Mohon tunggu...
Aldo Aditiya
Aldo Aditiya Mohon Tunggu... -

Orang yang kebetulan suka mencari tahu tentang berbagai macam hal | Mau baca lebih? https://medium.com/@aldoan | Mau bilang sesuatu? https://twitter.com/aditiya_aldo |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Keluarkan Idemu, Dunia akan Menghakiminya

22 Januari 2018   19:16 Diperbarui: 23 Januari 2018   10:05 1789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: cinema-stache.com

Di Film To Kill A Mockingbird, Atticus Finch kesulitan memberikan pembelaan untuk kliennya yang berkulit hitam. Kebanyakan orang pada masa itu masih rasis. Source: Lo L. Fuchs/Universal Pictures/Photofest

"You are a function of what the whole universe is doing in the same way that a wave is a function of what the whole ocean is doing" -- Alan Watts

Merupakan sifat dasar pada alam, bahwa sesuatu yang kecil akan bersatu membentuk sesuatu yang lebih besar. Atom saling terkoneksi untuk membentuk molekul-molekul. Susunan molekul tertentu akan membentuk sel. Gabungan sel menjadi jaringan. Jaringan menjadi organ. Organ menjadi organisme.

Dan sekumpulan organisme akan membentuk ekosistem.

Kumpulan benda kecil umumnya memiliki kapabilitas yang lebih besar daripada benda kecil tersebut secara individu. Satu semut bisa dibilang bodoh, dan dengan sendirinya tidak bisa melakukan hal-hal yang signifikan. Tapi sebuah koloni semut bisa melakukan jauh lebih banyak daripada satu semut. Mereka bisa membentuk sistem pembagian kerja yang efektif dan sarang yang kompleks, untuk mempertahankan keselamatan koloni mereka.

Tidak seperti semut, satu orang manusia tidak bisa dibilang bodoh, karena kemampuan kita untuk berpikir jauh melebihi binatang lainnya. Karena kemampuan individu manusia yang lebih hebat inilah, kita bisa membentuk ekosistem yang lebih kompleks. Setiap individu manusia mampu memberikan sebagian dari pikiran mereka kepada ekosistem ini. Dan di dalam ekosistem ini, semua pikiran manusia akan saling bertemu. Ekosistem ini bisa kita sebut sebagai Ekosistem Ide.

Ide bisa bermacam-macam bentuknya. Dia bisa berbentuk sebuah cerita yang diturunkan dari generasi ke generasi, kitab Agama, ideologi, penemuan saintifik, resep yang enak, musik hits yang didengar di radio, film horror, video kekinian di youtube, artikel blog, atau bahkan postingan meme di media sosial.

Dengan jumlah sebanyak 7.6 Miliar orang, apakah banyaknya ide di dunia akan proporsional dengan jumlah tersebut?

Ya. Tapi hanya sedikit yang tersebar luas. Dan lebih sedikit lagi yang bertahan lama.

Sama seperti sebuah gen di alam, ide juga mengalami seleksi. Seperti alam yang hanya akan mengizinkan gen-gen terkuat untuk memberikan keturunan, ekosistem manusia juga hanya akan memilih ide-ide yang kuat untuk diturunkan pada anak cucu kita dan disebarkan ke dunia. Dari kumpulan manusia telah terbentuk ekosistem evolusi ide, sebagaimana dari alam telah terbentuk ekosistem evolusi gen.

Tapi bagaimana cara kerja ekosistem manusia dalam memilih ide yang paling kuat?

Jawaban dari pertanyaan ini akan kita telusuri mulai dari sebuah kasus simpel, yang strategi penyelesaiannya masih diperdebatkan oleh para peneliti selama 50 tahun.

Prisoner's Dilemma

Shutterstock
Shutterstock
Mungkin kamu pernah mendengar sebuah kasus bernama "Prisoner's Dilemma".

Kasus ini merupakan sebuah contoh yang dianilisis pada bidang game theory, dan menunjukkan interaksi antara 2 orang individu, dan beberapa kasus dimana mereka mungkin saling mengkhianati satu dengan lainnya. Aturan untuk kasus ini dijelaskan di bawah:

Dua orang napi A dan B ditangkap dan dipenjara. Masing-masing napi ditahan di dalam sel yang terpisah, tanpa kemampuan komunikasi satu dengan lainnya. Karena kurangnya bukti, oleh penjaga penjara mereka akan diberikan keringanan 1 tahun di penjara. Tapi, penjaga penjara juga memberikan mereka 2 pilihan. Masing-masing napi diberikan kesempatan untuk: mengkhianati temannya, atau bekerja sama dengan teman napinya dan diam. Mereka diberikan tawaran sebagai berikut:

  • Bila A dan B saling mengkhianati, masing-masing mendapatkan 2 tahun di penjara
  • Bila A mengkhianati B dan B diam, A akan dibebaskan dan B akan diberkan 3 tahun penjara, dan sebaliknya
  • Bila A dan B memilih untuk diam, masing-masing hanya diberikan 1 tahun penjara

Diagram Prisoner's Dilemma. Dokpri
Diagram Prisoner's Dilemma. Dokpri
Seperti terlihat pada gambar di atas, kasus ini memiliki 4 kemungkinan hasil. Di hasil I dan II napi A dan B memiliki nasib yang sama, di mana pada kasus I hasilnya lebih baik untuk keduanya dibandingkan hasil II yang buruk untuk keduanya. Hasil III dan IV kurang lebih sama tapi posisi A dan B ditukar, satu orang mendapatkan hasil yang sangat baik dan satu orang mendapat hasil yang sangat buruk.

Yang akan kita perhatikan sekarang adalah Iterated Prisoner's Dilemma. Iterated prisoner's dilemma pada dasarnya adalah kasus prisoner's dilemma yang dilakukan berkali kali. Dengan lebih banyak iterasi, solusi untuk kasus iteratif lebih bervariasi dibandingkan kasus original. Ini karena dalam game yang iteratif, antar pemain diberikan kesempatan untuk membangun kepercayaan atau ketidakpercayaan satu sama lain. 

Bila pada ronde-ronde sebelumnya pemain lawan lebih sering berkhianat, masuk akal kalau kita menyimpan "dendam" dan memilih berkhianat juga.

Robert Axelrod, seorang ilmuwan politik dari Amerika, melakukan eksperimen pada game iteratif ini untuk melihat strategi apa yang paling efektif dan memberikan hasil yang terbaik untuk pemainnya. Dia mengadakan suatu kompetisi diantara akademisi untuk menyusun strategi yang akan memberikan hasil lebih besar dari strategi lainnya. Dia berhasil mengumpulkan 63 buah strategi. Strategi yang dikumpulkan ini bermacam - macam, dari yang simpel hingga yang kompleks.

Semua strategi tersebut kurang lebih bisa dibagi menjadi 2 macam strategi. Strategi "jahat", yaitu strategi yang lebih cenderung untuk berkhianat, dan strategi "baik", yaitu strategi yang lebih cenderung bekerja sama, tapi bisa retaliasi ketika ada yang berkhianat. Ada lagi satu sub tipe strategi "baik", yaitu strategi "sangat baik", yaitu strategi yang sangat cenderung bekerja sama dengan strategi lain.

Semua strategi tersebut kemudian dimasukkan pada sebuah genetic simulation. Pada setiap generasi (atau iterasi) game, semua strategi diberikan "anak" sejumlah dengan hadiah yang dia dapatkan dari game saat itu (misal untuk I hadiahnya 1, untuk II hadiahnya -1, untuk III hadiahnya 2, dan untuk IV hadiahnya -2). 

Dengan begitu, strategi yang paling kuat akan menghasilkan "populasi" paling besar. Seiring bertambahnya generasi, beberapa strategi semakin langka dan akhirnya menjadi punah, dan beberapa strategi lain menjadi lebih banyak.

Setelah dijalankan selama 1000 generasi, tidak lagi terjadi banyak perubahan pada populasi strategi yang menempati sistem tersebut. Stabilitas telah tercapai.

Di awal iterasi game, strategi "jahat" semakin tinggi populasinya, tetapi tidak untuk waktu yang lama. Hanya ada satu strategi "jahat" yang bertahan melewati iterasi ke-200, dan itupun makin mendekati punah seiring naiknya iterasi. Strategi yang "jahat" ini sempat naik di awal karena masih banyak strategi yang "terlalu baik", yang mudah dipermanfaatkan oleh strategi "jahat". Ketika strategi yang "terlalu baik" punah, kepunahan strategi "jahat" juga mengikuti.

Yang banyak tersisa di akhir iterasi hanyalah strategi "baik".

Tapi kenapa strategi yang "baik" bisa menang melawan strategi yang "jahat"?

Ini karena antar strategi "baik" akan saling bekerja sama, dan mendapatkan hasil yang cukup baik (hasil I) secara konstan. Tapi strategi "jahat" tidak bisa saling bekerja sama satu dengan lainnya, sehingga menyebabkan kebertahanannya rendah.

 Strategi "jahat" menjadi musuh untuk semua strategi, termasuk strategi "jahat" lainnya.

Penyebaran Ide Dalam Masyarakat

Seperti penyebaran populasi strategi, ide dalam ekosistem ide pun memiliki penyebaran populasi yang serupa.

Strategi "baik" pada eksperimen di atas merupakan strategi yang pada akhir game mendominasi tipe strategi lainnya. Di awal iterasi, strategi "jahat" sempat memuncak melebihi strategi "baik" lainnya. Tapi kebertahanan strategi "jahat" tidak lama, dan populasi mereka dikalahkan oleh populasi strategi "baik". Di sini kita simpulkan kalau strategi "baik" lebih stabil dibandingkan strategi "jahat". Sebuah strategi bisa kita definisikan sebagai stabil apabila ia bisa mempertahankan posisinya, walaupun diganggu oleh strategi lain.

Ekosistem ide pun seperti itu. Ide yang stabil akan cenderung mengalahkan ide lain yang kurang stabil. Ide bisa kita katakan stabil apabila ia cukup menarik banyak orang untuk menyebarkannya, sehingga kebertahanan dan penyebaran-nya pada ekosistem ide akan lebih kuat.

Perlu dikatakan kalau contoh game strategi di atas sangat ideal. Di dunia asli tentunya kita tidak bisa mengetahui mana ide yang bisa mempertahankan posisinya (strategi "baik"), dan mana ide yang hanya prevalen sesaat (strategi "jahat" di awal -- awal game). Kemungkinan terbesarnya, masa prevalensi sebuah ide tidak akan lama, dan akan digantikan oleh ide lain yang lebih kuat dan stabil.

Sepanjang sejarah bukankah itu yang terus terjadi? Ide-ide prevalen yang awalnya dipercayai secara kuat oleh banyak orang, yang kemudian ditantang oleh ide pendatang yang lebih kuat. Ide prevalen kemudian "bertarung" melawan ide pendatang. Pada awalnya akan membuat susah ide pendatang, tapi lama-kelamaan ide prevalen akan dikalahkan oleh ide pendatang yang lebih kuat, dan ide pendatang akan menjadi Ide prevalen yang baru.

 Dan begitu terus putarannya, sampai kita menemukan ide-ide yang sama sekali tidak bisa ditantang. Tentunya, ini tidak akan cepat dicapai.

Implikasi Dunia Asli

pexels.com
pexels.com
Ide yang prevalen akan terlihat dengan mudah di kehidupan sehari-hari. Gadget yang kita gunakan, media sosial yang kita ikuti, tempat hangout yang sering kita tuju, semuanya merupakan ide yang cukup prevalen untuk bisa bertahan dan terus menarik orang untuk menggunakan dan menyebarkankan-nya. Tapi bagaimana dengan ide-ide yang kurang prevalen?

Semua ide berawal sebagai ide yang tidak prevalen. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali orang yang pertama menemukan ide tersebut. Dari sini, merupakan pilihan orang itu untuk menempuh perjalanan mengubah ide tersebut menjadi ide yang prevalen, atau mengabaikannya. Kebanyakan ide akan berakhir diabaikan oleh penemunya.

Di era sekarang sangat mudah untuk mendapatkan informasi. Terlalu mudah bahkan. Sebagai pengguna, kebanyakan dari kita bingung kemana harus memfokuskan atensi kita yang terbatas, sehingga kita lebih cenderung untuk mengikuti ide prevalen yang sudah "terbukti lebih benar" dibandingkan ide yang tidak prevalen. Dari sini memunculkan pertanyaan kepada orang-orang yang ingin menyebarkan ide yang mereka temukan.

Apakah ideku akan dilihat orang lain?

Kadang kita menjawab "Tidak". Kadang kita merasa kalau ide kita tidak bisa bertahan terhadap banyaknya ide yang sudah ada di luar sana. Kita cemas kalau ekosistem ini akan menghakimi ide kita sampai mati. Kita memandang ekosistem ide sebagai sesuatu yang tak kenal ampun.

Aku mau memberikan persepsi lain terhadap ekosistem ini.

Bayangkan ekosistem ide ini sebagai lautan yang, alih-alih terdiri dari air, dia terdiri dari ide. Ide yang kamu miliki hanyalah sebuah gelombang kecil di antara gelombang-gelombang lain yang tersebar seluas lautan. Dengan sendirinya dia tidak akan bisa memberikan efek apa-apa. Tapi dengan riakan yang pas, dan ketika beresonansi dengan gelombang-gelombang lain, gelombang yang kamu mulai bisa berubah menjadi ombak yang jauh lebih besar dari bagian-bagian yang membentuknya.

Bila ada ide yang mau kamu tunjukkan ke dunia, perluaslah riakan-mu. Carilah tempat dimana idemu bisa beresonansi dengan ide-ide lainnya. Dan yang paling penting, mulailah bekerja pada idemu. Karena tanpa memulai, kamu tidak bisa membuat riakan.

Tentu saja tidak semuanya akan berjalan dengan ideal. Kemungkinan terbesarnya, usahamu untuk menyebarkan idemu akan gagal, ekosistem ide akan menolak riakan idemu, dan kamu kembali lagi ke titik nol.

Tapi, hei. Memulai adalah langkah pertama.

Sitasi

[1] Richard Dawkins. "Selfish Gene". Oxford University Press (1976)

[2] https://en.wikipedia.org/wiki/Prisoner's_dilemma

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hei! Terima kasih sudah memberi waktunya untuk baca artikel ini! Kalau berkenan, bisa di klik like dan share nya ya!

Kebanyakan ide yang dituliskan d isini berasal dari buku Richard Dawkins, yaitu "Selfish Gene".

Artikel ini perlu waktu 2 minggu untuk ditulis, terutama karena agak sulit untuk meng-kondensasi semua ide dari buku ini dalam artikel yang pendek. Alhasil apa yang tertulis disini Cuma oversimplifikasi dari buku tersebut.

Aku sangat merekomendasi kalian untuk membacanya, terutama kalau kalian tertarik untuk mencari tahu apa yang membuat beberapa hal di alam terjadi, dan apa implikasi teori evolusi untuk perkembangan manusia.

Catch me on Twitter: https://twitter.com/aditiya_aldo

Tertarik baca lebih? Kunjungi Medium: https://medium.com/@aldoan

Sekali lagi, terima kasih sudah membaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun