Mohon tunggu...
Aldy Galang
Aldy Galang Mohon Tunggu... Administrasi - Birokrat yang mencoba belajar menulis

Menulis untuk masa depan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menguji "Efektivitas" Serangan "Fajar"

16 April 2019   11:25 Diperbarui: 16 April 2019   11:59 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat tulisan ini dibuat, kita hanya berjarak kurang lebih 44 Jam 30 Menit dari dibukanya Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah indonesia tengah. Pada saat tulisan ini dibuat pula hampir bisa dipastikan seluruh peserta pemilu dimanapun berada beserta tim suksesnya merasakan hal yang sama pada hasil yang akan diperoleh 17 April nanti. 

2 pasang calon Presiden dan Wakil Presiden,  7968 Caleg DPR RI, 807 Caleg DPD RI serta 19.817 Caleg DPRD Kabupaten/Kota di seluruh indonesia saling sikut merebut hati rakyat demi menghantarkan mereka menduduki dua posisi penting dalam sistem Trias Politica ajaran Montesquieu yang dianut oleh kita sebagai dasar ketatanegaraan. 

Mesin-Mesin politik tentu sudah dipacu semaksimal mungkin sejak gong kampanye dibunyikan 23 September silam. Silaturahmi, tatap muka, door to door, atau apapun bahasanya yang digunakan sebagai bentuk implementasi dari strategi politik, sudah dijalankan disetiap sudut wilayah. Bahkan Wilayah yang (mungkin) tidak pernah dijamah sebelumnya kali ini masuk dalam radar untuk meraup suara atau setidak-tidaknya simpati masyarakat. 

Pemilu 2019 memang unik, termasuk bagi kita yang notebene sudah melaksanakan pemilu sejak tahun 1955. bagaimana tidak, jika sebelumnya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pemilihan legislatif, kali ini keduanya digabung menjadi satu waktu sehingga 17 April nanti masing-masing pemilih akan membuka dan mencoblos lima surat suara di bilik suara nanti.

Banyaknya kontestan ini pula membuat potensi pelanggaran semakin meningkat. Bukan karena pengawasan yang minim tetapi memang budaya untuk melanggar sudah terlalu melekat pada diri kita. 

Upaya preventif sudah terlalu sering dilaksanakan melalui beragam jenis dan bentuk sosialisasi, pun demikian dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia pengawasan baik ditingkatan Bawaslu maupun hingga ke Panwaslu. Tetapi, jenis pelanggaran semakin variatif sehingga kualitasi pemilu dari waktu ke waktu baik secara penyelenggaraan maupun tingkatan partisipasi tidak mengalami kemajuan yang signifikan. 

Pada Tahun 2009 presentase golput pada pemilu legisltatif mencapai 29,1 Persen, sementara pada pemilu Tahun 2014 mengalami penurunan di angka 24,8 Persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa pemilu mungkin sudah tidak menarik lagi bagi sebagian kelompok masyarakat. Bisa jadi karena dari sekian pemilu tidak menghasilkan perubahan terhadap kondisi kehidupan mereka atau pun sistem pemilu kita sudah terlalu menjenuhkan.

Sistem pemilu kita memang berubah sejak pemilu Tahun 2004 dimana rakyat berkesempatan secara langsung untuk memilih pemimpinnya. Hal ini tentu menimbulkan persepsi positif yakni Pemilu akan semakin demokratis dengan terjaminnya hak-hak masyarakat untuk menentukan pilihannya. 

Namun disisi lain, dengan mentalitas masyarakat serta kesadaran yang masih rendah, sistem pemilu langsung menimbulkan potensi pelanggaran yang masif. Sudah menjadi hal tabu bahwa politik uang memiliki peranan dalam “kesuksesan” setiap penyelenggaraan pemilu. 

Politik uang yang salah satu bentuknya bernama serangan “Fajar” ini selalu memeriahkan pelaksanaan pesta demokrasi, baik pada tingkatan nasional maupun pada pemilihan umum di daerah. Bahkan mirisnya kesuksesan dalam Pemilihan Umum ditentukan oleh besarnya serangan “Fajar”. Pelanggaran Pemilu jenis ini tumbuh subur disebabkan karena sikap masyarakat sudah sangat pragmatis terhadap kondisi di Republik ini.

Pemilu yang pada hakekatnya menjadi sarana untuk merubah atau setidaknya meningkatkan taraf kehidupan dari berbagai aspek ternyata tidak membawa perubahan yang berarti. Legislatif maupun eksekutif yang terpilih belum mampu memenuhi ekspektasi masyarakat yang setidak-tidaknya pada aspek pendidikan atau kesehatan serta aspek penunjang lain misalnya infrastruktur atau investasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun