Mohon tunggu...
widi admiranti
widi admiranti Mohon Tunggu... -

an ordinary housewife but will gonna be a super woman visit my blog: http://cecoretan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pantura: Antara Sopir Truk, Tank Top dan Lobang

5 Juli 2010   10:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:05 1259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tak kenal dengan jalur ini, jalan utama yang menghubungkan antar kota di pulau Jawa. Tentunya jalur ini tak pernah sepi peminatnya. Di hari biasa, terutama di malam hari jika kita melewati jalan ini maka kendaraan-kendaraan besar macam bis, truk dan kontainer yang akan menemani. Pun menjelang lebaran atau libur panjang, antrian kendaraan pribadi maupun bis baik carteran maupun umum tak kalah ramai.

Biasanya saya hanya melewati jalur ini ketika akan mudik di hari raya. Macet sepertinya menjadi agenda wajib di sepanjang jalan pantura ini, teritama jika kita berangkat menjelang hari raya Idul Fitri. Namun kini sepertinya saya lebih akrab lagi dengan jalur ini. Kini, hampir setiap bulan saya tak pernah absen. Kali ini dengan agenda belanja kebutuhan toko online saya. Tujuan akhirnya bisa ke berbagai daerah, Cirebon, Pekalongan atau Semarang.

Jika biasanya saya pulang mudik melewati jalur ini, tidak pernah memperhatikan benar kondisi jalanan (alias tinggal tidur saja) maka kini saya lebih aware dengan keadaan di pantura. Jika saya berangkat dari Jakarta sebelum subuh, maka kira-kira sampai di jalur pantura sekitar pkl 05.30. Udara sejuk masih bisa saya rasakan. Pemadangan hijau sawah yang terbentangpun masih bisa dinikmati. Sejenak melupakan pengapnya ibukota lah. Tapi apa jadinya jika kita berada di jalur ini agak siangan? Macet, kepulan asap knalpot truk dan kudu bersabar dengan selap-selipnya pengendara motor penduduk sekitar lah yang harus dihadapi. Kalau anda pengemudi pemula, janganlah mencoba-coba menyetir di sini (hmm.. sedikit curhat siy. Meskipun saya sdh bertahun-tahun nyetir di Jakarta, tapi sepertinya nyalinya belum berani coba menyetir di sini)

Tapi ada yang menarik ketika melewati daerah Karawang. Deretan rumah-rumah mungil dengan warna-warna cukup mencolok mau tak mau mencuri perhatian. Yang tak kalah menariknya lagi adalah tulisan yang terpampang di dindingnya. Umumnya nama wanita kemudian ditambah dengan embel-embel karaoke. Yah sebut saja Juminten Karaoke, Mulyati Karaoke atau sampai yang namanya agak kebarat-baratan seperti Crystal Karaoke atau Jane Karaoke. Tak lupa ditambah dengan hiasan gambar bunga mawar disisinya. Kenapa bunga mawar? Yah mungkin lebih indah jika dibanding dengan bunga bangkai atau bunga kamboja (bletak--dilempar pakai telepon umum). Mungkin karena maraknya bisnis-bisnis kecil-kecilan seperti inilah kemudian dikenal pula dengan goyang Kerawang (kenapa juga ya namanya mesti goyang? apa ada goyang di dalamnya? padahal kalau dilongok, sepertinya tempatnya kecil, apa cukup untuk goyang macam pub atau diskotikmaybe?). Pemandangan yang jauh berbeda akan tampak ketika kita melewatinya di sore atau bahkan malam hari. Jika di pagi hari suasana tampak tenang seperti tak berpenghuni, lain halnya ketika di sore hari. Banyak mbak-mbak berbaju minimalis dengan dandanan maksimalis berjejer di depan rumah-rumah mungil itu. Tujuannya tak lain adalah untuk menarik perhatian pengendara mobil, motor atau bahkan truk untuk sekedar mampir melepas lelah sebentar. Menurut kabar yang beredar, mayoritas pelanggan yang mampir dan berkunjung adalah para supir truk. Yah.. tak mengherankan, diantara beratnya beban pekerjaan mereka yang mungkin hampir sebagian hidupnya dilewatkan di jalanan, pastinya mereka butuh tempat untuk melepaskan penatnya. Dan mungkin tempat-tempat semacam inilah yang sesuai dengan kriteria dan pastinya kantong mereka.

Tapi ada hal lainnya yang tak boleh ketinggalan dari kalur pantura ini. Yah, lobang. Bukan sembarang lobang melainkan memang lobang yang ada di jalanan. Meskipun setiap kali lewat jalanan ini selalu ada embel-embel "Mohon maaf ada perbaikan jalan" tapi tetap saja jalanan tidak pernah mulus. Bahkan rasanya semakin lama semakin banyak pula lobangnya. Ini tentunya menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan. Selain tidak nyaman karena harus merasakan gojlak-gojlaklayaknya sedang berkendara kuda latih juga dapat merusak kendaraan. Entah siapa yang harus bertanggung jawab atas keberadaan lobang-lobang itu.

Yah pantura, jalur utama yang memiliki banyak cerita. Menjadi saksi bisu atas segala kejadian. Dan yang pasti, banyak hidup yang tergantung padanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun