Sebuah inisiasi dari platform media sosial yang bertujuan untuk menjual produk mereka sendiri di platform tersebut. Jika hal ini benar terjadi, sudah pasti akan jauh lebih dari "bercyandya". Mari kita bedah tipis-tipis "Project S".
Beberapa tahun belakangan ini, TikTok telah menjelma menjadi salah satu platform yang sangat popular, pengguna di Indonesia merupakan jumlah pengguna terbesar "kedua" di dunia. Tahta tertinggi dengan pengguna terbanyak serta keterlibatan yang tinggi, kemudian menciptakan celah baru bagi mereka dan para penjual untuk memanfaatkannya sebagai medium pemasaran dan salah satu saluran penjualan yang penting.
Kolaborasi antara platform yang digandrungi, jumlah pengguna yang kian bertambah, Â dukungan subsidi gratis ongkir (full senyum kalau ini), dan kemudahan serta keamanan untuk betransaksi di TikTok shop telah menjadi racikan super Ajaib yang melahirkan berbagai cerita sukses dari TikTok.
Hal yang jarang kita ketahui adalah kenyataan, bahwa kisah-kisah sukses itu berlangsung, selama jutaan transaksi itu terjadi, selama itu pula platform ini menggeruk data dari para penggunanya (yang imut). Â TikTok sudah mengetahui hamper seluruhnya.
Berawal dari produk apa saja yang diminati (sama kalian), siapa saja yang membelinya, berapa banyak jumlah penjualannya, kapan waktu yang pas atau tepat untuk menjualnya, kemana saja produk dikirimkan, sampai berbagai variable data penting lainnya.
Data-data barusan tentu bakal sangat bernilai dan dapat diolah serta digunakan untuk keperluan apa saja yang dapat menghasilkan benefit (bukan FWB yaaa~~). Selain itu, mereka dapat mengembangkan aplikasinya sesuai dengan perilaku pengguna untuk meningkatkan jumlah transaksi yang terjadi.
Lewat project s dari tiktok shop, diduga akan menggunakan data mengenai produk-produk yang laris di suatu negara untuk kemudian diproduksi di negara tertentu dan menjualnya sendiri.
Jika tidak ditangani secara baik dan hati-hati, proyek ini punya dampak menikam yang jauh lebih luas (area damage banget ini emang). Dengan teknologi serta sumber daya yang melimpah, algoritma canggih yang dimilikinya, TikTok diyakini akan mampu mendorong produk-produk murah dari suatu negara yang membanjiri pasar dunia.
Menteri koperasi dan UMKM, bapak Teten Masduki, mengungkap jika kementriannya mulai mewaspadai ancaman dari 'Project S' Â terhadap UMKM di Indonesia. Beliau juga menduga jika platform ini bisa menjadi sumber informasi bagi UMKM di luar negeri yang mau memasarkan produknya di Indonesia. Karena hal ini lebih mudah diketahui apa saja yang dibutuhkan oleh orang Indonesia.
Pihak TikTok angkat bicara, menanggapi isu-isu yang sedang bergulir. Mereka tidak ada bisnis lintas batas di TikTok Shop Indonesia. Selain itu, mereka juga menegaskan bahwa Project S ini tidak berpotensi masuk ke Indonesia (amg ea ?) untuk saat ini maupun entah kapan.Â
Yah, jika isutersebut terbukti benar dan pada akhirnya bakal masuk ke Indonesia tanpa ada regulasi yang jelas, hal ini bakal mengancam para pelaku usaha di TikTok, karena mereka bakal dengan mudah mengambil teluk pasar yang sebelumnya diisi UMKM lokal.
Kalau boleh jujur, saat ini barang-barang impor telah tumpah ruah dan mendominasi e-commerce maupun social commerce di Indonesia. Masalah ini sejatinya sudah menjadi kenyataan. Tapi barang-barang impor yang langsung diproduksi, dijual, dan dikirim dari negara asalnya dengan mengintip data penjualnya yang ada, mempunyai potensi jadi masalah yang runyam.
Lalu hal apa yang bisa kita petik dari sini bersama-sama?
Kita memerlukan aturan yang tegas mengenai social commerce yang saat ini berada di ruang kosong regulasi. Pemerintah perlu mendefinisikan ulang social commerce sebagai e-commerce yang patuh pada aturan main dan perpakaian di Indonesia.
Hal tersebut saja belum dari kata 'cukup'. Sebagai pebisnis dari penjual, kita atau mungkin teman-teman lebih menyadari kerugian yang timbul saat bergantung sepenuhnya kepada suatu platform. Kita mungkin dapat memanfaatkan dan menggunakan secara "maksimal"seluruh channel yang ada, termasuk marketplace dan social commerce yang sedang naik saat ini, tapi jangan sampai terlalu larut hingga terjun bebas di dalamnya.
Sebab media sosial datang dan pergi. Plafform online lahir dan mati. Tren muncul dan tenggelam. Semua ketergantungan yang berlebih, apapun bentuknya, pasti akan membuat kita jadi tenggelam dalam kehampaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H