Mohon tunggu...
Aleksandr I
Aleksandr I Mohon Tunggu... Mahasiswa -

"Para penyambung lidah bernubuat palsu dan para wakil mengajar dengan sewenang - wenang, serta yang diajar menyukai yang demikian! Tapi apa yang akan mereka perbuat, apabila datang endingnya?"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Apa dengan Pendidikan Indonesia? (Dari Entah Kapan Sampai Muhadjir)

8 Agustus 2016   16:04 Diperbarui: 8 Agustus 2016   18:00 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

education5-57a84a6a117b61981a490dd4.jpg
education5-57a84a6a117b61981a490dd4.jpg
Kita semua tentu tidak asing dengan yang namanya sistem pendidikan. Menurut para ahli (penulis sih tidak yakin), sistem pendidikan adalah suatu system yang terdiri dari komponen-komponen yang ada dalam proses pendidikan, dimana antara satu komponen dengan komponen yang lainnya saling berhubungan dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pendidikan. Namun apakah benar sistem ini benar-benar berkehendak untuk mencapai tujuan pendidikan..atau malah..:

1. dimanfaatkan penguasa/kalangan tertentu untuk program pencucian otak dengan pretensi khusus? (Authoritarian)

2. dimanfaatkan oleh segerombolan orang yang bernaung pada suatu institusi tertentu sebagai ladang uang dengan cara memanfaatkan sistem ganda?(Paulo Freire - Sekolah Kapitalisme Yang Licik)

3. dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyatakan bahwa masyarakat penerus wajib mengalami suatu ketergantungan terhadap suatu institusi/biro/perusahaan tertentu? (Invisible Hand Theory)

Baru-baru ini (mungkin baru hari ini, mungkin kemarin), kita dikagetkan oleh pernyataan Mendikbud baru kita Muhadjir Effendy yang menyatakan bahwa seluruh siswa SD dan SMP akan menggunakan sebuah sistem bernama Full Day School. Yah, penulis tidak perlu lah ya menjelaskan maksudnya, sejak sistem itu sendiri sudah menggaungkan tujuan eksistensinya dari namanya sendiri yang digaungkan oleh punggawa baru pengganti Bung Anies ini.

Dari pertama sistem ini dilahirkan oleh sang MP (Menteri Pendidikan), basis ini sudah memperoleh kecaman dan sindiran di mana-mana. Ada yang bilang itu mengekang kebebasan anak bermain, ada juga pelajar yang curhat mengenai lelahnya sekolah 8 jam 5 hari seminggu, ada juga yang malah jualan di layar komentar media sosial.

Disini penulis hendak melihat argumen yang dilontarkan mantan rektor UMM ini, dan bila mungkin..mengkritik (tanpa tertangkap aparat heheheh).

1. "Dengan sistem full day school, anak akan terbangun karakternya dan tidak akan menjadi liar di luar ketika orang tua masih bekerja"

Jujur saja, penulis tertawa ketika membaca argumentasi bagian ini. Seolah sekolah tidak hanya menjadi pusat pembelajaran, namun juga sebagai base untuk 'character building'. Tidak salah sih, namun dengan pernyataan orang tua bekerja, seolah melepas tanggung jawab orang tua dan keluarga dari kewajiban mendidik karakter anak bangsa. Lagipula, penulis juga cukup yakin anak-anak sebenarnya tidak betah tetap 'stay' di sekolah..(kecuali ada teman-temannya tentunya).

2. Mengatakan di hadapan banyak orang di Malang abhwa ia akan merestorasi sistem pendidikan SD-SMP

Pengalaman penulis hidup di Indonesia (full 18 tahun), salah satu hal yang mustahil dilakukan di Indonesia adalah mewujudkan mimpi. Kenapa mimpi? Karena mimpi adalah teman dekat dari idealisme murni, dan yah..idealisme murni tidak pernah berjalan seiring dengan kapitalisme yang melanda negeri ini (tentunya kecuali idealism eitu sendiri berbicara tentang kapitalisme). Yah..good luck ajalah Bung.

3. Untuk mengaji, katanya, pihak sekolah bisa memanggil guru ngaji atau ustaz yang sudah diketahui latar belakang dan rekam jejaknya. Tetapi kalau mereka mengaji di luar, dikhawatirkan ada yang mengajarkan hal-hal yang menyimpang dari Islam.

Penulis tidaklah anti suatu aliran tertentu..setidaknya tidak cukup membuat penulis angkat AK-47 ataupun bawa-bawa pipa beton isi Semtex. Namun, berdasarkan pengalaman dan cerita dari teman-teman penulis, penulis sendiri bertanya-tanya : "Lah yang gak ngaji nanti gimana ceritanya?". Katanya sih selalu "Oh tenang saja akan kami wadahi di kegiatan lain". Nyatanya?....Kalo kata orang Sunda mah 'Angger weh terbengkalai, Bung..'

Saran penulis : 

Udahlah Pak Men, gak usah aneh-aneh. Kasihan juga anak-anak. Apalagi yang masih SD, toh dunianya juga masih dunia bermain. Malah mbok cekokin matematika karo sing lain. Ya eneg lah. Apalagi yang SMP. Masa-masanya mencari jati diri. Malah mbok kurung pake 4 beton. ya kudunya sih ndak heran kalo ternyata hasilnya dadi koruptor, pendjahat, dsb.

Perbaiki aja dululah sistem yang ini. Ndak usah bikin yang aneh-aneh. Kasihan angkatan di bawah penulis yang menderita Kurtilas.

Udah ah, capek. Sampai ketemu di sekitar 17an.

Cheerio!

Artificial Intelligence

P. S. :

Sumber gambar 1 : larrycuban.wordpress.com

Sumber gambar 2 : toplowridersites.com

Sumber gambar 3 : csun.edu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun