Mohon tunggu...
Ales Tiara Fadilah
Ales Tiara Fadilah Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMP IT Miftahul Ihsan

Tenaga Pendidik SMP IT Miftahul Ihsan Kota Banjar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kutukan Misteri Part 5

9 Desember 2022   21:00 Diperbarui: 9 Desember 2022   21:06 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ales segera menuliskan keywoard "Topeng Pemujaan Berbentuk Bintang dan Matahari" di google, beberapa detik kemudian berbagai macam gambar topeng muncul dilayar laptop. Ales dan Yansen memperhatikannya satu persatu dan akhirnya mereka pun menemukan topeng yang mereka cari.

Sekte Mangali (Dewa Kebangkitan)

Sekte Mangali merupakan aliran sesat yang pernah beredar di tahun 1940-an di bagian negara Afrika. Sekte Mangali mempercayai bahwa Dewa Kebangkitan, yang digambarkan dengan topeng tersebut, dapat menghidupkan kembali seseorang dengan memberikan tumbal kepada Dewa Kebangkitan. Salah satu tumbal yang juga berperan sebagai Dewa Kebangkitan akan mengambil roh-roh yang telah dipilih sebagai tumbal awal untuk kemudian Dewa Kebangkitan sendiri yang akan mengambil roh tumbal terakhir. Sekte Mangali di Indonesia pernah menjadi kasus yang cukup menghebohkan saat sebuah keluarga di Bandung mempraktekkannya di tahun 1970-an. 

Namun praktek tersebut tak berjalan lama karena warga berhasil mengendus kegiatan sesat itu. Keluarga itu meninggal secara mengenaskan di rumah mereka sendiri setelah dibakar oleh warga. Seorang pembantu mereka ikut menjadi korban karena tak sempat menyelamatkan diri, sedangkan Adik si pembantu yang berusia 15 tahun, menghilang entah kemana. Warga memperkirakan Adik dari pembantu itu akhirnya menjadi tumbal terakhir untuk Dewa Kebangkitan. 

Pada akhirnya rumah itu beberapa kali direnovasi oleh Pak Haryono, pemilik rumah tersebut setelah kejadian itu, namun kesan angker di rumah itu tak pernah sirna hingga Pak Haryono memutuskan untuk menjualnya. Tapi berita mengejutkan kembali terjadi saat keluarga tersebut dikabarkan meninggal seminggu setelah meninggalkan rumah itu. Sepertinya kini rumah itu telah menjadi rumah kutukan dari Dewa Kebangkitan.

Ales dan Yansen tampak terdiam setelah membaca artikel itu, tatapan mereka tak lepas dari monitor yang masih menampilkan isi artikel itu.

"Rumah kutukan? Ales, coba kamu tanya Ayahmu di mana keluarga Tommy tinggal sebelum mereka terbunuh. Mungkin Ayahmu tahu," ucap Yansen. Ales menatap Yansen ragu, namun akhirnya dia pun segera menghubungi Ayahnya.

"Ada apa Ales?" tanya Papanya via telepon.

"Pa, aku mau nanya dong. Tahun 1992 ada kasus pembunuhan yang sama persis dengan yang Papa tangani di jalan Mawar Hitam sepuluh tahun lalu. Korbannya adalah keluarga Tommy. Papa tahu ga di mana mereka tinggal sebelum terbunuh?" tanya Ales.

"Untuk apa kamu menanyakan ini?" tanya Papanya balik.

"Eeeh itu....ada tugas sekolah Pa. Aku dapat tugas untuk membuat artikel tentang pembunuhan berantai," ucap Ales berbohong.

"Oh untuk tugas sekolah. Kejadiannya terjadi di Surabaya. Sebelumnya keluarga Tommy pernah tinggal di rumah No.13 di jalan Mawar Hitam, tempat di mana Pak Anton meninggal," jawab Papanya.

"Makasih ya Pa," ucap Ales.

"Tunggu! Dari mana kamu tahu kasus ini? Padahal kasus ini terjadi tiga puluh tahun yang lalu dan kamu belum lahir, bahkan Papa juga belum menikah?" tanya Papanya.

"Ada deh Pa, sekali lagi makasih infonya," ucap Ales menutup telepon.

"Gimana Les?" tanya Yansen.

"Keluarga itu juga dulunya tinggal di rumah itu. Tapi apa hubungannya rumah No.13 itu dengan empat pembunuhan misterius ini?" tanya Ales balik.

"Aku rasa rumah itu adalah awal dari semua kutukan ini. Artinya siapa pun yang pernah tinggal di rumah itu maka mereka akan kena kutukan. Sejauh apapun mereka pergi, mereka tetap ga akan selamat. Entah gimana caranya pembunuh itu ngelakuinnya, tapi yang pasti ini ada hubungannya dengan hal gaib," jawab Yansen.

"Kalau gitu, kita harus segera kasih tahu Vivie dan keluarganya sebelum terlambat," ucap Ales panik.

Ales dan Yansen segera naik ke mobil dan bergegas menuju rumah Vivie. Awan mendung yang berarak menyelimuti kota Bandung semakin membuat suram hari yang kini telah beranjak semakin sore. Namun begitu sampai di rumah itu, mereka tak menemukan sosok siapa pun di sana.

"Kayaknya mereka udah pergi deh, gimana nih?" ucap Ales panik.

"Coba kamu telepon! Kamu punya nomornya kan?" usul Yansen. Dengan cepat Ales segera menghubungi Vivie, namun ternyata nomornya tidak aktif.

"Nomornya ga aktif," ucap Ales semakin panik.

"Kita ga tahu di mana alamat rumahnya yang dulu. Kamu terus coba hubungi dia, aku akan ke sekolah untuk mencari alamat Vivie di arsip siswa," ucap Yansen.

Ales menganggukkan kepalanya, Yansen dengan cepat melajukan mobilnya menuju sekolah. Di kejauhan seorang wanita tua tampak memperhatikan mereka dengan senyuman jahat.

****

Malam itu Vivie duduk dalam diam memperhatikan Papanya yang hilir mudik di depannya. Mereka baru saja tiba di rumah mereka yang dulu.

"Kenapa sih Pa kita pindah dadakan gini? Bukannya kita udah mulai nyaman di Bandung?" tanya Sandi.

"Iya Pa, kalau kita balik lagi ke sini terus kerjaan Papa gimana?" tanya Mamanya.

"Maafkan Papa. Papa terpaksa ngelakuin ini karena Papa ga mau kalian celaka," jawab Papanya.

"Maksud Papa apa? Kita baik-baik aja kok di sana," tanya Yola.

"Semua ga sebaik yang kalian pikirkan. Papa melihatnya sendiri sosok bertopeng aneh itu," jawab Papanya.

"Sosok aneh? Siapa Pa?" tanya Mamanya.

"Kalian ingat waktu kejadian Yola tidur sambil jalan? Sebenarnya Papa melihat semuanya. Yola ga tidur sambil jalan, tapi ada seseorang yang membawanya ke halaman. Seseorang dengan topeng aneh dan sebuah kapak di tangannya. Papa sangat ketakutan saat itu sampai Papa ga bisa ngelakuin apapun. Papa rasa nyawa kita semua terancam," jawab Papanya.

"Maafkan Papa karena udah bikin kalian takut, Papa janji akan melindungi kalian dari teror sosok itu," seru Papanya meyakinkan.

Karena kelelahan, mereka semua pun bergegas ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Sesampainya di kamar, Vivie menemukan sebuah CD berjudul "Kutukan Yang Hilang." Diambilnya CD itu dan diperhatikannya dengan seksama sampai-sampai dia tidak menyadari kalau Yola sudah berada di sampingnya.

"Lesu banget Kak, mau aku buatin minum ga?" tanya Yola.

"Boleh deh, teh manis aja," jawab Vivie. Secepat kilat Yola beranjak ke dapur dan kembali dengan membawa 5 gelas teh manis hangat.

"Banyak banget bikinnya, kita kan berdua?" tanya Vivie.

"Yang 3 lagi buat Kak Sandi, Papa, dan Mama," jawab Yola sambil berlalu dari kamar Vivie. Sedangkan Vivie kembali memperhatikan CD itu. Setelah berpikir lama, Vivie akhirnya memutuskan untuk menonton CD itu.

Film dimulai dengan adegan mobil keluarga Haryono yang terbakar, dan tiba-tiba saja kamera mengarah pada sosok bertopeng Sekte Mangali itu. Perlahan pembunuh itu membuka topengnya dan Vivie pun terkejut saat melihat sosok di balik topeng itu, ternyata dia adalah Sisca, anak bungsu Pak Haryono yang dikabarkan menghilang. Kemudian Sisca melangkahkan kakinya ke arah kobaran api yang sangat besar itu dan akhirnya dia pun ikut tewas terbakar.

Adegan beralih ke peristiwa pembunuhan keluarga Tommy. Setelah membunuh Pak Tommy dan keluarganya, pembunuh itu membuka topengnya dan dia adalah Nabilah, anak bungsu Pak Tommy. Kemudian Nabilah mengambil golok dan memenggal kepalanya sendiri.

Dua pembunuhan lainnya telah dapat ditebak oleh Vivie, pembunuhnya yaitu Okta dan Angel. Setelah membunuh keluarganya, Okta ikut menenggelamkan dirinya di kolam. Dan Angel pun ikut menggantung tubuhnya bersama keluarganya. Tiba-tiba saja handphone Vivie berbunyi, dengan cepat dia pun segera mengangkatnya.

"Vivie, kenapa nomor kamu baru aktif? Kamu dimana sekarang?" tanya Ales panik via telepon.

"Aku di rumah yang di Bogor," jawab Vivie.

"Sebaiknya cepat kamu pergi dari situ, asal kamu tahu ternyata semua korban pembunuhan itu pernah tinggal di rumah No.13 itu. Rumah itu adalah awal kutukan untuk korban yang akan ditumbalkan. Aku rasa pembunuhnya akan ngelakuin hal yang sama pada keluargamu," ucap Ales.

"Aku ga bisa pergi Les, dia udah tiba," ucap Vivie saat melihat sosok bertopeng itu berdiri di pintu kamarnya yang terbuka.

Handphone yang dipegang Vivie pun terjatuh, seketika tubuhnya menjadi lemas. Ditatapnya sosok bertopeng yang menggenggam kapak itu, dari postur tubuhnya Vivie tahu siapa sosok di balik topeng itu, dan dia adalah Yola. Perlahan sosok itu pun menghampiri Vivie yang mulai ketakutan.

"Selamat malam Kak, gimana teh buatan aku? Aku yakin Kakak akan tidur nyenyak malam ini, sama seperti Kak Sandi, Mama, dan Papa," ucap Yola.

Vivie hanya bisa pasrah ketika Yola menyeretnya ke ruang tengah. Sesampainya di ruang tengah Vivie melihat sosok Sandi, Papa, dan Mamanya yang telah terbujur pingsan dengan tubuh terikat.

Tiba-tiba saja Yola kembali menyanyikan lagu menyeramkan yang pernah dinyanyikan dulu berjudul "Burung Gagak Malang." Vivie memejamkan matanya saat Yola mulai mengayunkan Kapak itu ke arahnya.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...." teriak Vivie.

BERSAMBUNG. . . .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun