Jogja yang harus ke sana. Pemikiran yang sangat ekonomis dan membuahkan hasil.
Saat itu, ia berpikir mengapa ia tak membawa Klathak Khas Jejeran ke kota Yogyakarta dibandingkan wargaAwal mula nama Pak Jede juga terbilang cukup unik. Pak John Hidayat selaku investor adalah inspirasi dari nama sate yang terkenal satu ini. "Awalnya mau di beri nama Pak Dayat.Â
Tapi saya bilang jelek, mending buat yang lebih unik saja, John Dayat (JD). Tapi ditambah 'e' agar lebih mudah untuk dibaca. Jadilah akhirnya Pak Jede." Kata pria yang sudah memiliki dua orang anak ini.
Tak hanya itu, awalnya sate yang dikelola Pak Haris ini belum ramai pengunjung dan karyawan yang dimiliki juga hanya 8 orang. Namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya usaha ini, kini Sate Pak Jede sudah memiliki 17 karyawan yang terbagi atas dua shift.Suka Duka MengelolaÂ
Rumah Makan Sate Klathak Pak Jede
Setiap hal dalam hidup tentu memiliki cerita suka dukanya tersendiri. Sama halnya dengan Pak Haris. Ia pernah merasakan kehilangan semua karyawannya di tahun kedua merintis usaha kuliner ini. Namun ia tak takut, bahkan ia segera bangkit dan mengumpulkan tim barunya.
Tak hanya itu, usaha dibidang kuliner juga terbilang cukup riskan dengan competitor yang banyak. Itu pula yang dirasakan oleh Pak Haris di mana tak sedikit yang berusaha menjatuhkan usaha ini lewat media sosial. Misalnya saja dengan memberi review yang buruk di google review.
Padahal menurutnya, mereka sudah berusaha memberi pelayanan yang terbaik. "Padahal ya Mba, kami sudah mencoba memberi pelayanan terbaik seperti jika ada yang dagingnya masih keras, saya suruh gak osa bayar.Â
Kalau misalnya minumannya ada kotoran langsung kami ganti. Tapi namanya juga usaha, pasti ada saja yang mencoba menjatuhkan." Jelasnya.
Tak hanya duka yang dirasakannya, tentu terdapat suka dalam mengelola wisata kuliner ini. Ia mengaku merasa senang dapat membuka cabang baru di daerah ... tak hanya itu, ia juga mengaku senang mendapatkan tim yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri dan selalu bekerja maksimal.
Tak jarang juga ia mendapat complain dari pengunjung karena irisan dagingnya lebih kecil dibandingkan dengan Sate Klathak Pak Pong. Namun di sana ia mengajak pengunjungnya berdiskusi bersama. Ia menjelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh Pak Jede jauh lebih besar.
Hal ini tentu dikarenakan oleh biaya sewa tempat, opreasional, dan lainnya. Sedangkan Pak Pong sendiri sudah memiliki tempatnya, mereka tak perlu mengeluarkan biaya sewa. Tak berhenti di situ, biaya operasional yang dikeluarkan juga lebih kecil dan pelanggan di sana sangat membludak.
Para pengunjung Pak Pong bahkan rela menunggu berjam-jam demi mendapatkan dua tusuk sate jeruji besinya yang berukuran besar. Namun dari segi pelayanan, Pak Jede dapat menyuguhkan makanan lebih cepat. Kemudian dari jarak yang ditempuh, tentunya Pak Jede lebih mudah untuk dicapai.