Mohon tunggu...
Alexander Gunawan
Alexander Gunawan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar SMA Kolese Kanisius

jadi orang jangan bermuka dua, sabun cuci muka mahal

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

AI, Kawan atau Lawan?

10 November 2024   00:03 Diperbarui: 10 November 2024   00:13 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: scitechdaily

Dalam beberapa waktu terakhir, kemajuan teknologi telah melesat dengan kecepatan yang begitu pesat. Salah satu inovasi paling signifikan adalah kecerdasan buatan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan “AI”. Dari mobil otonom hingga asisten virtual yang menjawab pertanyaan kita dalam hitungan detik, AI telah mengubah cara kita hidup dan bekerja. Namun, di balik keberadaannya dalam mempermudah hidup manusia, ada kekhawatiran yang muncul mengenai dampak jangka panjangnya terhadap masyarakat. Menurut firma riset pasar Gartner pada tahun 2020, lebih dari 80% pekerjaan layanan pelanggan akan digantikan oleh kecerdasan buatan. Bahkan, adopsi AI di seluruh dunia akan meningkat hingga 47% pada 2023, menunjukkan betapa pesatnya perkembangan ini.

Jika kita membandingkan teknologi AI dengan inovasi besar lainnya, seperti internet atau telepon genggam, dampak AI terasa lebih “fundamental” dan “kritikal”. Inovasi internet dan telepon genggam pada masanya menciptakan perubahan yang besar pula terhadap bagaimana kita berkehidupan, namun dampaknya, setidaknya menurut beberapa sumber, tidak sebesar inovasi kecerdasan buatan. Internet membuka pintu ke informasi global, sementara telepon genggam membuat komunikasi menjadi instan kapanpun dan dimanapun kita berada. Namun, AI membawa perubahan fundamental pada cara keputusan diambil dan pekerjaan dilakukan, menghadirkan peluang dan tantangan yang unik. Contohnya, McKinsey Global Institute melaporkan bahwa AI berpotensi menambah nilai ekonomi global hingga $13 triliun pada 2030, jauh melebihi dampak dari teknologi sebelumnya.

Perubahan fundamental dan kritikal ini menyebabkan dilema moral dalam konteks penggunaan kecerdasan buatan itu sendiri. Ambil contoh mobil otonom. Dengan teknologi AI, mobil ini dapat mengemudi sendiri, mengurangi risiko kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia. Menurut laporan dari National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA), 94% kecelakaan disebabkan oleh kesalahan manusia, yang berarti bahwa pengenalan mobil otonom bisa mengurangi angka kecelakaan secara signifikan. Namun, mereka juga menimbulkan pertanyaan etis tentang tanggung jawab jika terjadi kecelakaan. Apakah produsen, pengembang perangkat lunak, atau pemilik mobil yang harus bertanggung jawab? Selain itu, ada juga pertanyaan tentang bagaimana mobil otonom membuat keputusan dalam situasi darurat. Misalnya, jika sebuah kecelakaan tidak dapat dihindari, bagaimana algoritma AI memutuskan tindakan mana yang harus diambil? Haruskah ia melindungi penumpangnya dengan mengorbankan pejalan kaki? Atau sebaliknya? Dilema-dilema ini menimbulkan pertanyaan penting tentang etika dan moralitas dalam desain dan pengembangan AI.

Di bidang kesehatan, AI memiliki kapabilitas untuk membantu dokter mendiagnosis penyakit dengan lebih akurat melalui analisis data medis yang kompleks. Algoritma AI dapat memproses informasi dalam jumlah besar yang mungkin terlewatkan oleh manusia. Contohnya, penelitian oleh Stanford University menunjukkan bahwa AI dapat mendeteksi kanker kulit dengan akurasi yang setara dengan dermatologis berpengalaman. Ini adalah pencapaian luar biasa yang menunjukkan potensi besar AI dalam meningkatkan kualitas perawatan kesehatan.

Selain kanker kulit, AI juga digunakan dalam diagnosis penyakit lainnya, seperti penyakit jantung dan diabetes. Misalnya, algoritma pembelajaran mesin mampu memprediksi risiko serangan jantung dengan menganalisis pola dalam data medis pasien. Di Inggris, National Health Service (NHS) menggunakan AI untuk memantau pasien diabetes dan memberikan rekomendasi perawatan yang disesuaikan. Namun, ketergantungan pada AI juga membawa risiko jika terjadi kesalahan dalam algoritma yang digunakan, seperti yang terjadi pada sistem AI di Inggris yang gagal mendeteksi ribuan kasus kanker payudara pada tahap awal. Kesalahan ini menunjukkan bahwa meskipun AI memiliki potensi besar, teknologi ini belum sempurna dan masih membutuhkan pengawasan dan intervensi manusia. Kesalahan dalam diagnosis dapat memiliki konsekuensi serius, termasuk perawatan yang tidak tepat atau tertundanya penanganan yang bisa menyelamatkan nyawa. Oleh karena itu, penting untuk memiliki sistem verifikasi dan pengawasan yang ketat untuk meminimalkan risiko kesalahan.

Penggunaan AI dalam industri keuangan juga telah membawa perubahan besar. Algoritma AI digunakan untuk menganalisis data pasar secara real-time dan membuat prediksi yang membantu investor membuat keputusan lebih baik. Menurut laporan dari PwC, AI dapat mengotomatisasi hingga 30% dari pekerjaan di sektor keuangan, termasuk analisis data dan pelaporan. Namun, penggunaan AI dalam keuangan juga menimbulkan kekhawatiran terkait privasi data dan potensi penyalahgunaan. Keamanan data menjadi sangat penting untuk menghindari pelanggaran privasi dan penyalahgunaan informasi keuangan pribadi.

Di sektor pendidikan, AI juga memiliki potensi untuk merevolusi cara belajar dan mengajar. Platform pembelajaran berbasis AI dapat menyesuaikan materi pelajaran berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masing-masing siswa. Ini memungkinkan pembelajaran yang lebih personal dan efektif. Misalnya, AI dapat mengidentifikasi area di mana siswa mengalami kesulitan dan memberikan latihan tambahan yang sesuai. Penelitian dari University College London menunjukkan bahwa penggunaan AI dalam pendidikan dapat meningkatkan hasil belajar siswa hingga 30%. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa ketergantungan pada teknologi dapat mengurangi interaksi manusia dalam proses pembelajaran, yang merupakan komponen penting dalam perkembangan sosial dan emosional siswa.

Selain itu, AI juga digunakan dalam bidang kreatif, seperti seni dan musik. Algoritma AI dapat menghasilkan karya seni dan musik yang orisinal dan menakjubkan. Misalnya, sebuah perusahaan AI bernama OpenAI telah mengembangkan algoritma yang dapat menulis lagu dan membuat komposisi musik yang menyerupai karya komposer terkenal. Ini membuka peluang baru dalam industri kreatif, namun juga menimbulkan pertanyaan tentang hak cipta dan kepemilikan karya yang dihasilkan oleh AI. Jika sebuah karya seni atau musik dibuat oleh AI, siapa yang berhak mendapatkan pengakuan dan royalti?

Dalam bidang transportasi, selain mobil otonom, AI juga digunakan untuk mengoptimalkan sistem transportasi publik. Algoritma AI dapat menganalisis data lalu lintas untuk mengatur jadwal dan rute transportasi yang lebih efisien. Ini dapat mengurangi kemacetan dan meningkatkan efisiensi transportasi di kota-kota besar. Contohnya, kota-kota seperti Singapura dan London telah mengadopsi sistem transportasi pintar yang menggunakan AI untuk mengelola lalu lintas dan transportasi publik.

Selain itu, AI juga memiliki dampak signifikan dalam upaya pelestarian lingkungan. Algoritma AI digunakan untuk memonitor dan menganalisis data lingkungan, seperti perubahan iklim, deforestasi, dan keanekaragaman hayati. Ini membantu ilmuwan dan peneliti membuat keputusan yang lebih baik dalam upaya pelestarian lingkungan. Misalnya, AI digunakan untuk memantau populasi satwa liar dan mendeteksi pola migrasi mereka. Teknologi ini juga membantu dalam upaya restorasi habitat dan pengelolaan sumber daya alam secara lebih efisien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun