Mohon tunggu...
Aldo Oktavian
Aldo Oktavian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Advertising & Marketing Communication Universitas Mercubuana Jakarta

44321010050 | S1 Ilmu Komunikasi | Fakultas Ilmu Komunikasi | Dosen pengampu : Prof Dr. Apollo M.Si., Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemampuan Memimpin Diri dan Upaya Pencegahan Korupsi, Dan Etik: Keteladanan Mahatma Ghandi

22 Desember 2024   13:45 Diperbarui: 22 Desember 2024   13:45 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut pemikiran Gandhi, Ahimsa tidak hanya melarang perbuatan yang menyebabkan cedera fisik, tetapi juga mencakup sikap mental seperti pikiran negatif dan kebencian, serta perilaku buruk seperti ucapan kasar, ketidakjujuran, dan kebohongan. Semua itu dianggapnya sebagai bentuk kekerasan yang bertentangan dengan prinsip Ahimsa. Gandhi meyakini bahwa Ahimsa merupakan kekuatan energi kreatif yang meliputi segala bentuk interaksi yang membantu seseorang menemukan Satya, atau "Kebenaran Ilahi."

Ahimsa dapat diterapkan sebagai prinsip yang paling efektif dalam tindakan sosial, karena prinsip ini selaras dengan kebenaran sifat alami manusia serta memenuhi keinginan bawaan manusia akan perdamaian, keadilan, ketertiban, kebebasan, dan martabat pribadi. Sebaliknya, kekerasan (himsa) merendahkan dan merusak nilai kemanusiaan. Menghadapi kekerasan dengan tindakan serupa atau kebencian hanya akan memperparah kemerosotan manusia secara bertahap. Sebagai lawannya, nirkekerasan mampu menyembuhkan dan memulihkan sifat alami manusia, sekaligus menyediakan cara untuk menciptakan ketertiban dan keadilan sosial yang lebih baik. Ahimsa bukanlah sebuah strategi untuk merebut kekuasaan, melainkan sebuah cara untuk membangun hubungan baru yang memungkinkan peralihan kekuasaan secara damai. Proses ini dilakukan secara sukarela oleh semua pihak, karena adanya pengakuan bersama atas keadilan dan hak-hak yang melekat.

Gandhi berpendapat bahwa ekonomi yang didasarkan pada semangat mengumpulkan dan mencari hal-hal yang bersifat material, serta terus mendorong terciptanya kebutuhan dan keinginan baru, justru menjauhkan manusia dari kebahagiaan, kepuasan, dan kedamaian. Pandangan ini didasari oleh dua alasan.

Pertama, memperbanyak kebutuhan dan keinginan bukanlah cara manusia untuk mencapai kebahagiaan sejati. Jika manusia hanya terpaku pada pemenuhan keinginannya, ia akan menjadi budak dari hasratnya sendiri. Hasrat tersebut tidak akan pernah berhenti meminta untuk dipenuhi, sehingga manusia tidak akan pernah mencapai kepuasan dan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Kedua, keinginan yang terus-menerus muncul dan mendesak untuk segera dipenuhi tidaklah membawa manusia kepada kemajuan. Sebaliknya, hal tersebut cenderung membawa manusia pada kesenangan yang bersifat fisik semata. Keinginan untuk memuaskan hal-hal yang bersifat fisik menjadi penghambat bagi pengabdian sosial.

Konsep Ahimsa yang diajarkan oleh Mahatma Gandhi mengajak setiap individu untuk mengasihi semua makhluk hidup. Secara negatif, ahimsa diartikan sebagai upaya untuk menghindari tindakan yang dapat melukai atau membunuh apapun yang ada di bumi, baik dalam kata-kata, pikiran, maupun perbuatan. Dengan demikian, ahimsa bukan hanya sekadar tidak melukai makhluk hidup, yang terkesan pasif, tetapi lebih kepada usaha untuk berbuat baik kepada semua ciptaan tanpa kekerasan atau perlawanan. Ahimsa adalah ekspresi dari kasih sayang yang mendalam, bahkan terhadap pelaku kejahatan. Secara positif, ahimsa adalah bentuk cinta yang paling mulia. Konsep ini muncul sebagai respons terhadap penindasan dan diskriminasi yang dialami oleh rakyat India yang tidak mendapat hak untuk hidup dengan martabat, kebebasan, dan perlindungan hukum. Menyaksikan kenyataan ini, Gandhi menyadari bahwa penderitaan bukanlah suatu kelemahan, melainkan sebuah kekuatan yang efektif untuk memperjuangkan perubahan melalui jalan tanpa kekerasan.

Bagaimana Prinsip "Ahamsi" dapat digunakan untuk pencegahan korupsi di Indonesia?

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

Prinsip ahimsa yang dianut oleh Mahatma Gandhi, yang berarti tanpa kekerasan atau tidak menyakiti, dapat menjadi landasan moral yang kuat untuk mencegah korupsi di Indonesia. Ahimsa tidak hanya merujuk pada tindakan fisik, tetapi juga mencakup komitmen terhadap kejujuran, integritas, dan penghormatan terhadap kesejahteraan orang lain. Dalam konteks korupsi, ahimsa dapat diterapkan dengan menanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan korupsi, baik dalam bentuk penyalahgunaan wewenang, penggelapan uang, atau suap, merupakan bentuk kekerasan sosial. Korupsi menyakiti masyarakat secara tidak langsung dengan menghilangkan hak-hak mereka atas pelayanan publik yang berkualitas, menciptakan ketidakadilan, dan memperparah kesenjangan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun