Mohon tunggu...
Murel Karlo Akarialdo
Murel Karlo Akarialdo Mohon Tunggu... Jurnalis - Amateur Blogger
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bercerita tentang keseharian yang dijadikan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketua DPR Minta Perhatian Pemerintah akan Kemungkinan PHK akibat PPKM Level 4 pada Kesehatan Mental Masyarakat

25 Agustus 2021   20:25 Diperbarui: 25 Agustus 2021   20:50 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani meminta perhatian pemerintah pada kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Level 4 dan kaitannya dengan kesehatan mental rakyat. Pasalnya, kehilangan mata pencaharian akan memberikan dampak berkelanjutan dan pengikisan kekuatan mental masyarakat Indonesia. 

"Selama PPKM Level 4 ini pengurangan mobilitas berimbas pada pekerja di berbagai sektor yang terancam dirumahkan. Maka, harus diberikan perhatian khusus, bukan hanya dalam bentuk bantuan ekonomi tetapi juga kesejahteraan mental dan jiwa," kata Puan dalam keterangan tertulisnya. Data Kemnaker memperkirakan sekitar 48 persen pekerja di sektor kritikal, esensial, dan non-esensial terancam terkena PHK. 

Data itu dihimpun dari berbagai provinsi di wilayah Jawa dan Bali. Tren PHK paling terlihat ada pada kategori pekerja berpenghasilan rendah dan pekerja harian. Berdasarkan data itu, dikhawatirkan pemutusan hubungan kerja besar-besaran akan berakibat pada penurunan drastis kemampuan konsumsi dan daya beli masyarakat. Sejauh ini, pemerintah telah mengupayakan berbagai bantuan, termasuk bantuan subsidi upah (BSU) untuk mempertahankan daya beli masyarakat. 

Ada pula solusi jangka pendek dalam menjaga keberlangsungan usaha dan perlindungan pekerja atau buruh yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/7/AS.02.02/V/2020 tentang Rencana Keberlangsungan Usaha dalam Menghadapi Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Protokol Pencegahan Covid-19 di Perusahaan. 

Selain bantuan secara materi, menurut Puan, dukungan terhadap kesehatan mental pun harus diperhatikan juga. PHK akan membawa domino effect bagi orang yang mengalaminya. Mereka yang mengalami tekanan finansial, secara psikologis akan respons cemas hingga khawatir yang akan diikuti stres psikologis. 

Dibutuhkan adanya layanan yang menyediakan bantuan untuk kesehatan mental dengan dengan gratis dan tanpa persyaratan khusus. "Persoalan keselamatan jiwa ini sangat berhubungan erat dengan kesehatan fisik secara langsung. Apalagi terkait beban ekonomi untuk mereka yang menjadi tulang punggung keluarga satu-satunya," ujar mantan Menko PMK itu. Puan memandang bahwa mitigasi dampak PHK itu harus mengikutsertakan penanganan kesehatan mental masyarakat. 

Puan meyakini bahwa dari jiwa yang sehat maka akan terbentuk tubuh yang kuat. Kekuatan imunitas dan daya tahan tubuh juga berpengaruh pada kesehatan mental seseorang. "Kita usahakan semaksimal mungkin untuk menekan kemungkinan pemutusan hubungan kerja di lapangan. Mungkin diadakan pemindahan fokus pekerjaan sehingga masih bisa dilakukan dari rumah masing-masing atau secara bergantian dapat hadir di kantor dengan tetap memberlakukan protokol kesehatan yang tepat," kata Puan. 

Jika pun nanti prediksi pemutusan hubungan kerja besar-besaran ini terjadi, pemerintah sudah ada rencana yang matang untuk menanggulanginya. Baik dari segi bantuan ekonomi dan tunjangan kesehatan mental. Menurut Puan, persoalan kesehatan jiwa akibat PHK ini juga bisa berpengaruh pada generasi muda. 

Sebab, biasanya yang kehilangan pekerjaan adalah orang tua, ayah atau ibu, yang masih harus bertugas untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Jika sosok orang tua ini tidak stabil akibat dari kehilangan pekerjaan, maka anak-anak pun tidak akan stabil masa pertumbuhannya. Kehilangan pemasukan untuk hidup juga akan memutus berbagai fasilitas serta kenyamanan kehidupan yang tadinya mereka miliki. 

Maka, memang antisipasi untuk kejadian ini benar-benar harus dipikirkan secara masak-masak oleh pemerintah dari segala lini. Terburuk, bila orang-orang yang di PHK ini masih harus menyekolahkan anak-anaknya.

Bisa jadi, anak-anak itu putus pendidikan karena ayah ibunya tidak bisa lagi membiayai kebutuhan sekolah mereka. "Kita antisipasi, kita buat mitigasi matangnya. Kejadian ini nantinya akan membawa dampak sosial dan ekonomi. Kesehatan yang harus dijaga juga bukan hanya fisik, tetapi mental. Kita harus benar-benar ketat. Karena di balik itu semua masih ada ancaman Covid-19 yang menanti dan menunggu," ujar Puan.

 Puan juga turut mendoakan agar perkiraan ini tidak terealisasi nyata dan ada tindakan konkret dari pemerintah untuk pencegahannya. Bagaimana pun, pertaruhannya besar, bukan hanya sekadar pekerjaan yang hilang, tetapi kesehatan mental dan kesejahteraan keluarga juga bisa terancam. "Semoga Indonesia selalu kuat dan tegar dalam menghadapi Pandemi Covid-19 ini," tutup Puan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun