Revitalisasi Gerbong Intelektual
Gerbong intelektual dan gerbong politik, keduanya sudah menjadi bagian dari catatan dan fakta sejarah HMI. Tidak dapat dinafikan dan ditolak keberadaannya. Namun, porsi antara gerbong intelektual dan politik saat ini sudah semakin timpang dan jauh dari berimbang. Seharusnya gerbong intelektual, mau bagaimanapun sebagai seorang mahasiswa pada mulanya, harus tetap banyak yang meminati dan menaiki. Tidak boleh sepi dan kosong, sehingga diperlukan revitalisasi gerbong intelektual.
Dekade 1970-an dapat dikatakan sebagai titik tolak muncul gerbong intelektual. Setidaknya, saya memandang di tiga cabang, Yogyakarta, Bandung dan Ciputat terdapat para pemikir muda yang memang banyak menelurkan pemikiran-pemikiran keislaman-keindonesiaan. Namun, yang paling utama dan menjadi "pemimpin" gerbong ini adalah Ahmad Wahib, Djohan Effendi, Dawam Rahardjo dan Nurcholish Madjid. Dengan wafatnya Djohan Effendi, pemikir keislaman-keindonesiaan dari gerbong intelektual HMI menyisakan Dawam Rahardjo yang secara usia pun sudah sangat lanjut. Oleh sebab itu, perlu revitalisasi gerbong intelektual.
Selain untuk mengimbangi minat pada gerbong politik, juga berkaitan dengan labelling yang nanti akan didapat oleh HMI sendiri. Saya pikir akan lebih baik dan indah jika bermunculan "Cak Nur muda", "Wahib muda", Dawam muda", dan "Djohan Muda". Dan tugas yang diemban tentu selain meneruskan juga merevisi dan menemukan inovasi baru dalam kajian-kajian keislaman-keindonesiaan yang telah mereka usung sejak awal.
Memang perlu diakui bahwa sudah semakin sulit untuk mengubah concern para kader dan anggota aktif. Namun, dengan kesadaran bersama dan bersama-bersama sadar diiringi oleh kegiatan-kegiatan terstruktur, sistematis dan massif, maka bukan hal yang mustahil suasana akademik dan intelektual di HMI akan kembali hidup atau semakin hidup.Â
Dan ini perlu ditekankan oleh para pengurus di berbagai tingkatan, mulai dari komisariat, korkom, cabang, badko sampai pengurus besar. Selain itu, salah satu alternatif untuk menghidupkan lagi suasana akademik dan intelektual adalah dengan banyak menggunakan forum diskusi untuk membicarakan wacana-wacana, tidak hanya terkait hal-hal kekinian dan kedisinian tetapi juga terkait hal-hal seperti perkuliahan, pemikiran, yang saya lihat masih cukup jarang dilakukan, meskipun secara individu sudah ada dan banyak yang melakukan.
Akhir kata, keresahan dan kegelisahan yang disertai kritik serta saran di atas bukanlah untuk menjatuhkan HMI, karena merupakan hal yang terkesan aneh dan naf jika orang dalam melakukannya. Ini semua sebagai bukti rasa memiliki dari seorang kader akar rumput yang tidak bisa berbuat banyak di struktur kepengurusan, sehingga melimpahkannya pada sebuah tulisan yang jauh dari kata objektif dan bahkan ilmiah.Â
Semoga HMI dan kita semua selalu bersyukur dan ikhlas, berdoa dan ikrar, untuk meyakini sebuah usaha pasti akan sampai dengan menjunjung tinggi syiar Islam sebagai jalan keselamatan. Berkati ya Allah, bahagia HMI !! Yakusa !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H