Mohon tunggu...
Ricardus A.B Asbanu
Ricardus A.B Asbanu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Memotret luka dalam aksara

Menulis adalah perjalanan paling pilu, berjejak dan awet dalam balutan waktu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Puntung Rokok Papa dan Selendang Mama

3 Desember 2023   08:56 Diperbarui: 3 Desember 2023   08:57 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puntung Rokok Papa dan Selendang Mama 

Pucuk sepe menari riang dengan paras indah mahkota bunganya, dan dengan senang menyambut Desember yang tiba. Sepe adalah sebuah perjalanan rindu yang tak pernah berakhir. Di teras rumah aku duduk termangu seakan semesta telah membungkamku, pikiran terus melayang tentang suatu suasana di dalam gereja, duduk sendiri di kursi, menatap lampu kelap-kelip di pohon ditemani lantunan syahdu musik natal, sementara di samping ada seorang ayah, anaknya 3 orang bersama istrinya duduk menghimpit anak mereka ditengah-tengah sambari bergantian mengelus kepala mereka. 

"Ahhh aku sudah terlalu jauh untuk tidak bersyukur aku terlalu pesimis dengan hidup, aku mesti bangun dari mimpi ini " Kataku pada diri sendiri memutus halusinasi yang begitu mengerikan. 

" Tapi ada benarnya juga sih, apa mungkin aku terlahir untuk jauh dari mereka, terlahir tanpa elusan tangan mereka yang mendarat diatas kepala bersama secarik nasihat yang jatuh dengan lembut dari bibir mereka, omelan mereka yang terus mengiang menyebut namaku kala bandelku ada untuk mereka, oh sungguh aku rindu momen seperti itu " Kataku dalam hati sambil mengayun langkah menuju jalan yang sudah rapi hasil gotong royong kemarin. 

Natal di desa itu sangat identik dengan kasih dalam kekeluargaan sehingga jika tak lengkap keluarga maka perayaan natal terasa ganjil. Tapi itu tidak terjadi untukku yang sudah bertahun-tahun jalani meski masih begitu kecil namun aku sadar itu memang menyedihkan.  

" Pah... Mah... Jika kita tak bisa natalan bersama bolehkah aku langitkan sesyair do'a biar Tuhan mempertemukan kita disebuah kesempatan singkatpun tidak masalah "  

Air mata kerinduan juga tak mengering selalu membasahi pipi kala hati mulai mengeja kata-kata itu sebab bagiku sedetik kebersamaan jauh lebih berharga dari pada kerinduan yang mengabad. Kebahagiaan seharusnya dirayakan dengan tawa bukan kerinduan. 

" Mungkin ada saat dimana kami akan bersama, namun dimana mereka?, kemana harus aku mencari mereka aku masih anak kecil tidak punya apa-apa selain rindu! " 

Senja kali ini dipeluk gerimis aku perlahan menuju dapur saat membuka pintu mataku berlari pada pajangan selendang mama di dinding tua itu, sementara puntung rokok papa dipangku asbak di atas meja, aku sudah kehilangan tujuan pertama aku masuk ke rumah memang diusir sang gerimis namun yang kau masuk ke dalam rumah bukan untuk berteduh namun ada hal lain yang aku mau cari tapi apa aku memasuki rumah kenangan. Tiba-tiba bayangku mencoba mencari raut wajah mereka yang rupanya sudah samar pada ingatanku. 

" Papaku wajahnya mungkin seperti Opa, sedangkan Mama mungkin seperti Oma, ah tapi tidak selamanya anak sama persis dengan orang tuanya. Aku perlahan menuju kamar mencari cermin lalu aku duduk dan mulai membayangkan wajahku dengan wajah Papa, Mama yang sudah jauh begitu samar aku bayangkan, telingaku mirip bapa, bibirku mirip Mama, ahaah tidak leherku mirip Oma, tapi yang melahirkanku kan Mama tidak mungkin mirip Oma" Pikiranku bertengkar riuh dengan bayangku yang tak pernah menentu. Foto mereka tidak ada satupun di album keluarga. Masih dengan kebimbangan aku memutuskan untuk mencarinya di rumah Oma yang sedikit jauh dari rumah itu. Namun hujan makin deras aku sudah hanyut dalam arus kerinduan yang purna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun