Mohon tunggu...
Utrujah Alesha
Utrujah Alesha Mohon Tunggu... Guru - Segersang apapun Ilalang tetap berjuang untuk hidup.

Salah seorang pendidik yang menyukai membaca dan menulis puisi

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kartini Oh... Kartini

21 April 2024   06:46 Diperbarui: 21 April 2024   07:01 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kartini...oh... Kartini
Oleh: Utrujah Alesha

Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat atau sering disebut dengan gelarnya sebelum menikah, Raden Ajeng Kartini.
Kartini hidup di masa lalu
Masa feodal dengan segala ketidakbolehan dan keterbatasannya
Walaupun seorang putri bupati, tetapi langkahnya tak sebebas wanita masa kini
Perjuangannya untuk bisa mensejajarkan diri dengan pria bukanlah untuk keluar dari kodratnya sebagai wanita
Kartini masih tetap memegang prinsip sebagai putri dari seorang ayah, istri dari seorang suami, dan ibu dari anak-anaknya.

Tegas dalam bertindak, tetapi lembut dalam melangkah
Mengolah segala yang dilihat dan rasa bukan tanpa perhitungan
Kartini bukanlah penentang kodrat Ilahi ingin melebihi kodrat diri di atas laki-laki
Kartini berteman dengan berbagai kalangan agar dapat wujudkan impian
Baik dengan sekalangan, orang manca negara maupun rakyat jelata. Bahkan dengan penjajah pun diajak berteman dengan maksud untuk mengambil ilmu yang bermanfaat bagi lingkungan dan kaumnya
Tetap berupaya keluar dari jalan kegelapan dan pembodohan yang dilakukan oleh penguasa sehingga keluarlah buku "Habis Gelap Terbitlah Terang"

Kartini akan berduka jika sekarang masih ada, karena telah diselewengkan jerih payahnya keluar dari tujuan.
Dia akan menyaksikan hiruk pikuk dunia wanita yang mengharap dapat menduduki posisi setara laki-laki dengan segala argumennya.
Sedangkan Kartini menjunjung tinggi agama yang dianutnya walaupun aurat belum tertutup sepenuhnya
Kartini meyakini agama yang diyakininya tak pernah keliru dalam mengangkat derajad wanita, bahkan hingga pembagian warisan pun diatur di dalamnya yang dalam istilah Jawa disebutkan "Sepikul Segendongan". Dengan makna laki-laki mendapat sepikul atau 1 pikul yang diibaratkan mengangkat 2 keranjang, sedangkan wanita mendapat segendongan atau 1 gendongan yang diibaratkan mengangkat 1 keranjang
Sangatlah jelas perbedaannya bukan?
Namun, Kartini-Kartini masa kini lupa atau belum tahu atau bahkan sengaja melupa apa makna dan tujuan istilah *emansipasi* yang sebenarnya?
Ataukah meng- _gebyah uyah_ semua sesuai dengan emosi dan pemikiran tanpa kendali?

Maka, wahai Kartini penerus masa, marilah, kembali pada ajaran agama jalani kodrat Ilahi dan tujuan awal emansipasi.

Tamcil, 21 April 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun