Hai, balik membahas polemik masyarakat anak muda (kiwkiw cukurukuk), bisa dibilang sudah jadi masalah yang urgent juga. Karena ini berhubungan sama yang Namanya keuangan anak muda dan perhutang-hutangan masyakarat muda.
Pembahasan kali ini adalah bnpl a.k.a buy now pay later, ngutang-ngutang mulu demi gengsi atau mungkin kita biasa lebih kenal dengan pay later doang. Karena memang ternyata system pembayaran  pay later ini udah cukup marak banget dipakai sama anak-anak muda.
Terutama kualitas anak-anak muda sekarang yang emang apa-apa mau show off dan kebetulan target marketnya adalah mereka-mereka yang Gen Z. Hal ini memang jadi fenomena yang harus diketahui Masyarakat, karena system pembayaran yang seharusnya memang jadi alternatif kartu kredit. Akhirnya bukannya jadi alternatif malah justru naikin budaya ngutangnya anak muda yang tidak disapprove kartu kreditnya.
Oke kita bicara tentang BNPL a.k.a Buy Now Pay Later, sebuah istilah yang di dua sampai tiga tahun ke belakang mulai dikenal banyaklah sama orang Indonesia, bahkan billboardnya udah dimana-mana dari mulai iklan-iklan di marketplace di social media atau bahkan sampai banyak baliho-baliho kayak partai yang ada di jalan raya yang bisa kalian lihat dimana slogan-slogannya.
Sangat-sangat mendorong sekali anak-anak muda untuk bertransaksi dan ngutang. Dengan konsep beli sekarang bayar nanti (tapi jangan sampai melebihi batas waktu), menarik sekali bukan (?) dan layanan pay later ini juga ada beberapa jenis dari yang berdiri sendiri as a layanan paylater sampai yang terintegrasi sama marketplace.
Seperti ada di toko hijau, si oren dan toko-toko berwarna lainnya. Kenapa(?) system pembayaran ngutang tuh bisa ada, sebenarnya terdapat Sejarah yang terbilang Panjang. Mulai zaman dulu dari yang ada Namanya system deposit (bukan depo gacor ye) dan sampai akhrinya system ngutang ini tuh mulai berubah jadi kartu kredit pada masanya dan akhirnya popular sejak tahun 80-an di Amerika yang terus menjalar lagi ke negara-negara di dunia.
 Nah, tapi apa yang membedakan antara kartu kredit bank dengan aplikasi-aplikasi paylater ini dan jawaban itu ada pada kemudahan pendaftarannya. Jadi kayak yang seharusnya kalian pada sudah tahu juga kartu kredit itu kan cukup kompleks dalam pendaftarannya dan printilan dokumen yang harus disiapin tuh juga banyak.
Dari data salah satu bank terbesar di Indonesia, kebutuhannya itu mulai dari usia minimal pendaftaran di 21 tahun terus butuh fotokopi KTP, penghasilan bersih itu minimal 3 juta per bulannya, fotokopi NPWP, slip gaji dan juga buku tabungan 3 bulan terakhir.
Cukup banyak dan bisa dibilang tidak banyak juga orang yang kayaknya bisa dapat kartu kredit dengan printilan dengan detail-detail yang sangat banyak tersebut dan prosesnya juga tidak sampai di pengumpulan data-data yang ribet tadi, karena setelah itu juga harus isi formular dll.
Jawaban untuk system paylater ini benar-benar gampang banget buat dipakai. Bisa dikatan lawannya kartu kredit banget dan itu beneran cuman butuh KTP dan selfie bareng KTP. Paylater tidak perlu hal seribet kertu kredit, karena sambal tiduran pun daftar paylater, foto selfie sam KTP, terus apa (?) ya tinggal belanja ceria doang.
Cepat banget approvalnya, karena memang  proses verifikasinya bisa dibilang sat set bangetlah. Bahkan 24 jam udah bisa daftar, tidak perlu nunggu telponan sama CS atau sama bagian kredit dari bank dulu itu semua udah bisa di approve.
Makanya hal ini nyambung ke data statistic pengguna pay later yang ngebludak banget. Pay later udah jadi seperti pilihannya kawula muda (kiw kiw) untuk beli-beli barang untuk show off di sosmed mereka. Sedangkan kartu kredit jadinya ujung-ujungnya pilihan ya para boomer-boomer gitu.
Mei 2023 pengguna pay later sudah ada diangka 72,88 juta kontrak. Satu tahun kebelakang itu kenaikkannya sampai 33% dari yang sebelumnya ada diangka 54,7 juta kontrak pada tahub 2022 dan yang jadi masalah dari sebanyak itu pengguna, 62% pemilik rekening paylater adalah kawula muda dan 60% penyaluran dana dari paylater itu juga masuk ke pemilikkan rekening yang usianya diantara 19 sampai 34 tahun.
Tidak lupa juga kalau memang mayoritas paylater yang dikatahui itu mereka cara pembayarannya benar-benar jauh lebih gampang juga dari kartu kredit.Â
Factor yang memang tidak ada habis-habisnya, tapi yang cukup membedakan paylater dari kartu kredit ada di bagian bunganya. Karena bunga bank di Indonesia dibatasin di angka 2%, paylater ini belom punya batasan yang rata dan tiap layanan paylater punya bunga yang berbeda-beda dari 0-4%. Tapi dari bunga yang bisa sampai 4% ini, kenapa(?) layanan paylater tetap bisa laku.
Pdahal kalau beli barang udah jutaan kan lumayan juga itu per bulannya bisa bayar sampai ratusan ribu 4%-nya. Jawabannya buat pertanyaan tersebut tentunya ada di system cicilannya yang lumayan variative dari 3, 6, hin gga 9 bulan dan ada yang satu tahun.
Secara psikologi Masyarakat juga lihatnya seperti 'ah gak masalah cuma ratusan rebu doang, Cuma berapa persen kok tigak begitu berasa juga'. Padahal bunganya tidak kecil juga  dan belum lagi kalau cicilan tersebut didurasi yang lebih lama. Bunga dan biaya layanannya juga makin gede dan kecil-kecil dianggap kecil lama-lama makin numpuk.
Nah, bisa dikatakan paylater itu profil resikonya benar-benar tidak aman buat Masyarakat luas kalau tidak bisa dipakai dengan bijaksana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H