Hari selasa yang lalu (10/09/14) saya diberi kesempatan berkunjung ke pondok pesantren sidogiri, pondok salaf namun tidak ketinggaln zaman, saat saya berkunjung kepondok ini, saya merasa berada di pusaran keilmuan yang diri ini tidak berarti apa-apa. Begitu bodoh dan kecil. Begitu mudahnya kita menemukan santri yang mahir membaca baca kitab kuning , hafal Alfiyah ibn Malik dan begitu mudahnya pula kita menemukan kelompok diskusi kitab kecil-kecilan di jerambah-jerambah asrama, diruangan kelas, diruangan perpustakaan bahkan dipelataran halaman pondok. Sungguh, melihat pondok sidogiri kali ini, saya serasa di bawa pada era keemasan Islam di abad pertengahan silam. pondok sidogiri begitu mateng dalam berbagai bidang, mulai dari pengelolaan pendidikan, badan pres pesantren, pengabdian kemasyarakat, sampai masalah ekonominya
kegiatan santri di Pesantren Sidogiri dibagi menjadi dua macam, kegiatan Mahadiyah dan kegiatan Madrasiyah. Yang dimaksud dengan kegiatan Mahadiyah adalah kegiatan yang harus diikuti oleh semua santri yang ada di Pesantren. Sedang kegiatan Madrasiyah merupakan kegiatan yang diikuti para santri dan siswa yang tidak mondok di Pesantren (kalong).
Pendidikan yang diselengarakan di madrasah (kegiatan Madrasiyah) sidogiri yaitu mulai tingkatan ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah dan kuliah syariah. Untuk menunjang pendidikan, MMU PPS mendirikan sebuah perpustakaan pada 1973. Perpustakaan pesantren terbesar di Indonesia ini memiliki koleksi sekitar 5.000 judul dengan lebih dari 12 ribu kitab dan buku, di samping juga ribuan kaset, CD video, dan software. Perpustakaan yang rata-rata dikunjungi tiga ribu orang setiap hari ini juga menjadi sarana pendidikan alternative. ''Untuk pengembangan, pengelola perpustakaan bekerja sama dengan berbagai perpustakaan perguruan tinggi negeri di Jatim, dan setiap tahunnya 100 juta , dana yang digelontorkan untuk memajukan perpustakaan tersebut.
.kita tau bahwa pesantren sejatinya tidak hanya memikirkan bagaimana pengembangan lembaga pendidikan - an sich, tapi pesantren harus memikirkan kemandirian ekonomi. Tidak mungkin sebuah lembaga pendidikan akan kuat tanpa didukung oleh finansial yang cukup. Kemandirian ekonomi pesantren dapat membawa manfaat besar bagi pesantren dan masyarakat. Inilah yang dilakukan Pondok Pesantren Sidogiri melalui Kopontren Sidogiri.
Pondok Pesantren Sidogiri saat ini memperluas usaha di bidang ekonomi untuk menopang kekuatan pesantren. Puluhan unit Usaha berhasil dirintis dan dikembangkan oleh Pesantren hingga saat ini. Jumlah Unit Usaha Pesantren sampai saat ini berjumlah sekitar 60-an.
Di samping itu, Pesantren Sidogiri juga mengabdi untuk sosial-kemasyarakatan. Yayasan Bina Saadah Sidogiri (YBSS) merupakan lembaga yang didirikan untuk meningkatkan kiprah Pondok Pesantren Sidogiri dalam bidang sosial-kemasyarakatan. Untuk meneguhkan kemanfaatan di masyarakat, Yayasan Bina Saadah Sidogiri (YBSS) Pondok Pesantren Sidogiri mempunyai empat sub lembaga, yaitu; Laziswa Sidogiri, Darul Aitam Sidogiri Surabaya (DAS-Surabaya), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Shafa Marwah, dan Darul Khidmah Sidogiri (DKS).
Selanjutnya dari badan pres pesantren menaungi 16 media pers di PPS yang aktif menginformasikan berita dan kajian-kajian aktual tiap harinya. Media-media tersebut diterbitkan oleh berbagai instansi yang ada di PPS dengan orientasi dan segmen yang berbeda-beda. Bahkan salah satu media pers di PPS ini ada yang sudah merambah ke pasaran Nasional, seperti Buletin Sidogiri. Meskipun bernama Buletin Sidogiri, ini bukanlah sebuah buletin, tapi majalah yang isinya kurang lebih 100 halaman. Menurut zainuddin rusdy salah seorang rtim redaksi buletin sidogiri, nama majalah Buletin Sidogiri ini sudah terdaftar dan ijinnya juga dengan nama itu. Memang pada awalnya, majalah itu berasal dari buletin yang rutin diterbitkan PPS, tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan juga semakin kompleknya yang harus dimuat, maka kami merubahnya menjadi sebuah majalah, jelasnya.
Untuk menertibkan media-media pers yang ditulis oleh tiap instansi ini, PPS telah mendirikan Badan Pers Pesantren (BPP) sejak tahun 1428 H. “Tugas dari BPP ini adalah mengawasi, mengkoordinir dan mengarahkan media-media terkait standar isi, tampilan desain, jadwal terbit, orientasi isi dan segmen pembaca masing-masing media pers. BPS ini juga bertanggungjawab atas proses seleksi dan redaksional media-media tersebut”.
Oleh karena itu, tegasnya, setiap naskah dari media yang akan terbit harus diserahkan kepada BPP untuk dikoreksi dan diedit. Hal ini untuk menjamin isi naskah tersebut tidak bertentangan dengan standar umum yang telah ditetapkan BPP. Diantaranya, tidak bertentangan dengan paham Ahlussunnah wal jamaa’ah, baik secara aqidah, syari’ah dan akhlak. Tidak bertentangan dengan tradisi luhur pesantren, yang diteladankan oleh para masyayikh Sidogiri. Dan tidak rentan menimbulkan keresahan masyarakat.
Selain menetapkan standar umum, BPP juga mengupayakan agar masing-masing media memiliki garis umum sesuai dengan visi-misinya dan mendorong profesionalisme dengan mematuhi jadwal terbitnya. BPP juga mengagendakan beberapa pelatihan dan lomba untuk meningkatkan kualitas media-media di PPS ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H