[caption id="attachment_340268" align="aligncenter" width="595" caption="Pengurangan subsidi, terburu-buru atau suatu keharusan?"][/caption]
Pada tulisan sebelumnya (Klik Disini) saya telah memberikan sedikit gambaran mengenai perkiraan pengeluaran negara untuk mensubsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar selama satu tahun anggaran menurut asumsi-asumsi yang dipasang di dalam RAPBN 2015. Mengingat defisit anggaran di tahun 2015 yang diperkirakan sebesar Rp 257.57 Triliun Rupiah yang sebagiannya dibiayai dari utang, baik itu utang dalam negeri maupun utang luar negeri. Tentu akan lebih baik jika defisit anggaran tersebut bisa ditekan sehingga pemerintah tidak harus menyerap utang terlalu banyak untuk membiayai belanja-belanja di tahun 2015.
Dalam tulisan kali ini, akan dituliskan salah satu pilihan dari berbagai pilihan yang menurut saya dapat diambil pemerintah untuk menekan defisit melalui pengurangan subsidi. Pengurangan subsidi dalam tulisan kali ini menggunakan skenario penyesuaian harga bertahap. Skenario penyesuaian bertahap di sini maksudnya adalah penyesuaian harga subsidi BBM sebesar Rp 100 hingga Rp 200 per liter yang dilakukan per bulan. Skenario ini dapat juga disebut dengan mencicil pengurangan subsidi BBM sedikit demi sedikit. Adapun keuntungan dari skenario penyesuaian harga secara bertahap ini antara lain adalah sebagai berikut:
- Inflasi dapat ditekan serendah mungkin karena penyesuaian harga relatif kecil.
- Masyarakat relatif lebih mudah menerima penyesuaian karena dampak yang dihasilkan masih dapat ditanggung (berada dalam jangkauan)
- Ongkos politiknya yang lebih kecil bagi pemerintah dan lebih populis, misalnya dibungkus dengan kata "mencicil agar tidak memberatkan"
- Kenaikan harga-harga barang dan jasa relatif dapat dihindari dalam jangka pendek (satu hingga dua bulan)
Bagaimana skenario ini dapat berjalan? Seperti yang telah ditulis di atas, pengurangan subsidi dapat dijalankan dengan melakukan penyesuaian harga BBM sebesar Rp 100 per liter per bulan dalam jangka waktu satu tahun. Dalam bulan-bulan di mana inflasi biasanya akan meningkat di atas rata-rata, seperti bulan Desember, Januari, Juni, Juli, dan masa lebaran penyesuaian dapat ditiadakan. Sebagai kompensasinya di bulan sebelumnya atau di bulan berikutnya penyesuaian dapat dilakukan dengan menambahkan Rp 100 per liter sehingga dalam bulan tertentu tersebut penyesuaian dilakukan sebesar Rp 200 per liter. Bagaimana hitung-hitungannya? Sebelum melakukan penghitungan total penghematan subsidi yang dapat diperoleh, berikut asumsi yang akan digunakan:
Dalam tabel di atas digunakan asumsi yang sangat konservatif, yaitu konsumsi BBM di tahun 2015 mendatang diasumsikan sama dengan konsumsi tahun 2015. Dari di tabel bawah ini dapat kita lihat akumulasi penghematan yang diperoleh melalui penyesuaian harga BBM secara bertahap tersebut untuk BBM bersubsidi jenis Premium:
[caption id="attachment_340264" align="aligncenter" width="619" caption="Penghitungan Penghematan dari BBM Bersubsidi Jenis Premium"]
Sementara itu akumulasi penghematan yang diperoleh melalui penyesuaian harga BBM bersubsidi jenis Solar per bulan secara bertahap adalah sebagai berikut:
[caption id="attachment_340265" align="aligncenter" width="619" caption="Penghitungan Penghematan BBM Bersubsidi Jenis Solar"]
Maka total anggaran dana yang dapat dihemat dari penyesuaian harga BBM bersubsidi secara bertahap ini adalah sebagai berikut:
[caption id="attachment_340266" align="aligncenter" width="444" caption="Keseluruhan Penghematan yang Diperoleh"]
Terlihat bahwa dengan cara penyesuaian harga BBM secara bertahap, potensi penghematan yang diperoleh negara adalah sebesar Rp 22,84 Triliun. Bila kita melihat defisit anggaran dalam RAPBN 2015 yang sebesar Rp 257.57 Triliun maka defisit anggaran yang sebesar 2,82% dari nilai PDB 2013 (data terakhir) berpotensi berkurang sebesar 0,25%. Angka ini bisa lebih tinggi atau lebih rendah, tergantung fluktuasi harga minyak mentah dunia dan juga fluktuasi kurs mata uang Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah.
Secara objektif pilihan pengurangan subsidi dengan cara penyesuaian bertahap ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
-
Potensi penghematan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan menaikkan langsung harga BBM subsidi di awal sebesar Rp 1.000
-
Potensi kenaikan harga-harga yang tidak diinginkan, berupa penyesuaian harga-harga setiap ada kenaikan harga BBM oleh pedagang untuk ambil untung (dapat diatasi dengan operasi pasar yang tepat)
-
Akumulasi inflasi yang bisa saja lebih tinggi daripada kenaikan harga BBM secara langsung
-
Defisit anggaran tidak berkurang secara signifikan, hanya sekitar 0,25% menjadi 2,57% terhadap PDB
Ada beberapa langkah pelengkap yang bisa dikombinasikan dengan kebijakan ini untuk mengatasi kenaikan inflasi yang bisa saja terjadi. Langkah-langkah yang perlu diambil cukup seperti yang sudah dilakukan oleh pemerintahan SBY, antara lain dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang nilainya tentu tidak sebesar BLT jika kenaikan dilakukan secara langsung. Selain itu untuk mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok, pemerintah daerah juga dapat melakukan operasi pasar.
Demikianlah tulisan saya ini dan terima kasih telah membacanya. Mari kompasianer berkomentar jika ada hal-hal yang ingin disampaikan
Tulisan sebelumnya lihat di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H