NFT. Ghozali Effect mulai merambah beberapa anak muda tanah air yang mulai membeli NFT di beberapa market place NFT seperti OpenSea, Rarible dan SuperRare. 

Risiko yang dimaksud dalam hal ini adalah plagiarisme NFT oleh oknum yang ingin mencari keuntungan dari fenomena bubble NFT ini. Seperti contohnya; banyak terjadi plagiarisme atas karya NFT Cryptopunk.

Oknum yang mengetahui sejarah dari NFT Cryptopunk ini dengan mudah melakukan plagiarisme dengan cara copy paste gambar NFT Cryptopunk dan menjual bebas pada market place NFT seperti OpenSea dengan harga yang sangat mahal. 

Tentu hal ini menjadi jebakan bagi mereka yang masih awam dalam membeli NFT di market place seperti OpenSea. Jika dikaitkan dengan hukum, tentu saja plagiarisme masuk kedalam tindak pidana pelanggaran Hak Cipta. 

Tindak pidana plagiarisme diatur pada pasal 380 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 2 tahun 8 bulan, selain itu pada Pasal 113 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, kegiatan plagiarisme diancam dengan hukuman penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.

Namun penindakan atas tindak pidana plagiarisme NFT tersebut menemui jalan buntu. Pelaku plagiarisme dapat bebas melakukan aksinya disaat lemahnya faktor penindakan hukum (law enforcement) oleh aparat penegak hukum itu sendiri. 

Hal ini disebabkan karena kejahatan plagiarisme yang menggunakan NFT merupakan kejahatan lintas negara (trans-border crime). Bisa saja pelaku kejahatan tersebut berada di belahan bumi yang lain dan perlu diketahui juga bahwa NFT merupakan aset digital yang dibangun dengan jaringan Blockchain yang berarti siapa saja yang melakukan transaksi tidak diketahui identitasnya atau disebut pseudonim. 

Faktor ini juga yang membuat kejahatan yang menggunakan NFT menjadi sangat susah sekali terlacak oleh para aparat penegak hukum. Langkah antisipasi dapat dilakukan oleh siapa saja yang ingin membeli NFT, seperti selalu membeli NFT dari pencipta NFT yang asli (peer-to-peer) tanpa melalui platform market place.

Selalu melakukan penelitian sebelum membeli dengan memperhatikan sejarah dari NFT tersebut (seperti: siapa pembuatnya (artist), rekam jejak artist tersebut dan apa saja karya yang telah dipublikasikan)  dan yang terakhir menghindari FOMO (Fear of Missing Out) dengan selalu waspada sebelum membeli. 

Dengan melakukan langkah-langkah tersebut diatas, sedikit banyak dapat menghindarkan kita dari faktor kecurangan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten NFT Selengkapnya
Lihat NFT Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun