Awal Desember tahun 2018 setelah Bencana Palu, saya mampir dan sempat bermalam di rumah salah satu Pendeta Bala Keselamatan di Desa Wayu, Kecamatan Marowala Barat, Kabupaten Sigi. Sekedar membuka Gereja Bala Keselamatan ini apa, siapa, dan bagaimana cara mereka melayani Tuhan dari pinggir dan diatas gunung yang jauh dari riuh Kota Palu, Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah.
Berbekal baju putih dan kepangkatan yang disandang para pelayan Tuhan ini, mereka berani melepaskan semua hanya untuk mendedikasikan diri untuk Tuhan dan umat yang dinaunginya.
Gereja Bala Keselamatan ini dibentuk oleh William Booth, seorang pendeta Gereja Metodis. Salah satu denominasi di kalangan Gereja Protestan yang terkenal dengan pelayanan sosialnya.
Melaksanakan berbagai program seperti dapur umum untuk kaum miskin, rumah tumpangan, panti asuhan, rumah sakit, proyek-proyek pembangunan masyarakat, dll.
Sehari-hari mereka mengenakan pakaian seragam dengan pangkat-pangkat kemiliteran, dari prajurit sampai jenderal. Ya Bala Keselamatan tidak hanya Gereja melainkan organisasi kemanusiaan yang besar.
Di momen perjumpaan itulah, saya mencoba menarik diri untuk sekedar berjumpa dengan Tuhan yang hidup disana. Suasana dingin yang menyelimuti kala malam, dihapus sementara oleh para anak-anak muda yang kebetulan sedang latihan lagu Arbab dan saya memang membawa biola saya untuk bermain musik dengan mereka, sekedar mengajari singkat bagaimana dinamika lagu Arbab itu.
Bagi saya pelayan-pelayan dari Gereja Bala Keselamatan ini adalah orang-orang hebat yang mampu menghidupi manusia tidak hanya dengan firman Tuhan tapi dengan beberapa keterampilan yang dimiliki untuk di transfer kepada umat disana.
Aku menuliskan ini untuk membuka mata, siapa sebenarnya kami (Umat Kristiani) ini. Kami terlahir sebagai insan manusia bebas yang tercipta dengan konsep Kasih, persis seperti kata Guru kami, Nabi Isa alias Yesus Kristus.
Karena iman kami bukan iman buta, ketika kami disakiti, dihina, bahkan dimatikan. Tak ada dalam pikiran kami, untuk melakukan pembalasan. Iman kami adalah Pembebasan. Membebaskan hati kami dalam kondisi apapun menerima dengan lapang bahwa Tuhan adalah baik.
Tempat Ibadah yang kami sebut Gereja itu bukan cuma bangunan, tapi adalah diri kami yang selalu kami bawa sampai akhirnya jiwa memisahkan raga.
Kami digorokpun tidak akan pernah kami membalas dengan menggorok, dibakarpun api semangat cinta kasih kami hidup di dalam sanubari bagi para pengikutNya.
Yang tidak habis pikir, hei kamu binatang!
Sudah terbiasakah kalian menghilangkan nyawa orang lain di tanganmu? Konon katanya ada pekik suara yang menyerukan nama Tuhan disana, Tuhan mana yang Kau tinggikan padahal begitu kau melakukan itu, Tuhan itu menjadi tuan yang rendah di mata makhluknya.
Nah binatang-binatang ini memang tidak membunuh orang-orang yang saya jumpai, mereka mengeksekusi empat orang warga di Desa Lembontonga, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah diduga menjadi korban pembunuhan dari kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora. Dan kebetulan empat orang ini adalah bagian dari Gereja Bala Keselamatan yang besar di Kabupaten Sigi.
Agak heran dimana hati para eksekutor ini, kalau mereka mempelajari pola pelayanan Gereja Bala Keselamatan, seyogyanya mereka berterimakasih karena yang mereka bunuh itu adalah para pelayan-pelayan Tuhan yang sama sekali tidak tahu alasannya kenapa harus mereka yang harus dijagal.
Di tengah Pemerintah berjibaku menghadapi pendemi Corona, di tengah masa Advent Pertama. Dimana seluruh Umat Kristiani menanti kelahiran Sang Kristus, para binatang ini seperti seorang pengecut, menebar terror dan provokasi di tengah Kabupaten Sigi yang 2 tahun lalu juga mengalami bencana besar dan sedang merekonstruksikan wilayahnya yang aman untuk semua masyarakat.
Harapan besar saya sederhana, kita doakan para korban ini agar menjadi martir Kristus yang memberikan sebuah harapan besar, cukup disini para korban terorisme berakhir, sambal kita menunggu aksi para penegak hukum konsisten untuk benar-benar menumpas jaringan terorisme yang tadinya dipimpin oleh Santoso CS, kini di tangan Ali Kalora CS, harapan besar juga mereka ditangkap semua, tanpa muncul lagi tokoh setelah Ali Kalora.
Saya tutup tulisan ini dengan sebagian lirik lagu menjelang Natal yang judulnya, Born on Christmas Day oleh Kristin Chenoweth :
This is the story, the power and the glory !
Three wise men knelt to pray !
A guiding star had led the way !
There He lay, born on Christmas Day !
He filled our world with His love !
A heavenly voice sang from above !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H