Film merupakan gambar bergerak yang memiliki cerita didalamnya yang juga digunakan sebagai produk komunikasi dalam menyampaikan pesan kepada khalayak (Astuti, 2022, h. 5).Â
Di Indonesia, perusahaan film sudah berdiri semenjak tahun 1926, dimana itu pertama kali didirikan di Bandung dan memiliki nama NV Java Film Company. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang memproduksi film Loetoeng Kasaroeng (1926) yang merupakan film bisu pertama bagi tanah air (Astuti, 2022, h.7).
Apabila kita berbicara mengenai perfilman Indonesia. Film horror atau genre film horror merupakan bagian yang sulit untuk dipisahkan atau bahkan bisa dibilang sudah melekat kepada stigma perfilman Indonesia.
Genre horror sudah lahir bagi tanah air bahkan lama sebelum Indonesia merdeka.  Kantika Van Heeren dalam Permana (2014, h.561 ) mengatakan bahwa Film horror pertama Indonesia diproduksi ketika Indonesia masih berada di bawah jajahan Hindia Belanda, tepatnya pada tahun 1934 dengan judul Doea Siloeman Oeler Poeti en Item.Â
Seiring berjalannya waktu, perfilman Indonesia sudah menghasilkan banyak sekali judul film horror yang cukup ikonik. Seperti Ratu Ilmu Hitam (1981) , Suzanna: Malam Satu Suro (1988), Pengabdi Setan (2017) dan masih banyak lagi.
Namun dari sekian banyaknya judul film horror yang telah diproduksi oleh perfilman Indonesia. Tahukah anda bahwa pada masa pasca reformasi tepatnya pada tahun 2001, terdapat satu judul film horror yang memiliki peran penting bagi perfilman Indonesia?
"Datang Tak Di Jemput, Pulang Tak Diantar"
Apakah anda pernah mendengar slogan ini?
Kalimat atau slogan ini mungkin sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia terutama di telinga penikmat film horror tanah air. Slogan yang berasalkan dari hantu tanah air yaitu Jalangkung yang melakukan "debut"  pertama nya melalui film yang disutradarai oleh Jose Poernomo dan Rizal Mantovani yaitu Jelangkung (2001). Â
Film Jelangkung (2001) ini bercerita tentang empat sekawan (Soni, Ferdi, Gita, & Â Gembol) yang berasal dari Jakarta yang selalu penasaran untuk mencari pengalaman baru mengenai hal-hal yang berbau angker dan mistis. Â
Kesal dan jenuh karena tidak menemukan apa yang mereka inginkan, akhirnya ke empat sekawan ini memutuskan untuk berpergian ke sebuah desa di Jawa Barat bernama Angkerbatu yang kabarnya banyak terjadi kasus kerasukan disana. Setibanya disana, mereka mendapatkan sebuah kuburan tanpa nama di tengah hutan desa tersebut.Â
Kuburan tersebut sangatlah misterius karena penempatan nya yang seperti diasingkan dari kuburan yang lainya. Setelah tiga hari tanpa berbuah hasil, ke empat sekawan ini memutuskan untuk pulang ke Jakarta pada hari ke empat.Â
Semalam sebelum hari kepulangan, salah satu dari empat sekawan ini yaitu Soni memutuskan untuk melakukan ritual Jelangkung di kuburan misterius tersebut. Mengetahui perbuatan tidak terpuji yang dilakukan oleh Soni, teman-teman lainnya  memaksa Soni untuk menghentikan ulahnya tersebut.Â
Kesal tidak mendapat hasil yang diinginkan, Soni akhirnya menancapkan boneka Jelangkung ke dalam kuburan misterius tersebut dan meninggalkan teman-temannya. Akibat dari tindakan yang tidak terpuji ini, satu persatu dari mereka mulai mengalami peristiwa aneh nan mengerikan dan diteror oleh hantu yang bergentayangan di sana dan tanpa mereka sadari rencana mereka untuk pergi dari desa Angkerbatu ternyata tidak semudah itu (Andara, 2022)
Peran film Jelangkung (2001) dalam perfilman Indonesia tidak hanya semata demi menjadi sebuah film horror yang mengerikan atau sebuah film horror yang berhasil mengusung tema "urban legend". namun film keluaran 5 Oktober 2001 ini berhasil melakukan perubahan besar bagi perfilman Indonesia, terutama bagi film dengan genre horror.
Produksi film horror di Indonesia mengalami masa kejayaan nya pada tahun 1970-an, yang mana kebanyakan film horror pada masa itu, selalu mengusung tema folklore lokal atau mengambil kisah-kisah yang berasal dari tanah Jawa. Seperti film Lisa (1971) atau Beranak dalam Kubur (1971) yang menggunakan hantu-hantu khas Indonesia seperti Kuntilanak maupun Sundel Bolong ( Kusumaryati dalam Permana, 2014, h.562). Setelah dekade 1970-an, tren pembuatan film horror di Indonesia mengalami penururan yang cukup drastis.
Pada dekade 1980-an, tercatat hanya ada 78 judul film horror yang diproduksi oleh perfilman Indonesia. Tidak berhenti disitu, pada dekade 1990-an, penurunan tersebut malah makin parah, yaitu hanya ada 35 judul film horror yang diproduksi oleh perfilman Indonesia (Kusumaryati dalam Permana, 2014, h.562). Hingga akhirnya, setelah mengalami penurunan drastis, film horror Indonesia memasuki periode baru yaitu periode pasca reformasi, yang mana jejak awal periode ini diawali oleh film Jelangkung (2001).Â
Sebagai film horror yang terpandang bagi masyarakat Indonesia setelah perfilman Indonesia terkhusus film horror mengalami penurunan drastis, Jelangkung (2001) tentu memiliki prestasinya sendiri. Di kawasan Jabodetabek, pada bulan Oktober 2001 hingga Januari 2002, film ini berhasil meraup sebanyak 784.003 penonton dan sekitar satu juta lebih penonton apabila ditambahkan dengan penonton di luar kawasan Jabodetabek (Permana, 2014, h. 563).Â
Tidak hanya itu, pada Festival Film Bandung di tahun 2002, film Jelangkung (2001) berhasil memenangkan penghargaan dalam kategori Efek Khusus Terpuji  (Permana, 2014, h. 563).Â
Film Jelangkung (2001) berhasil menjadi titik balik film horror Indonesia dan menghidupkan kembali semangat tren film Horor Indonesia yang telah lama mati suri. Film Jelangkung (2001) digadang-gadang sebagai tonggak tren film horror remaja di Indonesia (Ichsan, 2013). Serta menjadi tapak awal bagi film horror Indonesia di tahun 2000-an.Â
Akibat dari suksesnya film Jelangkung (2001) ini, dalam periode 2001 - 2007 dominasi film horror dalam produksi film di Indonesia kembali muncul. Sebanyak 40% film yang diproduksi dari perfilman Indonesia pada rentang waktu tersebut ialah film horror (Kusumaryati dalam Permana, 2014, h.561)Â
Oleh karena itu, Film Jelangkung (2001) merupakan film yang sangat penting dalam tonggak sejarah perfilman Indonesia. Karena dengan hadirnya film ini pada tahun 2001, film horror di Indonesia kembali bangkit dan hingga di masa kini secara terus menerus dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Sumber:Â
Aranda, Cosa. 2022. Alur Cerita Film Jelangkung (2001) | Nekat Ritual Bikin Nasib Jadi Siyal. curcol.Com. Diakses dari https://curcol.co/alur-cerita-film-jelangkung-2001-3238, pada tanggal 12 September 2023
Astuti, R.A. V. (2022). Filmologi Kajian Film (1st ed.). UNY Press.
Ichsan. 2013. Film Nasional dan Harapan Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri. Detikhot.com. Diakses dari https://hot.detik.com/movie/d-2208961/film-nasional-dan-harapan-jadi-tuan-rumah-di-negeri-sendiri , pada tanggal 12 September 2023.
Permana, Karis. S.A. 2014. Analisis Genre Film Horror Indonesia Dalam Film Jelangkung (2001). Jurnal E - Komunikasi, Vol.3, No.3. Diakses dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/comm71d9b64ac3full.pdf , pada tanggal 12 September 2023.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI