Mohon tunggu...
Alexander Ferdi
Alexander Ferdi Mohon Tunggu... Tutor - Tutor

Hai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebuah Ilusi dalam Kemenangan Judi Online

17 November 2023   08:39 Diperbarui: 17 November 2023   08:39 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemenangan dalam judi online ini kalau di ibaratkan seperti ilusi dalam konspirasi.

Bagaimana bisa judi di kaitkan dengan konspirasi?

Kenapa kita orang Indonesia suka dengan adanya konspirasi? Karena hal ini merupakan pelarian dari kenyataan yang ada, bisa dikatakan distorsi realita. Selain hal tersebut, ada yang hampir menyaingi kepopuleran konspirasi, yaaaps~~ judi. Hal ini yang dijadikan tempat pelarian beberapa orang Indo sekarang ini dan ada hal yang masih dipertanyakan, charmnya judi ini kyaknya sangat luar biasa sekali.

Apa yang membuat kita tertarik dengan judi? Kalau kita bicara soal dosa pokok dalam agama yang kagak akan pernah hilang dari dunia (map kalau salah), dosa main Perempuan, mabuk, dan judi yang tidak akan pernah hilang. Kalau ditanya apa daya Tarik dari judi ini, dari jaman dulu tidak ada (mungkin ada, tapi ya ntahlah~).

Kalau kita bicara mengenai judi itu seperti kita membicarakan tentang 'pelacuran'. Hal itu merupakan sesuatu yang tumbuh seiring dengan peradan manusia, mau dilarang seperti apapun orang akan selalu ada kesempatan untuk berjudi.      

Sebenarnya hal yang harus kita sorot dan bahas itu bagaimana itu menjadi sesuatu yang sangat destruktif? Karena liar sekali, tidak ada control sama sekali, serta tidak adanya regulasi yang jelas. Oke~ untuk regulasinya kemungkinan ada tapi untuk implikasinya atau menifestasi dari regulasinya itu ternyata dinilai tidak akurat.

Akhirnya kerena tidak bisa dikendalikan menjadi bersifat sangat destruktif. Kenapa judi begitu menarik? Oke~ kalau kita liat dari perspektif Seven Sins, semuanya ada didalam judi.

Ketujuhnya masuk, tidak ada lagi kesalahan yang bisa lebih besar dari itu. Oke~ Ketika main judi, kagak ada orang yang pertama kali main ngerasa 'peluang menang tuh dikit keknya', selalu datang dengan confidence, 'kalau orang lain gagal, gue kagak, karena special, dalam semua pertaruhan akan menang' (begitula para sepuh berbicara).

Semua orang yang mengawali karir judinya selalu standnya confident dan merasa kalau sepuh-sepuh ini bisa mengendalikan hal itu, bisa dikatakan pridenya mereka. Kalau diibaratkan sama cita-cita kagak percaya, tapi sama judi dia all in semesta.

Oke~ hal ini cukup paradoks sekali, biasanya orang yang bermain judi itu belum tentu orang yang confidence dalam kehidupan sehari-hari. Tapi entah bagaimana para sepuh ini menemukan kepercayaan diri atau keyakinan sampai taraf tertentu, bahwa mereka bisa menghasilkan sesuatu dari judi all in semesta ini.

Kita ambil satu dari seven sins yaitu wrath, ketika kalah pasti marah karena merasa dibegoin, dimakan uangnya, makanya kalau kita liat patternnya pejudi di awal pasti berhitung 'ah kagak main parah-parah amat'  tapi setiap kekalahan yang terjadi pada mereka, sepuh ini akan me-compoundingkan nilai betnya.

Karena 'oh udah rugi sekian, ya udah rugi sekian ini harus balik cepat' akhirnya Ketika kalian betting 500 jadinya 1000. Ada salah satu nasihat local wisdom, katanya mendingan main Perempuan daripada main judi. Kalian main Perempuan masih bisa pakai baju, main judi bisa pulang telanjang (tapi lebih baik keduanya jangan dilakukan).

Kenapa seperti itu? Karena yaa memang segitu parahnya, bisa menggadaikan semuanya. Karena ilusi yang muncul, akhirnya kepala tidak bisa berpikir rasional. Kalau kita bicara mengenai 3 dosa pokok (mabuck, maen Perempuan, judi), ini keluar sejak manusia menemukan duit atau uang apa sebelum ada uang ini udah ada?

Kalau semua namana betting dalam perspektif teologis, bet, bertaruh untuk sesuatu, bertaruh artinya kalian siap menerima. Setiap mendapatkan hal lebih tapi kehilangan hal lainnya, itu pasti ada. Ketika ada uang atau kagak, hal ini cuma perihal alat tukarnya saja sih.   

Ketika jaman batu (batu kayak parah sepuh)  mungkin betting udah ada, kalau diliat kisah-kisah klasik, 'kalau menang aing dapet A, kalau kalah bakal dapet B', 'kalau bisa manjat pohon itu, kalian akan menang ini' it's betting bro.

Ada sebuah perspektif, menurut kalian ada kagak sebuah konstruk sosial atau Masyarakat tertentu yang sudah memenuhi threshold tertentu yang bisa dapat gain dari regulated gambling?

Jawaban tersebut harus dipikirkan dengan matang, jangan sampai jadi pembenaran, misal regulated gambling itu seperti kasino di Las Vegas. Regulated gambling itu kasino, Ketika kalian punya ketahanan ekonomi yang cukup, tentu Ketika masuk kalian punya persyaratan yang harus dipenuhi dan secara sadar dan sukarela masuk pintu Las Vegas.

Di dalam sana pun karena itu regulated, semua pengawasan dan tindakan untuk menjaga fairness dalam game tentu lebih baik daripada kalian main slot (gacor), ya bisa dikatakan tidak sempurna tapi lebih baik.

Jawaban tersebut bisa dibilang tidak gampang diuraikan karena cara berpikir Masyarakat linier yang oposisi biner yang membuat mereka makin jatuh lebih dalam (walau ga sedalam palung mariana). 

Ibarata nih satu influencer bilang, masalah judol itu selesai kalau kita bikin kasino, 'sekolah'. Karena kalau Pendidikan belum terpenuhi ada kasino malah menyebabkan masalah baru. Oke~ masalahnya sekarang bukan menghilangkan masalah yang lama, bahkan menciptakan masalah di kelas sosial yang berbeda.

Boleh tesis tersebut muncul ke permukaan kalau yang dibahas itu bukan soal destruksi yang timbul dari judol, tapi uang negara yang lari ke singapura atau lainnya sekian, mungkin bisa jadi landasan pikiran yang oke.

Kalau kita membicarakan soal konspirasi, ada sebuah cocoklogi maraknya pinjol sekarang ada hubungannya dengan maraknya judol, menurut kalian berkaitkan kah?

Bye~~~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun