Indonesia merupakan negara yang berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh cincin api pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni Eurasia, Indo Australia, dan pasifik. Kondisi geografis ini menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang rawan bencana geophysical dan hidrometeorologi, seperti gempa bumi, gunung meletus, longsor, tsunami, kebakaran hutan, dan banjir. Untuk itu, penanganan bencana perlu dilakukan secara serius oleh pemerintah untuk meminimalisir jatuhnya korban akibat bencana.Â
SNI Kebencanaan
Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab untuk membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional, turut berkontribusi dalam mitigasi bencana dengan mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Riset dan Inovasi 2021, Kepala Badan Standardisasi Nasional, Kukuh S. Achmad memaparkan bahwa dalam sistem standardisasi, BSN memiliki komite teknis 13-08 penanggulangan bencana. "Komite teknis 13-08 sudah menyusun beberapa SNI terkait bencana, salah satunya SNI 8357:2017 Desa dan kelurahan tangguh bencana. SNI ini sudah didiseminasi oleh BNPB, terutama ke desa-desa yang rawan bencana," tutur Kukuh di Puspiptek, Serpong, Jumat (29/1/2021).
Kukuh menerangkan, BSN juga telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan standar internasional, ISO. "BSN bersama BNPB dan UGM sudah meloloskan satu standar internasional yang diinisiasi oleh Indonesia terkait dengan early warning system untuk landslide atau tanah longsor," ujarnya. Di Indonesia, standar tersebut telah ditetapkan oleh BSN dengan judul SNI 8235:2017 Sistem peringatan dini gerakan tanah.
Selain kedua SNI tersebut, Komite teknis 13-08 penanggulangan bencana telah menyusun 17 SNI lain, diantaranya SNI 8840-1:2019 Sistem peringatan dini bencana -- Bagian 1: Umum, SNI 8358:2017 Manajemen pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana, SNI 8288:2017 Manajemen pelatihan penanggulangan bencana, SNI 8040:2017 Sirine peringatan dini tsunami, SNI 2833:2016 Perencanaan jembatan terhadap beban gempa, SNI 1726:2012 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung, SNI 7766:2012 Jalur evakuasi tsunami, dan SNI 7743:2011 Rambu evakuasi tsunami. Saat ini, komite teknis sedang mempersiapkan SNI Sistem peringatan dini bencana -- Bagian 2:Tsunami. "Komite teknis juga sedang mempertimbangkan untuk mengusulkan standar internasional yang berkaitan dengan bencana yang lain, seperti banjir, gunung meletus, dan sebagainya," jelas Kukuh.
Kukuh pun menegaskan bahwa BSN sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian siap memfasilitasi lintas sektor, termasuk juga kebencanaan. "Pada intinya, BSN mensupport / memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan standar yang bisa dijadikan referensi, atau bisa dijadikan regulasi, atau bisa dijadikan panduan bila kita melakukan penanganan bencana, terutama dalam manajemen kedaruratan," tegas Kukuh.
Â
Inovasi Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengambil peran penting dalam penanganan kebencanaan, baik untuk referensi, mitigasi, serta kesiapsiagaan dan penanganan bencana. Dalam Rakornas Riset dan Inovasi 2021, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza memaparkan bahwa BPPT telah bersinergi dengan stakeholder terkait untuk hilirisasi teknologi dalam reduksi risiko bencana.
Hammam menuturkan, BPPT berusaha merespon siklus dari kejadian bencana, baik dimulai dari pra bencana, saat kejadian bencana, serta pasca bencana. Untuk mitigasi bencana, BPPT telah menghadirkan beberapa teknologi, diantaranya terkait peringatan dini tsunami. "Sejak tahun 2019, BPPT Bersama BMKG dan BIG menghadirkan upaya untuk melakukan penguatan Indonesia Tsunami Early Warning System," ujar Hammam. Selain peringatan dini tsunami, BPPT juga telah menghadirkan teknologi sistem peringatan dini bencana longsor (Landslide Early Warning System).
Kemudian, dalam upaya merespon saat kejadian bencana, Hammam menuturkan bahwa BPPT sedang mengembangkan pangan darurat untuk tanggap bencana, yaitu biskuit BiskuNeo. "Satu bungkus BiskuNeo ini bernilai 260 kilo kalori, jadi cukup untuk tanggap darurat bencana," terang Hammam. BiskuNeo mengandung imunomodulator alami dengan diperkaya vitamin (A,C,D,E) dan mineral (seng dan selenium) untuk meningkatkan daya tahan tubuh.Â
Adapun dalam upaya pasca bencana, BPPT sedang mengembangkan rumah tahan gempa berbahan komposit. Rumah ini dirancang memiliki keunggulan tahan rayap, korosi, api, hemat energi, kedap suara, mudah dibongkar-pasang, dan ringan.
Â
Sinergi-Sinkronisasi-Komersialisasi
Penanganan bencana memang membutuhkan sinergi dan sinkronisasi antar Kementerian/Lembaga dan instansi terkait. Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi VII DPR RI, Andi Yuliani Paris menekankan bahwa LPNK dan Lembaga litbang harus duduk bersama sehingga terjadi pembagian tugas yang tepat, mengingat anggaran pemerintah terbatas. "Dalam Undang-undang no. 11 tahun 2019 tentang Sisnas Iptek, penyelenggaraan iptek juga dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga atau badan usaha swasta yang ingin membiayai pengembangan iptek," ujar Paris.Â
Paris menekankan bahwa Indonesia harus bisa mandiri, tidak tergantung impor. Termasuk dalam hal pengembangan iptek "Saya ingin kita berdarah merah putih, dalam artian semaksimal mungkin kita harus menghindari impor," tegasnya. Ia pun berharap pengembangan iptek yang dilakukan oleh pemerintah dapat berimbas multiplier effect. "Suatu riset dan inovasi dapat dikatakan berhasil jika memiliki multiplier effect, dalam konteks bisa dikomersialisasikan," pesannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H