Warna warni dimataku tampak samar mengelilingi
Seperti itulah hariku dalam kebohongan
Senyumku ceria nampak dimata alam
Tak ku sangka, ternyata ku mampu membohongi dunia
Hahaha kataku pada alam semesta yang ku dustakan
Lihat, indahnya pelangi itu begitu sedap dipandang
Keindahanya yang kudustakan melawan perasaan
Birunya laut pun tak tampak biru yang ternyata keruh
Awan putih dibawah langit tak pernah ku lihat lagi
Sepanjang hari selalu mendung gelap
Ya, tanpamu begitulah hari-hariku
Tak ada lagi warna setelah kamu
Hanya ada warna abu disetiap langkahku
Telah menyiakanmu adalah hal terbodoh
Kau pergi dengan sejuta luka karena salahku
Untuk selamanya dan tak pernah kembali
Tersesal membiarkan semua terjadi begitu saja
Ku kira hanya sementara, ternyata tidak
Entah sampai kapan dihantui rasa bersalah dan sesal
Penyesalan, penyesalan dan penyesalan yang ku jumpa
Kini ku tersadar apa itu arti ketulusan
Apa itu cinta dan apa itu kasih
Kasih itu adalah kamu
Cinta pun adalah kamu
Serta tulus adalah kamu
Kamu adalah bintangku yang tak bisa ku lihat kembali
Karna awan mendung itu tak pernah bergeser bahkan menghilang
Alampun tak pernah menurunkan air dari awan mendung itu
Hanya setetes dua tetes air hujan mampu turun
Lalu kemudian awan mendung terus semakin bertambah
Aku hanyalah tetesan embun yang pernah jatuh ditelagamu
Dan aku adalah noda tinta hitam yang mengotori putih hatimu
Akulah pisau tajam yang selalu memberimu luka di setiap hela nafasmu
Sedang kau adalah benih kasih yang dipupuk jutaan tulus
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI