Mohon tunggu...
Alexander Ferdi
Alexander Ferdi Mohon Tunggu... Tutor - Tutor

Hai

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Memahami Imajinasi dan Narasi Indonesia

26 Oktober 2024   07:36 Diperbarui: 26 Oktober 2024   07:48 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian III: Menavigasi Masa Depan: Tantangan dan Peluang

7. Membangun Narasi Maritim dari Bawah
Sebagai negara kepulauan, Indonesia punya narasi kemaritiman yang kaya. Tapi sayangnya, sering kali narasi ini terlalu elitis, lebih banyak bicara tentang kapal besar dan kebijakan pusat, daripada kehidupan sehari-hari masyarakat pesisir. Padahal, bro and sist, kelompok masyarakat di pesisir hidup dari laut dan punya pemahaman yang dalam tentang kemaritiman. Kita butuh narasi yang lebih inklusif, yang memberdayakan mereka dan bukan hanya para penguasa.

8. Menjembatani Sains dan Spiritualitas
Di Indonesia, ada kesenjangan antara dunia akademik dan religius. Akibatnya, muncul krisis kepercayaan di masyarakat. Kita perlu dialog sehat antara sains dan spiritualitas. Seperti kata pepatah, "Ilmu tanpa iman itu buta, iman tanpa ilmu itu lumpuh." Kalau kita bisa menggabungkan keduanya, bayangkan betapa hebatnya solusi yang bisa kita hasilkan untuk menjawab tantangan sosial dan teknologi.

9. Storytelling sebagai Pilar Pendidikan
Ingat cerita wayang kulit atau dongeng-dongeng masa kecil? Tradisi storytelling di Indonesia sangat kuat, tapi di sekolah, metode ini kurang dipakai. Padahal, storytelling bisa jadi cara yang efektif dan menyenangkan untuk belajar. Bayangkan kalau pelajaran sejarah atau sains disampaikan lewat cerita-cerita yang seru, pasti belajar jadi lebih asyik dan nggak membosankan.

10. Menuju Narasi yang Membebaskan
Kita sering kali terjebak dalam narasi tunggal yang dominan, tapi Indonesia itu kaya akan keragaman. Mari kita merangkul berbagai perspektif dan bentuk pengetahuan yang berbeda. Dengan begitu, kita bisa membangun narasi kebangsaan yang lebih inklusif, menghargai imajinasi, dan menerima keberagaman sebagai kekayaan, bukan ancaman.

*Penutup: Menuliskan Kembali Indonesia*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun