"Pembangunan konektivitas laut antar pulau-pulau itu -yang saya sebut sebagai pembangunan Tol Laut menjadi sebuah keniscayaan dengan cara membangun pelabuhan baru, meng-upgrade pelabuhan-pelabuhan yang ada, dan menambah armada kapal logistik dan penumpang, serta modernisasi pengelolaan pelabuhan," sedikit kutipan dari pidato Presiden Republik Indonesia saat ini pada acara International Maritime Organization (IMO) London, Inggris. Sebuah kata-kata optimis demi mendukung gagasan beliau mengenai Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Indonesia sendiri merupakan sebuah negara kepulauan, yang dimana luas wilayah laut Indonesia adalah 96.079,15 Km2 atau kurang lebih 2/3 dari keseluruhan luas Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai wilayah kepulauan terbesar di dunia. Selain itu Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 55.000 Km yang menjadikannya sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua setelah Negara Kanada.Â
Dengan demikian perlu adanya penghubung antar pulau-pulau di Indonesia demi mewujudkan pemerataan kesejahteraan rakyat Indonesia. Maka dari itu munculah program pemerintah yang bernama "Tol Laut" untuk membantu menyamaratakan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Lantas apa itu Tol Laut? Apakah sebuah jalan tol diatas laut?
Secara konseptual, tol laut ini menurut Presiden adalah enam trayek jalur pelayaran yang bebas hambatan, yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan di seluruh Indonesia, yang menghubungkan antar pulau. Setelah terhubung dengan tol laut, Presiden Jokowi berharap tidak ada lagi kelangkaan barang, seperti kelangkaan sembako, kelangkaan BBM (Bahan Bakar Minyak), dan kelangkaan semen. "Kita juga berharap, dengan tol laut, harga barang menjadi lebih murah di seluruh tanah air," sambung Presiden. Karena itu, Presiden Jokowi meyakini, dengan laut, pemerataan ekonomi akan tercapai. "Laut akan menjadi sumber kejayaan dan sumber kemajuan Indonesia abad 21," tegasnya.
Lantas bagaimana implikasinya terhadap kondisi perekonomian Indonesia?Â
Saat memberikan pidato di Rakornas Kemaritiman, Presiden Republik Indonesia mengatakan, dengan adanya Tol Laut, biaya logistik bisa ditekan 20-25 persen. Ia juga menyebut, hal itu merupakan penurunan yang cukup tinggi. Namun, dalam implementasi Konsep Tol Laut di Indonesia terdapat beberapa kendala utama. Salah satu masalah penting adalah ketidakseimbangan arus muatan.Â
Arus muatan dari Kawasan Timur Indonesia (KTI) ke barat sangat kurang dibandingkan dengan arus muatan kebalikannya, sehingga dikuatirkan kapal dalam tol laut akan kekurangan muatan dalam pelayaran dari arah timur. Ketidakseimbangan arus muatan ini terkait dengan ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah.
Selain itu, jika kita ambil studi kasus di salah satu pelabuhan pendukung program Tol Laut ini, yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Bara , Sumatera Utara. Yang dimana pelabuhan ini sendiri di-upgrade agar dapat menunjang program Tol Laut ini. Berdasarkan hasil penelitian seseorang mengenai dampak sosial ekonomi dari peng-upgrade-an Pelabuhan Kuala Tanjung ini adalah penurunan dalam segi pendapataan nelayan yang berada di kawasan Pelabuhan Kuala Tanjung.Â
Hal ini dikarenakan wilayah tangkap nelayan yang tergeser lebih jauh dari sebelumnya karena adanya pembangunan pelabuhan yang semakin menengah ke laut. Selain itu, bantuan berupa peralatan berlayar para nelayan yang terkena dampak pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung ini pun sangat minim.Â
Dalam artian hanya sedikit nelayan yang mendapatkan bantuan berupa alat-alat untuk melaut baik dari pemerintah maupun swasta. Permasalahan-permasalahan demikian yang kerap terjadi karena kurangnya mempertimbangkan sudut pandang masyarakat menengah kebawah yang harusnya merasakan dampak positif dalam adanya program tol laut ini, bukan sebaliknya.