"Saat Anda bangun di pagi hari, bersyukurlah atas makanan dan kegembiraan hidup. Jika Anda tidak melihat alasan untuk mengucap syukur, kesalahan hanya terletak pada diri Anda sendiri."---Tecumseh
Syukur. Syukur berarti ungkapan rasa terima kasih dan pengakuan atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah. Dibalik definisinya yang sederhana, aksi untuk bersyukur sulit sekali untuk dilakukan.
Tindakan bersyukur bukan sulit dilakukan karena tidak pernah diajari atau diperkenalkan kepada masyarakat, terutama kepada anak-anak sekolahan. Toh, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, atau Agama, mulut guru-guru bidang studi tersebut sudah sampai berbusa karena menerangkan arti kata bersyukur. Secara sederhana, tindakan bersyukur sulit untuk diwujudkan karena seringkali dianggap sebagai suatu hal yang berlebihan. Tindakan untuk bersyukur seringkali dianggap sebagai suatu tindakan yang klise, seakan-akan tindakan tersebut tidak penting dan tidak ada pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Nampaknya, untuk memperbaiki persepsi benar terkait kata "bersyukur", perlu ada agenda tersendiri bagi masyarakat, dalam konteks ini setidaknya anak-anak sekolahan yang harapannya, pola pikirnya masih relatif lebih mudah untuk dibentuk.
Pagi itu, tepatnya pada pukul 07:30 WIB, perjalanan yang mengajarkan arti kata bersyukur kepada 24 siswa kelas 12 Kolese Kanisius Jakarta dimulai. Rombongan remaja itu akan berangkat ke Pondok Pesantren Modern Daruul Ulum Lido di Cigombong, Bogor, dan akan berdinamika bersama teman-teman santri dari pondok pesantren tersebut selama 3 hari 2 malam. Perjalanan menuju Bogor memakan waktu dua jam. Sebagian merasa semangat, sebagian lain merasa malas, ada yang merasa cemas, ada pula yang merasa kesal. Sebagian beragama Katolik, sebagian beragama Kristen, ada yang beragama Buddha, dan ada yang beragama Islam. Sebagian merupakan keturunan Tionghoa, sebagian lain Suku Jawa, ada pula yang suku Batak. Begitulah kurang lebih atmosfer gerombolan remaja yang cara pandangnya tentang arti kata "bersyukur" akan berubah.
Sesampainya di Pondok Pesantren Modern Daruul Ulum Lido, para siswa disambut dengan senyuman ramah dari para Kyai, ustad, dan anggota Hasidah (OSIS) pesantren. Mereka juga menyambut kami dengan permainan gendang yang memukau di aula. Dalam sambutannya, Pak Kyai menekankan pentingnya memelihara hubungan baik antar umat beragama. Beliau menyatakan bahwa kehadiran kami adalah bukti nyata dari toleransi, saling mendukung, dan membangun hubungan harmonis antara orang-orang dengan keyakinan yang berbeda. Sambutan hangat ini menandai awal yang ideal untuk eksplorasi dan pembelajaran kami tentang kehidupan di pesantren, menjadikan pengalaman ini bukan hanya momen toleransi tetapi juga perayaan atas keberagaman.
Terbentur, Terbentur, Tersadar
Setelah sambutan, para siswa langsung dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok, yang juga menjadi kelompok kamar tidur mereka. Jujur, saya merasa sangat tidak nyaman dengan kamar saya. Alasannya sederhana, perbedaan budaya akan "kamar" menimbulkan rasa ketidaknyamanan saya ini. Meski begitu, saya tetap berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru ini, sehingga dapat menyelesaikan rangkaian kegiatan sampai selesai.Â
Setelah dibagi berdasarkan kamar, para siswa diperbolehkan untuk beristirahat dan bersiap-siap untuk makan. Lagi-lagi, saya merasa tidak nyaman dengan cara makan di Pondok Pesantren, karena budaya tempat makanan yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari saya, Namun, lagi-lagi saya berusaha untuk beradaptasi dengan budaya makan yang mungkin cukup berbeda dengan saya, supaya saya dapat benar-benar menghidup cara hidup santri.
Setelah beristirahat dan makan, kami diajak membersihkan diri dan bersiap menuju masjid untuk menyaksikan santri melaksanakan shalat Maghrib. Saya sangat kagum melihat kedisiplinan mereka; begitu azan terdengar, mereka segera menuju masjid tanpa paksaan. Setelah shalat Maghrib, acara dilanjutkan dengan sholat Isya dan pembacaan Al-Qur'an. Saya terkesan dengan kemampuan mereka membaca Al-Qur'an dengan lancar dan suara yang merdu.
Kami kemudian menyaksikan debat para calon ketua Hasidah (OSIS) yang menunjukkan kompetensi dan adab yang luar biasa. Setiap calon menyampaikan gagasan dengan cara yang penuh hormat dan berwawasan luas. Akhirnya, setelah malam tiba akhirnya kami dapat tidur dan beristirahat. Begitulah gambaran dinamika hari pertama yang dialami oleh rombongan siswa kelas 12 Kolese Kanisius dengan para santri di Pondok Pesantren Modern Daarul Ulum.
Sebenarnya, masih banyak kegiatan yang bisa dijelaskan, terutama pada hari kedua dan hari ketiga. Sebagai gambaran, hari kedua dimulai dengan suara aktivitas para santri pada pukul 4 pagi. Mereka sudah memulai hari dengan sholat subuh dan belajar. Kami pun ikut bangun dan beraktivitas bersama mereka. Setelah sholat subuh, kami sarapan bersama dan melanjutkan kegiatan belajar di kelas hingga siang hari. Sore harinya, kami menjelajahi sekitar pesantren, berjalan-jalan dan bermain di aliran sungai kecil. Bersama para santri, kami berbagi cerita dan pengalaman, mempererat persahabatan. Malam harinya, kami mendengarkan khutbah dari Pak Kyai dan terkesan dengan sopan santun para santri yang mencium tangan beliau sebagai tanda hormat. Pengalaman ini sangat berkesan dan memperdalam rasa hormat kami terhadap tradisi mereka.
Setelah hari yang panjang, kami mulai mempersiapkan penampilan seni untuk acara perpisahan. Bersama santri, kami berlatih hingga larut malam, memperkenalkan dan belajar memainkan alat musik tradisional. Hari ketiga tiba dengan perasaan campur aduk; gembira karena berhasil menjalani kegiatan dengan baik, tetapi sedih karena harus berpisah dengan teman-teman santri yang sudah terasa seperti keluarga. Penampilan seni bersama menjadi simbol kebersamaan dan toleransi yang terjalin selama ekskursi ini, ditutup dengan perasaan bangga dan haru.
Terbentur, Terbentur, Terbentuk
Segala bentuk dinamika yang saya alami selama kegiatan Ekskursi "memukul" saya dalam bentuk yang menarik. Rasanya seperti tertampar di pipi dengan kesadaran yang tumbuh selama ekskursi ini berjalan. Begitu banyaknya rasa ketidaknyamanan dan tradisi-tradisi baru yang diperkenalkan kepada saya mengajarkan saya dua hal; bersyukur dan disiplin.Â
Saya belajar bahwa bersyukur bukan hanya tentang mengucapkan terima kasih, tetapi juga tentang menghargai setiap momen, bahkan ketika itu terasa tidak nyaman. Dalam setiap ketidaknyamanan, saya menemukan kesempatan untuk tumbuh dan belajar. Tradisi-tradisi baru yang awalnya terasa asing menjadi pelajaran berharga tentang rasa hormat dan kesederhanaan.
Kedisiplinan para santri dalam menjalani kehidupan sehari-hari mengajarkan saya pentingnya rutinitas dan komitmen. Melihat mereka bangun sebelum fajar untuk sholat subuh dan melanjutkan hari dengan penuh semangat membuat saya menghargai nilai dari ketekunan dan dedikasi. Kedisiplinan mereka menjadi cerminan bagaimana ketertiban dan keberanian untuk menjalani kehidupan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diyakini bisa membawa harmoni dan kesejahteraan.
Ekskursi ini juga mengajarkan saya tentang keberagaman dan pentingnya toleransi. Berbagi cerita dan pengalaman dengan santri membuka mata saya terhadap perspektif baru dan memperdalam rasa empati. Saya belajar bahwa perbedaan tidak harus menjadi penghalang, melainkan bisa menjadi kekuatan yang memperkaya kehidupan kita.
Secara keseluruhan, pengalaman selama ekskursi ini mengubah pandangan saya tentang bersyukur. Saya menjadi lebih menghargai hal-hal kecil dalam hidup dan memahami bahwa setiap kesulitan bisa menjadi peluang untuk belajar dan berkembang. Dengan pemahaman ini, saya kembali ke kehidupan sehari-hari dengan perspektif baru dan tekad untuk menerapkan nilai-nilai syukur dan disiplin dalam setiap aspek kehidupan saya. Ekskursi ini meninggalkan kesan yang mendalam, memperkaya pemahaman saya tentang kehidupan, dan menginspirasi saya untuk terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.
Ekskursi Agama 2024 adalah acara lintas agama yang melibatkan seluruh siswa kelas 12 Kolese Kanisius, bertujuan untuk mendalami pemahaman dan pengalaman bersama teman-teman dari agama yang berbeda, khususnya memperkenalkan tradisi dan kehidupan agama Islam di pesantren. Dengan tema "Embrace, Share, and Celebrate Our Faith", acara ini berhasil mendorong siswa untuk mengenal, merangkul, dan merayakan perbedaan agama dengan semangat persaudaraan, memperkuat nilai toleransi dan kerukunan beragama yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI