"Itu dulu, pertama. Bagus." Ia berdeham sejenak sebelum meneruskan. "Kira - kira baik dan benar, ga, tujuan dari suatu sistem, apapun itulah, secara ideal?"
"Kadang keduanya, kadang baik saja, kadang benar saja."
"Very well.. Lalu, realitanya seperti apa?"
"Terlalu banyak penyelewengan." Ada sebersit amarah keluar dari nadanya. Kelihatannya penanya kita ini seorang aktivis. Atau malah... seorang anarkis. Menarik. Aku terus menulis sembari mendengarkan.
"Oya? Seperti apa?"
"Kepolisian, menyelewengkan pelayanan surat penting. Birokrasi, sama saja dosanya. Masyarakat, banyak penyakitnya yang tidak diduga." Jawabannya mendapat persetujuan nyaris 98% peserta seminar.
"Nahh.. Sama halnya dengan agama, saudara."
"Kok bisa, Prof?"
"..Emang Tuhan suruh anda bikin agama?" Canda sang profesor sembari membetulkan monocle-nya.
"Eh, eh, sebentar. Prof, anda..."
"Tidak. Saya tidak ber-agama. Saya ber-Tuhan."
Terdengar derak tulang dari leher sang profesor yang ia gerakkan sedikit.
Welp, pandangan mata sang profesor menajam, lalu melunak lagi. Salah ini mahasiswa. Sang profesor sangat sensitif kalau sudah bicara soal perbandingan keabsolutan ajaran.
"Tuhan yang saya sembah aja ga menuntut dibuat agama, kok." Candanya lagi.
"Kamu kalo bicara agama, jangan diadu aspek keabsolutan ajarannya. Berantem mulu kamu nanti sama penganut agama lain, yang kamu adu aspek ultima-nya. Makanya ni negara kagak beres - beres masalahnya, agama mulu. Mundur dah kita ke Eropa zaman Dark Age."
Ia berdeham lagi.
"Oke, kembali ke pertanyaanmu deh. Saya tanya gini, ingat penyelewengan sistem yang tadi kamu sebutkan?"