2. Stratifikasi sosial masyarakat Bajo ada lima rumpun, sebagai berikut: [Interpretasi 2016, Wawancara Pak Roso, 2006].
- Lolo same adalah pimpinan tertinggi masyarakat sekaligus merupakan strata sosial teratas. Mereka inilah bangsawan-bangsawan Suku Bajo yang dihormati.
- Ponggawa same adalah hulubalang segenap masyarakat sekaligus dianggap dibawah Lolo, dan golongan bangsawan yang mempunyai percampuran darah dengan strata dibawah atau adanya perkawinan campuran dengan suku lain.
- Gellareng adalah golongan bangsawan yang mempunyai banyak percampuran darah dengan strata dibawahnya.
- Same berarti orang biasa.
- Ate merupakan hamba sahaja.
3. Tradisi perkawinan yang endogami, menurut mereka, perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang ada hubungan kekerabatan, pertalian darah yang dekat, sampai pada tingkat ketiga (sepupu tiga kali). Terdiri dari beberapa fase untuk mencapai perkawinan, yakni; mamea (pencarian jodoh); napore natilo lalang (penjejakan setelah diselidiki); massuro (lamaran/meminang); mappetuada' (penyampaian secara resmi kepada khalayak yang hadir); pabottengang (pesta perkawinan).
4. Tari Ngigal/Manca, pencak silat yang diikuti oleh iringan gendang dan gong Bajo serta menggunakan atribut seperti keris, tongkat, dan senjata tradisional lain. Tarian adat khas Suku Bajo ini biasanya dipakai untuk penyambutan tamu penting atau pada acara-acara tertentu.Â
5. Mattula'bala, upacara menolak bahaya yang akan menimpa Suku Bajo, Upacara ini dipimpin oleh ha toa kampoh (pemimpin kampung, orang tua kampung) yang dimulai dengan menaikkan bendera Ula-ula, lalu di dekat tiang bendera diletakkan tujuh lipat daun sirih, alosi (pinang), kapur sirih, beras. Lalu dibacakan doa kasalamatang (keselamatan) atau mantra dan sesudah itu dibunyikan gendang Bajo.
6. Dalam proses pewarisan pengetahuan, nilai, dan keterampilan mereka memiliki tradisi Iko-iko, yang berperan menyampaikan pesan moral dan dinyanyikan menjelang tidur atau saat dalam pelayaran. Sebagai suatu cerita rakyat yang di dalamnya mengandung unsur kehidupan sehari-hari, mata pencaharian, sosial budaya, termasuk kehidupan remaja pun diceritakan. Terlepas dari unsur-unsur mistis yang ada di dalamnya, Iko-iko memiliki nilai dan norma. Nilai-nilai kearifan lokal Etnis Bajo yang dikisahkan dalam Iko-iko dapat memberikan keseimbangan dan ketertiban (keharmonisan) hidup, melestarikan alam dan lingkungan hidup. [ https://dapobas.kemdikbud.go.id/home?show=isidata&id=942 ]