Duo milia noctes
" Bahkan lebih banyak memikirkanmu daripada memilikimu "Â
Setumpuk kertas yang begitu utuh mencatat sebuah perjalanan yang berserakan ramai di tirai pikiran Lisa, Lisa dengan tenang memungut setiap tumpukan kertas berserakan liar pada pikirannya. Ada setumpuk rasa yang dipangku bahagia pada salah satu kertas yang kusut manis terlentang pada detak waktu, tulisannya begitu berantakan dan aksaranya sudah begitu rimpuh.Â
Lisa membuka kertas itu dengan begitu hati-hati lalu perlahan mengeja untaian demi untaian yang dipangku bahagia di pundak kertas itu.Â
" Hallo namaku Praeteritum, aku terlahir di 2018 namun dengan begitu tragis aku harus pergi dengan perih setelah aku berumur 5 tahun. Jika ingin tau tentangku bisakah kau membuka mata setelah membaca tulisan ini, tataplah masa lalu dengan hati-hati aku ada disana memeluk luka dan terendam air mata penyesalan"Â Â
Lisa termangu pada baris terakhir, ia dengan perlahan menjenguk masa lalunya yang ia tinggalkan tanpa sebongkah kepastian. Lalu ia kembali beranjak dari tempat itu, di sebuah lorong ada gudang kenangan yang harus ia lewati Lisa percaya ia akan terjebak sebab lebih dari seribu malam kebersamaan itu ia rajuk, bahkan namanya sudah berdetak setiap detik.Â
Lisa pura-pura lupa untuk tidak memikirkan lebih jauh tentang itu, sejauh ini yang paling jauh Lisa susuri adalah berusaha untuk tidak memikirkan. Lisa sudah dibalut kebingungan dan salah tingkah ia lupa apa yang semestinya ia lakukan bahkan pikirannya sudah begitu jauh menyusul masa itu dan meninggalkan dirinya sekarang.Â
" Pikiranku sudah begitu bahagia namun kenapa aku masih begitu cemas" Rintih Lisa pada rautnya yang menyapanya di dekapan cermin.Â
Begitulah masa yang berlalu lalang ia tak pernah usai, pada setiap sentuhan selalu ada jalan untuk pulang. Lisa dengan sadar ia sudah salah tingkat perjalanan, jalan pulang sudah terlalu jauh ia sudah terlampau jauh. Denyut terasa seperti terhenti, pair dan liar ia terlihat seperti tak punya apa-apa untuk berkata. Kertas dan untaian itu masih bersarakan ramai pada tirai pikirannya Lisa mengambil kertas putih penuh noda lalu dengan tenang ia menuliskan sebintik balasan untuk tulisan pening itu.Â
" Haii Praeteritum aku sudah mengenalmu ribuan hari bahkan ribuan malam, sunyi sudah mengetahui setiap jejak pikiran, tingkah, bahkan segalanya tentangmu, aku tau perjalanan meninggalkanmu adalah luka, perih, dan pedih namun, mencintaimu tak pernah berakhir meski memilikimu sudah berakhir, dan terakhir yang aku ingin kamu tau kita adalah temu paling bahagia memilikimu hanya seribu lebih hari namun memikirkanmu lebih dari dua ribu malam, sunyi telah mengetahuinya jika ingin tau lebih jauh tentang itu temui sunyi dalam perjalananmu ia akan menceritakan segalanya tentangku"Â
Praeteritum adalah sebuah perjalanan cinta yang berakhir tanpa sebuah kepastian bahkan alasan yang dilayangkan jauh dari kata menyentuh. Meninggalkan itu sebenarnya bukan pilihan tapi pil pahit yang ditelan dengan terpaksa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H