Saya melihat dia mendekati sebuah gerobak yang lebih tinggi daripada tubuhnya. Permukaan gerobak itu dipenuhi kemasan -- kemasan kerupuk, serupa dengan yang ditawarkannya kepada orang -- orang, termasuk saya.
Kemudian dia mulai mendorong gerobak besar itu ke toko sebelah, sendirian. Walaupun dengan keadaan fisiknya yang tidak mendukung pekerjaan berat seperti ini.
Kaget, terharu, bingung. Belum pernah saya melihat langsung perjuangan seperti ini pada orang lain
Saya mulai bertanya -- tanya, kenapa dia mau melakukan ini. Kenapa dia rela keliling membawa gerobak besarnya untuk menawarkan kerupuk kepada orang -- orang yang belum tentu mau, walaupun fisiknya tidak mendukung?
Saya bisa membayangkan penjelasan yang masuk akal. Mungkin sudah tidak ada orang yang membantunya mencari uang. Mungkin anak -- anaknya yang sudah besar meninggalkan dan melupakannya. Tapi saya tidak bisa tahu pasti.
Dari sini saya mulai tersadar.
Saya tidak akan pernah tahu benar seberapa banyak seseorang berjuang, dan untuk apa dia berjuang.
 . . . . .
Pikiran saya kembali kepada 2 pengamen di awal, yang saat itu membuat saya kesal.
Bukankah mereka berdua berjuang juga? Mungkin mereka punya keluarga untuk dinafkahi, karena itu mereka kecewa ketika saya tidak memberi uang?
Seperti yang sudah saya bilang, saya tidak tahu pasti.