Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 9,89 juta (hampir 10 juta) penduduk berusia 15-24 tahun atau biasa disebut Generasi Z (Gen Z) tanpa kegiatan atau Not in Employment, Education, or Training (NEET). NEET adalah penduduk usia muda dengan rentang usia 15-24 tahun yang sedang tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan, atau dengan kata lain do nothing.Â
Kondisi ini sering disebut sebagai pengangguran di usia muda karena tidak melakukan kegiatan apapun. NEET kerap diartikan sebagai pengangguran, tetapi ternyata berbeda dengan pengangguran secara umum. Pengangguran secara umum adalah penduduk yang berada di usia kerja atau angkatan kerja, tetapi tidak semuanya terserap ke dalam pasar kerja.
Menurut hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) oleh BPS diketahui dari 44,47 juta penduduk berusia 15-24 tahun pada Agustus 2023, sekitar 22,5 persen atau 9,89 juta masuk dalam kategori NEET.Â
Meski masih tinggi, tetapi turun sebesar 0,97 persen dari periode Agustus 2022. Tingginya angka pemuda yang do nothing atau NEET menjadi paradoks banyak survei urban yang menggambarkan kehidupan Gen Z yang asik, santai, suka berpetualang, mencoba hal baru, dan menikmati hidup.
Data Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) selama periode Agustus 2017-2022 menunjukkan trend yang mengkhawatirkan bagi para lulusan baru atau fresh graduate di Indonesia.Â
Durasi pencarian kerja bagi mereka dari semua jenjang pendidikan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini diperparah dengan jumlah lapangan kerja formal yang terus menurun selama 15 tahun terakhir. Kondisi ini membuat para lulusan baru semakin sulit mendapatkan pekerjaan baru karena semakin ketatnya persaingan di pasar ketenagakerjaan.
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada Senin (Antara, 20/5/2024) bahkan secara gamblang menyebut, tingginya angka pengangguran di antara Gen Z terjadi karena adanya ketidaksesuaian (miss-match) antara pendidikan yang ditempuh dengan permintaan pasar tenaga kerja. Artinya, ada persoalan belum sinkronnya dunia pendidikan, termasuk vokasi, dengan permintaan atau syarat kualifikasi pekerja di bursa tenaga kerja. Permasalahan serapan tenaga kerja ini juga menjadi momok yang harus dihadapi oleh Gen Z.
Beberapa studi terbaru mendapati fenomena menarik di lapangan, yaitu Gen Z lebih suka menganggur daripada mendapat pekerjaan yang tidak nyaman. Studi yang dilakukan oleh Randstad Workmonitor pada tahun 2022 mengungkapkan temuan menarik terkait preferensi Generasi Z (Gen Z) di tempat kerja.Â
Studi tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 41 persen responden Gen Z yang tersebar di wilayah Eropa, Asia Pasifik, dan Amerika lebih memilih menganggur dibandingkan terjebak dalam pekerjaan yang tidak membuat mereka bahagia.Â
Data ini menyoroti pergeseran perspektif dalam dunia kerja, khususnya bagi Gen Z. Mereka tampaknya lebih mengutamakan kepuasan kerja dibandingkan dengan jaminan gaji atau stabilitas pekerjaan. Dibesarkan di era teknologi, Gen Z terbiasa dengan fleksibilitas dan kontrol.Â