Jika mereka mengikuti seleksi pada tahun berikutnya, maka jumlah pesaing mereka akan semakin banyak. Mereka akan bersaing dengan siswa lulusan tahun sebelumnya ditambah dengan siswa pada tahun tersebut, dan begitupun seterusnya.
Pada tahun 2022, pemerintah melalui Permendikbudristek No 48 Tahun 2022 telah membuat transformasi dalam sistem perekrutan mahasiswa baru. Sistem seleksi yang menitikberatkan pada potensi masing-masing siswa, prestasi, penalaran dan pelaksanaannya yang transparan.
 Sistem yang cukup baik, mendorong potensi siswa dan lebih menghargai keberagaman potensi mereka hingga terciptanya lulusan yang berkualitas dan siap menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Namun, tranformasi itu tidak cukup untuk menaikan angka masyarakat dalam menempuh pendidikan tinggi.
Negara yang dengan populisi terbesar keempat dunia, tidak cukup jika hanya memperbaiki sistem pendidikan dalam sisi kualitasnya. Sistem itu harus diikuti dengan ruang perkuliahan yang luas.
Bayangkan sistem ini telah berjalan dengan sempurna selama bertahun-tahun. Semua siswa lulusan SMA sederajat sudah berkualitas dengan potensinya masing-masing tapi, ruang perkuliahan tetap saja masih sempit. Maka akan selalu ada yang diutamakan. Akhirnya, pendidikan yang merupakan hak setiap warga negara, hanya mencapai tahap seleksi saja.
Kampus yang memiliki peran sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan peradaban bangsa, sayangnya tidak dapat dinikmati oleh seluruh warga negara. Prinsip pendidikan yang demokratis, berkeadilan dan tidak diskrimitaif akhirnya, tinggal menjadi slogan indah yang kehilangan makna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H