Rasanya sudah lama sekali aku tidak merasa tenang seperti ini. Suara angin yang berhembus, di bawah dedaunan hijau rindang yang saling gemerisik, di naungan langit biru lembut yang tenang.
"Anyaaa.. Apa kau tidak tahu kami mencarimu kemana-mana? Dan apa yang kau lakukan disini? Melamunkan pacarmu itu ya?" Joanne menepuk pundakku sambil tertawa. Aku tersentak dan kemudian hanya tersenyum tipis padanya.
"Maaf, aku membuat kalian menunggu, ya? Dimana yang lainnya?" tanyaku sambil berdiri dan menatap Joanne, mengabaikan kalimat terakhir yang diucapkannya.
"Yang lain menunggu di tempat biasa. Kau mau ikut atau tidak?"
"Tentu saja aku ikut, Jo."
Aku dan Joanne akhirnya pergi menuju restoran dimana kami biasa berkumpul.
"Hei, Anya. Kemana saja kau? Kami sampai menyuruh Jo mencarimu, habis hanya dia yang tahu dimana kau biasa bermeditasi, dan kami pergi lebih dulu kesini," kata Dave memberikan sapaan. Aku hanya tersenyum meminta maaf dan ikut duduk bersama mereka di sebelah Joanne.
"Entahlah, dia mungkin merindukan si pangeran berkuda yang sekarang ada di Amerika sana." Kali ini Cayla bersuara dan membuat semua orang tertawa. Aku hampir saja terbiasa, namun mendengar sebutan mereka untuk laki-laki itu masih mempengaruhiku. Lagi-lagi aku hanya mampu tersenyum sementara seluruh sahabatku tertawa karenanya.
Sehabis makan siang bersama, aku dan sahabat-sahabatku memutuskan untuk pulang. Kebetulan aku, Joanne, dan Dave memiliki arah yang sama jadi kami berpisah dengan Cayla dan Sky untuk kembali ke rumah masing-masing.
"Aku jadi teringat dengan apa yang dikatakan Cayla. Apa kau masih merindukan dia? Ayolah Anya, sudah dua tahun kau bahkan tidak pernah berkomunikasi. Untuk apa menunggunya? Lebih baik kau mulai mencoba untuk membuka hatimu pada lelaki tampan disini." Joanne membuka pembicaraan selagi kami berjalan. Dave mengangguk semangat dan menambah, "lagipula dia juga mungkin sudah melupakanmu. Bukan bermaksud menjatuhkan harapanmu, tapi harapanmu memang sudah tidak ada, Anya. Dia sudah memiliki hidup sendiri."
Aku menggelengkan kepala. Aku tidak ingin laki-laki itu dibahas lagi dan lagi. Akhirnya mereka berdua menyerah untuk membujukku dan mencoba mengalihkan pembicaraan.