Mohon tunggu...
Alexander Mario Amarta
Alexander Mario Amarta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang memiliki ketertarikan dalam melakukan penulisan dan juga dalam dunia perfilman

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Chat GPT: Kawan atau Musuh bagi Jurnalisme di Masa Depan?

19 Oktober 2023   12:53 Diperbarui: 19 Oktober 2023   12:55 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejatinya, jurnalisme merupakan kegiatan mengumpulkan dan memberikan berita kepada khalayak luas dengan tujuan untuk menginformasi dan mengedukasi. Widodo (2020, h.55) menjelaskan bahwa kegiatan jurnalisme pada masa lalu merupakan kegiatan dimana wartawan melakukan proses news gathering atau mencari dan mengumpulkan berita berupa peristiwa yang berada di lapangan yang kemudian melalui proses penulisan, penyuntingan, hingga berakhir di proses pendistribusian berita. Namun, jurnalisme pun telah berkembang di masa sekarang.

 Jurnalisme masa kini sudah tidak lagi seperti yang dulu. Jurnalisme masa kini lebih mengedepankan khalayak yang tidak lagi pasif, melainkan khalayak yang aktif yang tidak hanya aktif mengkonsumsi berita, tetapi juga aktif dalam membuat berita (Widodo, 2020, h.55).

Seiring dengan berkembangnya jurnalisme, pun sama halnya dengan perkembangan teknologi. Teknologi yang semakin hari semakin canggih ini, bisa mempermudah banyak aspek dalam hidup kita. Teknologi yang sekarang sedang marak diperbincangkan adalah Artificial Intelligence atau disingkat AI yang bisa dibilang "mempermudah" hidup kita. 

Salah satu teknologi AI yang mungkin sudah familiar di telinga anda adalah Chat GPT. Chat GPT sendiri merupakan salah satu aplikasi milik perusahaan AI yang bernama Open AI yang dimana aplikasi tersebut dirilis pada bulan November 2022 (Hardiansyah, 2022). Melalui Chat GPT, pengguna bisa mendapatkan respon tanggapan, prediksi, dan segala macam jawaban tergantung dengan pertanyaan yang kita berikan. Chat GPT juga bisa membantu kita dalam membuatkan lagu, sajak puisi, mencarikan jurnal, dan masih banyak lagi (Hardiansyah, 2022).

Lalu, bagaimana perkembangan teknologi AI seperti munculnya Chat GPT ini bisa membantu para jurnalis atau kegiatan jurnalisme? Atau dengan hadirnya Chat GPT, justru menjadi pisau bermata dua bagi para jurnalis? Mari kita dalami bersama.

Munculnya teknologi AI dalam dunia pers atau media penyiaran sebenarnya sudah pernah muncul terlebih dahulu melalui salah satu Stasiun TV Indonesia yaitu TvOne, dimana Tv One sudah pernah melakukan penyiaran menggunakan presenter AI bernama Sasya, Nadira, & Bhoomi (Giovanni & Ganinda, 2023). Tidak hanya itu, TvOne juga meluncurkan TvOne.ai yang mereka klaim sebagai pelopor media berbasis AI pertama di Indonesia  (Giovanni & Ganinda, 2023). 

Menurut TvOne sendiri ini merupakan langkah awal bagi mereka untuk bisa lebih mendalami dunia virtual, dan menurut mereka profesi jurnalis tidak akan tergusur, karena AI atau presenter AI yang mereka buat juga masih dikendalikan dan menggunakan suara manusia langsung (Giovanni & Ganinda, 2023).

Kaltimtoday.co
Kaltimtoday.co

Dengan TvOne yang sudah mulai menggunakan presenter AI, tentu bisa dikatakan bahwa perusahaan media di Indonesia juga sudah mulai melek terhadap teknologi yang ada. Akan tetapi, kita perlu menyadari dan mengkritisi hal ini juga bahwa dengan hadirnya AI, tentu bisa menjadi ancaman bagi orang-orang yang bekerja di media atau menjadi jurnalis. Kalimat dari TvOne yang mengatakan bahwa AI ini tidak akan menggusur profesi jurnalis tentu hanya menjadi kalimat penenang semata. Karena kenyataan yang terjadi sekarang adalah, AI sudah semakin marak digunakan di banyak profesi pekerjaan, terlebih pekerjaan media. 

Chat GPT merupakan salah satu ancaman yang kuat bagi para jurnalis dan kegiatan jurnalisme kedepannya. Kemampuan Chat GPT untuk memberikan hasil apapun itu atas segala pertanyaan yang kita inginkan, membuat kemampuan jurnalis dalam menulis dan mengolah berita terkesan tidak ada apa-apanya. Memang benar adanya, bahwa jurnalis di masa depan diharapkan bisa memaksimalkan aspek interaktivitas, kedalaman berita, serta tampilan visual yang menggugah khalayak (Haryanto dalam Widodo, 2020, h.57). Kendati demikian, kita tidak bisa menutup mata pula pada akar dari kegiatan jurnalistik yang mana jurnalis diharuskan memiliki kemampuan untuk mengolah dan menulis berita agar bisa diterima dengan baik oleh masyarakat. Akan tetapi, dengan kehadiran Chat GPT, seakan-akan kemampuan tersebut dirampas begitu saja.

Guru Besar Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), Bambang Riyanto Trilaksono mengatakan bahwa pekerjaan yang sifatnya high-level dan membutuhkan penalaran yang tinggi tentu akan sulit digantikan oleh AI, yang artinya mereka akan menjadi asisten manusia (CNN Indonesia, 2023). Lain halnya, pada pekerjaan yang sifatnya low-level yang sifatnya repetitif dan sederhana, sudah pasti akan dengan mudah digusur oleh AI. AI memberikan contoh seperti pekerjaan penulis dan pembuat konten yang bisa dilaksanakan oleh Chat GPT (CNN Indonesia, 2023).

Anda perlu mengetahui bahwa pada bulan Maret 2023, CNET, perusahaan media milik Amerika telah melakukan PHK kepada 10% staf nya dikarenakan perusahaan CNET berhasil menggunakan AI dalam membuat artikel berita (CNN Indonesia, 2023). Pada bulan Januari 2023, CNET sebenarnya terungkap menggunakan teknologi AI untuk membuat berita dan ternyata kebenarannya adalah semenjak bulan November 2022, mereka telah menerbitkan 77 artikel menggunakan mesin AI. 

Setelah terungkap melakukan tindakan tersebut, CNET mengumumkan melalui pertemuan staf, bahwa mereka tidak akan menggunakan teknologi AI lagi dalam membuat berita. Namun, pada bulan Februari 2023, CNET kembali menggunakan teknologi tersebut dan pada bulan Maret mereka melakukan PHK besar-besaran (CNN Indonesia, 2023).

Dari pemaparan fakta dan data yang telah saya berikan, kita seharusnya dapat melihat dan menyadari bahwa banyak perusahaan media di zaman sekarang sudah mulai "menggantungkan" harapan mereka pada teknologi AI dan melihat keberadaan AI sebagai suatu hal yang menjanjikan di masa depan. 

Kecepatan dan kelengkapan hasil yang diberikan oleh AI tentu dijadikan tumpuan untuk kedepannya. Dari sini pula, kita bisa menyadari bahwa profesi jurnalis semakin terancam dengan hadirnya teknologi AI seperti Chat GPT ini. Banyaknya jurnalis dan pekerja media mengalami PHK atas kejadian munculnya teknologi AI dan mengakibatkan profesi jurnalis menjadi salah satu profesi yang paling rawan untuk digantikan.

Sebenarnya, memang ada banyak cara yang ditunjukkan agar kita dan pekerjaan kita tidak dengan mudah disalip oleh AI, yang mana dikatakan bahwa kita harus bisa hidup berdampingan dengan AI dan menjadikan mereka sebagai asisten kita. Tetapi, dalam pekerjaan seperti jurnalis, hal ini bisa menjadi sangat membahayakan, apalagi secara perseorangan. Chat GPT bisa membantu jurnalis dengan hal seperti, melakukan riset informasi, memberikan saran, memberikan ide baru, atau sekalipun memberikan daftar pertanyaan wawancara. 

Namun, hal ini bisa dikatakan sebagai suatu tindakan yang salah, karena tidak menutup kemungkinan bahwa dengan kemudahan menggunakan Chat GPT justru membuat jurnalis menjadi malas dan berujung pada pembuatan berita yang tidak kredibel untuk disebarkan kepada khalayak luas. Tindakan seperti ini juga bisa diasosiasikan dengan penyalahgunaan Kode Etik Jurnalistik.

Pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 1, dinyatakan bahwa  "Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk." (Bekti & Samsuri, 2013, h.291). Tafsiran akan kata "independen" dapat diartikan sebagai memberikan berita sesuai dengan hati nurani jurnalis tanpa adanya intervensi atau campur tangan dari pihak lain (Bekti & Samsuri, 2013, h.291).

 Dengan pernyataan ini, kita seharusnya bisa mengkritisi tindakan jurnalis apabila memutuskan untuk menggunakan Chat GPT dalam "membantu" mereka menulis berita, hal ini dikarenakan dengan adanya campur tangan dari Chat GPT, pemikiran jurnalis menjadi tidak murni dan berita yang disebarkan pun juga berarti bukan berita yang murni dari isi hati sang jurnalis.

Begitu pula pada Pasal 2, dinyatakan bahwa "Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik." (Bekti & Samsuri, 2013, h. 292 ). Dalam tafsiran "cara-cara profesional" dinyatakan bahwa salah satu cara adalah untuk menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya (Bekti & Samsuri, 2013, h. 292 ). 

Apabila seorang jurnalis mendapatkan referensinya dari Chat GPT yang mana sudah menjadi tugas dari Chat GPT untuk memberikan jawaban-jawaban yang akurat, lantas sumber faktual apa yang akan dicantumkan oleh sang jurnalis? Tentu dengan menuliskan Chat GPT akan membuat jurnalis melanggar Kode Etik Jurnalistik yang telah melekat dengan profesinya.

Dengan hadirnya teknologi AI seperti Chat GPT dalam konteks jurnalisme dan profesi jurnalis, dapat membantu manusia dalam mempermudah pekerjaannya. Tetapi di sisi lainnya, Chat GPT telah menjadi pisau bermata dua, karena kehadiran Chat GPT tidak hanya perlahan-lahan menggusur mata pencaharian seorang jurnalis, tapi mereka juga bisa menjadi salah satu alat untuk mempertanyakan integritas seorang jurnalis. 

Penggunaan Chat GPT yang begitu ambigu dan besarnya ekspektasi yang ditaruh pada teknologi AI ini, membuat masa depan jurnalis dan jurnalisme menjadi semakin kabur. Oleh karena itu, penting bagi seorang jurnalis untuk dapat mengikuti perkembangan zaman dan segala perubahannya, sehingga kegiatan jurnalisme pun tidak dengan mudahnya akan digantikan oleh teknologi AI seperti Chat GPT ini. Karena mereka mesin dan kita adalah manusia, maka kita lah penentunya.

Apakah kita akan digantikan? Ataukah kita akan berjalan beriringan?

Sumber Referensi:

Bekti, N. & Samsuri. (2013). Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas. Jakarta: Dewan Pers

CNN Indonesia, ( 2023, Maret 06). CNET Pangkas 10 Persen Staf, Efek Pakai AI untuk Bikin Artikel?. CNN Indonesia. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230306174144-185-921619/cnet-pangkas-10-persen-staf-efek-pakai-ai-untuk-bikin-artikel 

Giovanni, G & Ganinda, N. (2023, Mei 05). Presenter Berita Virtual AI Hadir di Tanah Air, Masyarakat Siap?. VOAIndonesia.com. Diakses dari https://www.voaindonesia.com/a/presenter-berita-virtual-ai-hadir-di-tanah-air-masyarakat-siap-/7079939.html 

Hardiansyah, Z. (2023, Februari 13). Mengenal OpenAI, Perusahaan di Balik ChatGPT yang Elon Musk Pernah Ikut Terlibat. Kompas.com. Diakses dari https://tekno.kompas.com/read/2023/02/13/10300057/mengenal-openai-perusahaan-di-balik-chatgpt-yang-elon-musk-pernah-ikut-terlibat?page=all 

Widodo, Y. (2020). Buku Ajar: Jurnalisme Multimedia. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun