Mohon tunggu...
Aldo Oktavian
Aldo Oktavian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Advertising & Marketing Communication Universitas Mercubuana Jakarta

44321010050 | S1 Ilmu Komunikasi | Fakultas Ilmu Komunikasi | Dosen pengampu : Prof Dr. Apollo M.Si., Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemampuan Memimpin Diri dan Upaya Pencegahan Korupsi, dan Etik: Gaya kepemimpinan Lao Tzu (Prinsip Kepemimpinan TAOISME)

22 Desember 2024   09:03 Diperbarui: 22 Desember 2024   11:56 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa Itu Lao Tzu?

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

Gagasan kepemimpinan dan tanggung jawab mereka yang memutuskan untuk memangku peran tersebut telah menarik perhatian orang-orang berabad-abad lalu. Lao-Tzu mengungkapkan pendapatnya tentang ciri-ciri pemimpin yang baik dan dampak buruk dari keinginan terhadap masyarakat dan kondisi mental orang-orang. Dari sudut pandang filsuf ini, terlalu banyak perhatian sering kali tertuju pada perbedaan antara orang-orang, baik itu "kemampuan yang lebih unggul," properti yang "sulit diperoleh," atau sumber kecemburuan lainnya. Karena adanya kecenderungan seperti itu, banyak individu yang melebih-lebihkan manfaat memiliki sesuatu yang dikaitkan dengan posisi yang lebih unggul daripada orang lain.

Dari kata-kata filsuf tersebut, dapat disimpulkan bahwa merupakan tanggung jawab seorang pemimpin untuk mengalihkan perhatian pengikutnya dari pikiran-pikiran yang merugikan dan, oleh karena itu, mencegah persaingan yang tidak perlu. Ia melihat penyebaran pengetahuan dalam masyarakat manusia sebagai fenomena negatif yang harus dikendalikan dan dikurangi oleh para pemimpin. Dengan demikian, "orang bijak" memastikan kesejahteraan rakyatnya dengan cara berikut: ia "mengosongkan pikiran mereka, mengisi perut mereka," dan "melemahkan kemauan mereka," yang mungkin merujuk pada sifat hewani manusia. Penulis tampaknya memandang pengaruh seorang pemimpin yang baik sebagai semacam faktor penghambat yang menghilangkan risiko sosial apa pun dengan mengurangi keinginan dan mencegah tindakan yang dipicu oleh pengetahuan.

Gagasan kepemimpinan efektif yang dikemukakan Lao Tzu tidak memiliki kesamaan dengan konsep-konsep populer modern yang menekankan peran inisiatif dan motivasi. Beberapa pemimpin dapat melihat kebaikan yang berdaulat dalam penciptaan aturan-aturan ketat yang harus dipatuhi untuk menghindari hukuman. Dengan menekankan ketidakegoisan dan pengabaian diri, Lao Tzu mendorong para pemimpin untuk menghindari membedakan diri mereka dari orang banyak untuk menghormati prinsip kesetaraan.

Baginya, ketika ide-ide ini menjadi dasar strategi seorang pemimpin, pengikut biasa memperoleh "kebebasan untuk mengikuti sifat jujur dan sederhana mereka". Dalam pemikiran Tao, pemimpin yang efektif harus mengurangi dampak dari faktor apa pun yang mengalihkan perhatian orang dari "mengikuti sifat segala sesuatu" atau Tao. Oleh karena itu, kepemimpinan Tao lebih bersifat simbolis karena tidak dipertahankan oleh pengenalan larangan ketat dan hierarki dominasi yang kuat.


Apa itu TAOISME?

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

Menurut Fung Yu Lan, secara umum di Tiongkok terdapat tiga agama besar, yaitu Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Taoisme dapat dipahami baik sebagai filsafat maupun agama. Tao dipandang sebagai asal mula sekaligus bagian dari alam semesta. Dalam konteks ini, Tao memiliki dua sifat: transenden dan imanen. Tao yang bersifat transenden merujuk pada kekuatan yang menciptakan segala sesuatu di alam semesta dan berada di luar jangkauan manusia. Sementara itu, Tao yang bersifat imanen adalah alam semesta itu sendiri, yang dekat dengan kehidupan manusia. Dengan demikian, alam semesta dipandang sebagai manifestasi dari Tao.

Taoisme merupakan suatu agama, meskipun secara teori terdapat filsafat atau ajaran Tao yang bukan merupakan agama. Namun, dalam praktiknya saat ini, Taoisme diakui sebagai sebuah paham sekaligus agama karena di dalamnya terdapat ritus atau upacara keagamaan. Dalam ajaran Taoisme, terdapat tiga kitab klasik utama, yaitu Tao Te Ching, Chuang Tzu, dan Lieh-Tzu. Kitab-kitab tersebut ditulis lebih dari dua ribu tahun yang lalu, tetapi kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya tetap relevan hingga kini.

Ajaran Tao menekankan pada aspek mistisisme serta pemahaman terhadap hukum-hukum alam agar manusia dapat hidup selaras dengan alam. Ajaran ini juga mendorong manusia untuk mencapai kesatuan dengan alam secara spiritual, atau menyatu dengan Tao yang diartikan sebagai prinsip tertinggi atau Tuhan. Tao mengajarkan untuk menghindari keramaian dan kehidupan sosial yang sibuk, dengan memilih hidup di tempat yang tenang dan sepi. Hal ini dimaksudkan agar seseorang dapat merenungkan makna hakiki kehidupan dan menjadi pribadi yang bijaksana. Bagi penganut Tao, hidup di tengah masyarakat sering kali dianggap kurang selaras dengan jalan hidup yang dianjurkan.

Dalam ajaran agama Tao, terdapat empat prinsip utama yang mengajarkan manusia, khususnya umat Tao, untuk mencapai kebahagiaan tertinggi atau kebahagiaan yang abadi. Ajaran Tao menekankan pentingnya hidup selaras dan menyatu dengan alam, yang juga berarti menyatu dengan Tao (Tuhan). Keempat prinsip tersebut adalah Te, Wu Wei, Phu atau P'o, dan Sheng Ren.

Menurut Tjan Tjoe Som, Te (kebajikan) merupakan suatu kekuatan spiritual yang dapat memberikan pengaruh dan wibawa bagi orang yang memilikinya. Te ada dalam segala sesuatu, termasuk manusia, yang dapat mengembangkan diri dengan menyelaraskan dan menyesuaikan diri dengan jalan (Tao), serta bekerja tanpa paksaan atau tindakan yang bertentangan.

Seseorang yang memiliki kebajikan ini akan memancarkan kekuasaan atau wibawa kepada orang-orang di sekitarnya. Orang yang memiliki Te adalah pribadi yang bahagia, baik secara lahir maupun batin. Oleh karena itu, kebajikan ini perlu dicari dan dicintai oleh setiap individu. Te dapat diartikan sebagai kekuatan moral yang mengandung tiga unsur utama. Pertama, kekuatan yang dimiliki cenderung memberikan pengaruh positif dan menguatkan orang lain. Kedua, kejujuran yang tercermin melalui sikap dan perilaku, serta didasarkan pada kemurnian hati. Ketiga, kasih sayang, yaitu hidup untuk melayani sesama tanpa membeda-bedakan.

Dalam pandangan umum, wu wei diartikan sebagai 'tidak mencampuri.' Konsep ini merupakan salah satu keutamaan dalam ajaran Taoisme. Ketika diterapkan pada manusia, wu wei berarti hidup selaras dengan kodrat alam. Menurut Tjan Tjoe Som, wu wei dapat dipahami sebagai 'tanpa bertindak,' yang dimaksudkan bukan untuk memaksa atau mendesak, melainkan mengikuti sifat alaminya. Sebagaimana alam semesta berkembang dengan sendirinya, tanpa dorongan atau penolakan, wu wei mengajarkan harmoni dengan alur alami kehidupan.

Phu atau P'o menggambarkan kesederhanaan, kemurnian, serta keadaan yang belum terpengaruh oleh budaya maupun pengetahuan. Istilah ini sering disandingkan dengan Tzu Jan, yang berarti alami. Phu atau P'o merujuk pada individu yang menjalani jalan Tao dengan sifat sederhana dan tidak terpengaruh oleh budaya serta pengetahuan. Dalam ajaran Taoisme, hidup sederhana menjadi tujuan yang dianut. Menurut pandangan Taoisme, segala sesuatu dalam kehidupan bergerak secara berlawanan; sehingga, seseorang yang kaya dan hidup berlebihan pada akhirnya akan mengalami kemiskinan.

Kenapa Prinsip TAOISME dapat menjadi salah satu cara untuk pencegahan korupsi di Indonesia?

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

Prinsip Taoisme dari Lao Tzu dapat menjadi salah satu cara yang efektif untuk pencegahan korupsi di Indonesia karena ajaran ini menawarkan pendekatan filosofis yang menekankan kesederhanaan, harmoni, dan penghindaran keserakahan, yang sangat relevan dalam konteks pemberantasan korupsi. Salah satu inti ajaran Taoisme adalah Pu atau kesederhanaan, yang mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak berasal dari harta benda atau kekuasaan, melainkan dari hidup sederhana dan selaras dengan alam. Dengan mengadopsi nilai ini, masyarakat dan pejabat publik dapat dibimbing untuk tidak tergoda mengejar kekayaan melalui cara yang tidak etis, seperti korupsi. Selain itu, prinsip Wu Wei atau bertindak tanpa paksaan mengajarkan bahwa tindakan yang dilakukan tanpa melawan harmoni alam akan menghasilkan hasil yang baik. Dalam konteks pencegahan korupsi, prinsip ini dapat diwujudkan melalui pengembangan sistem pemerintahan yang transparan dan berbasis teknologi, seperti e-government, yang meminimalkan intervensi manusia dan celah untuk praktik korupsi.

Prinsip Taoisme juga menekankan pentingnya harmoni atau keseimbangan dalam kehidupan (Yin-Yang), yang dapat diterapkan untuk menciptakan kebijakan pemerataan ekonomi dan keadilan sosial. Ketika kesenjangan ekonomi berkurang, dorongan untuk melakukan korupsi karena kebutuhan ekonomi juga menurun. Di sisi lain, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi dapat menciptakan keseimbangan dalam sistem hukum, memastikan bahwa siapa pun yang melanggar hukum akan menerima konsekuensi yang setimpal. Konsep Te atau kebajikan dalam Taoisme mengajarkan bahwa pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang hidup dengan rendah hati dan menjadi teladan. Pemimpin yang mempraktikkan nilai-nilai ini akan memberikan pengaruh positif bagi bawahannya dan mendorong budaya kerja yang jujur serta berintegritas dalam birokrasi.

Selain itu, ajaran Taoisme juga mendorong individu untuk menghindari sifat serakah dan menekankan pentingnya hidup sesuai dengan nilai moral. Dalam konteks Indonesia, prinsip ini dapat diintegrasikan ke dalam pendidikan moral dan etika di berbagai lapisan masyarakat, sehingga membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga integritas. Dengan penerapan nilai-nilai Taoisme yang menyentuh aspek individu, sosial, dan struktural, pencegahan korupsi di Indonesia dapat dilakukan secara holistik, menciptakan sistem yang lebih bersih dan berkeadilan.

Bagaimana Prinsip TAOISME dapat menjadi cara untuk pencegahan korupsi di Indonesia?

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

PowerPoint Prof. Apollo
PowerPoint Prof. Apollo

Prinsip Taoisme dari Lao Tzu dapat menjadi pendekatan filosofis yang relevan untuk mencegah korupsi di Indonesia, terutama dengan mengedepankan nilai kesederhanaan, harmoni, dan penghindaran sikap serakah. Salah satu prinsip utama Taoisme, Pu atau kesederhanaan, menekankan pentingnya hidup tanpa keterikatan pada materi dan kekuasaan. Contohnya, prinsip ini dapat diterapkan melalui kampanye pendidikan antikorupsi sejak dini di sekolah, dengan mengajarkan bahwa keberhasilan sejati tidak hanya diukur dari harta, tetapi dari integritas. Selain itu, pengadaan program pelatihan untuk pejabat publik yang berfokus pada nilai-nilai etika dan kesederhanaan dapat membantu mereka memahami pentingnya melayani masyarakat tanpa menyalahgunakan wewenang.

 

Prinsip Wu Wei, yang berarti bertindak tanpa paksaan atau selaras dengan tatanan alami, juga dapat diterapkan melalui transparansi dan otomasi sistem pemerintahan. Contohnya adalah penerapan teknologi e-government untuk mengurangi intervensi manual dalam pengelolaan anggaran atau perizinan, sehingga meminimalkan peluang penyalahgunaan kekuasaan. Sistem seperti ini telah terbukti efektif, misalnya di DKI Jakarta dengan penerapan sistem e-budgeting yang mengurangi kebocoran anggaran. Selain itu, aturan yang sederhana dan tidak berbelit-belit juga perlu dirancang agar tidak memberikan peluang celah untuk praktik korupsi.

 

Prinsip harmoni (Yin-Yang) mengingatkan bahwa keseimbangan harus dijaga dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pemerataan ekonomi dan penegakan hukum. Pemerintah dapat menerapkan program pengurangan kesenjangan ekonomi, seperti pemberian subsidi langsung kepada masyarakat kurang mampu atau kebijakan afirmatif untuk daerah tertinggal. Di sisi lain, penegakan hukum yang adil dengan memberikan hukuman tegas bagi pelaku korupsi, seperti pemberlakuan sanksi sosial dan penyitaan aset, dapat menciptakan efek jera. Misalnya, kasus-kasus besar seperti korupsi BLBI dan Jiwasraya dapat dijadikan contoh penting untuk menunjukkan komitmen negara terhadap keadilan.

 

Lebih jauh lagi, Taoisme mengajarkan bahwa pemimpin yang baik harus menjadi teladan, sebagaimana konsep Te atau kebajikan. Dalam konteks Indonesia, pemimpin yang memiliki gaya hidup sederhana dan transparan akan menjadi contoh nyata bagi bawahannya. Presiden Jokowi, misalnya, sering dianggap mempraktikkan prinsip ini dengan gaya hidup sederhana dan blusukan langsung ke masyarakat. Di tingkat lokal, kepala daerah dapat diberi insentif untuk menunjukkan integritas, seperti penghargaan dari KPK untuk daerah dengan tata kelola keuangan terbaik.

 

Akhirnya, dengan mengedepankan kesadaran moral dan spiritual, prinsip Taoisme dapat diterapkan melalui penguatan nilai-nilai agama dan budaya lokal. Pendidikan moral berbasis agama dan kearifan lokal seperti nilai gotong royong dapat ditanamkan dalam birokrasi, sehingga mendorong individu untuk bertindak sesuai dengan kepentingan bersama. Dengan kombinasi langkah-langkah ini, prinsip Taoisme dapat menjadi pedoman yang relevan dan dapat direalisasikan untuk menciptakan sistem yang lebih bersih dan adil di Indonesia.

 

Penerapan prinsip Taoisme dalam pencegahan korupsi di Indonesia bisa dimulai dengan pendekatan pada aspek individu, sistem, dan budaya. Prinsip-prinsip Taoisme, yang mengutamakan kesederhanaan, harmoni, dan penghindaran dari keserakahan, dapat menjadi fondasi kuat untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berintegritas. Salah satu titik awal adalah pendidikan moral dan etika. Mengintegrasikan ajaran Taoisme dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, baik di sekolah maupun dalam pelatihan bagi pejabat publik, dapat membantu menanamkan nilai-nilai kesederhanaan dan kebajikan sejak dini. Misalnya, dengan mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati datang dari hidup sederhana dan tidak bergantung pada kekayaan atau kekuasaan, yang merupakan esensi dari prinsip Pu dalam Taoisme.

 

Selanjutnya, sistem pemerintahan yang lebih transparan dan efisien dapat mulai diterapkan dengan mengadopsi prinsip Wu Wei, yang mengajarkan untuk bertindak selaras dengan alam dan tidak memaksakan kehendak. Di Indonesia, ini dapat diwujudkan melalui penggunaan teknologi dalam pengelolaan anggaran dan pemerintahan, seperti sistem e-governance dan pengadaan barang secara elektronik. Penggunaan teknologi yang meminimalkan intervensi manusia ini akan mengurangi celah bagi penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi.

 

Selain itu, penguatan kepemimpinan yang berintegritas juga menjadi langkah penting. Prinsip Taoisme yang mengajarkan pemimpin untuk menjadi teladan dengan hidup sederhana dan rendah hati, sebagaimana tercermin dalam konsep Te, dapat diterapkan di Indonesia. Pemimpin yang mempraktikkan prinsip ini akan lebih fokus pada pelayanan kepada masyarakat, bukan pada pengumpulan kekayaan pribadi. Misalnya, penerapan kebijakan yang menekankan gaya hidup sederhana, seperti yang dilakukan oleh beberapa kepala daerah di Indonesia yang memilih hidup dengan transparansi dan efisiensi, bisa menjadi contoh yang baik.

 

Penerapan prinsip harmoni atau keseimbangan (Yin-Yang) dalam masyarakat juga sangat penting. Di Indonesia, ini bisa dimulai dengan upaya pemerataan ekonomi melalui kebijakan afirmatif yang mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Ketika kesejahteraan masyarakat merata, dorongan untuk melakukan korupsi demi memperbaiki kondisi ekonomi pribadi akan berkurang. Kebijakan yang menargetkan pengurangan kemiskinan dan meningkatkan akses pendidikan serta kesehatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah contoh nyata dari penerapan prinsip ini.

 

Dengan memulai dari pendidikan, sistem pemerintahan, kepemimpinan, dan kebijakan sosial-ekonomi, prinsip-prinsip Taoisme dapat diterapkan secara holistik dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Langkah-langkah ini akan membantu menciptakan sebuah budaya yang lebih menghargai integritas, kesederhanaan, dan keadilan, sehingga meminimalkan praktik korupsi dalam kehidupan bernegara.

 

Daftar Pustaka

Eva Wong, Inti Ajaran Tao, Jakarta, Erlangga, 2001, 

Mohammad Zazuli, 60 Tokoh Dunia Sepanjang Masa, Yogyakarta, Narasi, 2009, 

https://stephenfmccarthy.wordpress.com/2014/12/10/perspectives-on-leadership-lao-tzu/

Leadership and Management in China Philosophies, Theories, and Practices , pp. 83 - 107 DOI: https://doi.org/10.1017/CBO9780511753763.005

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun