Mohon tunggu...
Aldi RaihanKausar
Aldi RaihanKausar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Nasional 2019

Berita informatif dan inovatif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Envimentalisme: Corona Dalam Pusaran Dunia

6 Desember 2021   00:10 Diperbarui: 6 Desember 2021   00:49 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan. Tanggal 18 Desember hingga 29 Desember 2019, terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).  Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 kasus ini meningkat pesat, ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus. 

Tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Sampel yang diteliti menunjukkan etiologi coronavirus baru. Awalnya, penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019 novel coronavirus (2019-nCoV), kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari 2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2).

Wabah penyakit coronavirus (COVID-19) ditetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (PHEIC) dan virusnya sekarang sudah menyebar ke berbagai negara dan teritori. Memang masih banyak yang belum diketahui tentang virus penyebab COVID-19, tetapi kita tahu bahwa virus ini ditularkan melalui kontak langsung dengan percikan dari saluran napas orang yang terinfeksi (yang keluar melalui batuk dan bersin). Orang juga dapat terinfeksi karena menyentuh permukaan yang terkontaminasi virus ini lalu menyentuh wajahnya (mata, hidung, mulut). Meskipun COVID-19 terus menyebar, masyarakat harus mengambil tindakan untuk mencegah penularan lebih jauh, mengurangi dampak wabah ini dan mendukung langkah-langkah untuk mengendalikan penyakit ini.

Sebenarnya apa yang melatarbelakangi muculnya virus ini? Apakah sesuai dengan berita yang selama ini tersebar? Bagaimana negara-negara menghadapi pandemi ini? Apa solusi yang tepat?

Isi

Kajian politik lingkungan global dimulai pada akhir 1960an hingga awal 1970an. Saat ini kajian politik lingkungan hidup ini berada dibawah disiplin ilmu politik, dimana ia menganalisa tentang peran negara, lembaga-lembaga internasional, ekonomi politik global, kekuasaan global, norma dan ideologi, dan teori-teori hubungan internasional. Beberapa ahli melihat inti dari kajian politik lingkungan ini adalah pada kajian literatur atas negara dan tata kelola global. Beberapa ahli yang lain melihat bahwasanya politik lingkungan hidup ini melekat pada teori hubungan internasional dari rezim-rezim lingkungan.

Perspektif environmental didasari oleh adanya green movement, yaitu kesadaran bahwa perkembangan peradaban manusia memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Pemikiran ini berasal dari fakta yang ada di masyarakat, yaitu banyaknya krisis lingkungan seperti pemanasan global, deforestasi, dan limbah nuklir. Kaum environmentalis peduli pada isu-isu pencemaran air dan udara, kepunahan spesies, gaya hidup rakus energi, ancaman perubahan iklim dan rekayasa genetika pada produk-produk makanan. 

Environmen­ta­lis­me adalah upaya untuk menyeimbangkan hubungan antara manusia dan berbagai sistem alam, di mana manu­sia bergantung. Semua kompo­nen di alam ini mendapat perlakuan yang sesuai untuk kelestari­an­nya. Lingkungan menjadi sesuatu yang berharga dalam kehidupan di dunia, menjadi faktor keberlanjutan kehi­dup­an manusia di bumi.

 COVID-19 memang disebabkan SARS-CoV-2, virus yang diduga kuat berasal dari kelelawar dan atau trenggiling. Sesuatu yang kecil dari alam dan mungkin tidak pernah diduga sebelumnya dapat memberikan efek yang begitu luar biasa. Ada beberapa pandangan bahwa merebaknya virus corona adalah bentuk berontaknya alam karena kerusakan yang terus terjadi yang di akibatkan oleh manusia. Pandangan itu bukanlah sesuatu yang mustahil, teori tersebut bisa saja benar adanya karena alam begitu peka dalam merefleksikan apa yang mereka dapatkan tentunya semua itu adalah kerja tangan tuhan.

Hubungan antara penyakit dengan lingkungan dinyatakan Sugiyono Saputra, PhD, peneliti mikrobiologi dari LIPI. Sebagian besar penyakit timbul karena masalah lingkungan. Kemudian, 60 persen penyakit infeksi merupakan penyakit zoonosis atau berasal dari hewan dan lebih dari dua per tiga berasal dari satwa liar. Banyak perilaku ataupun aktivitas manusia lainnya yang menjadi pemicu timbulnya penyakit infeksi baru yang bersumber dari satwa liar. Prosesnya bisa saja terjadi perlahan, yang merupakan akumulasi berbagai pemicu. Tentunya perilaku manusia tersebut adalah sesuatu yang di luar batas dan sudah sangat merusak.

Kualitas lingkungan yang buruk merupakan penyebab timbulnya berbagai gangguan pada kesehatan masyarakat, sehingga untuk mewujudkan status kesehatan masyarakat  yang  optimum diperlukan  status  kondisi  atau keadaan lingkungan yang optimum juga.   Kurangnya sikap kepedulian terhadap lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat dapat memicu timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat seperti penyakit berbasis lingkungan. Kepedulian  masyarakat  dalam menjaga  lingkungan.  Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap peningkatan kasus penyakit. Masih banyak terjadi gangguan kesehatan, hal ini tentunya akan membawa dampak buruk bagi generasi penerus, baik terhadap kesehatan maupun sosial ekonominya.

Tri Satya Putri Naipospos seorang ahli Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat, Veteriner, dan Karantina Hewan memaparkan pendapatnya tentang penyebaran virus corona adalah akibat dari kerusakan alam yang dibuat oleh manusia. Perdagangan ilegal satwa liar, merusak habitat alami, hingga pemburuan liar mempercepat lompatan atau perpindahan patogen virus corona dari hewan inang alami virus corona, yakni kelelawar ke manusia semakin meningkat. Tri Satya menjelaskan aktivitas manusia mulai dari memakan daging kelelawar, menangkap di alam liar dan menjualnya di pasar mempermudah virus corona berpindah ke manusia.  Epidemi dari dua virus corona sebelumnya, yaitu severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV)dan Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) juga dibuktikan berasal dari Kelelawar. Inang perantara SARS-CoV adalah Musang Sawit, sementara inang perantara MERS-CoV adalah Unta Dromedari.

Tri Satya mengatakan Kelelawar jarang sekali mengalami gejala sakit, tetapi memiliki peluang menyebarkan patogen jarak jauh dan luas. Aktivitas manusia yang mengganggu alam disebut akan menimbulkan virus jenis corona lainnya yang lebih parah di masa depan dibandingkan virus SARS-Cov-2 yang saat ini sedang mewabah. Aktivitas tak alami membuat manusia menjadi sumber pencemar, hal ini disebut sebagai antropogenik. 

Aktivitas antropogenik ini berupa perburuan liar, hingga perusakan hutan sebagai habitat alami inang corona, yakni Kelelawar. Antropogenik menyebabkan patogen virus semakin mudah melompat dan bermutasi ke manusia. Mungkinkah ini adalah peringatan dari bumi untuk kita? Teguran dari yang Maha Kuasa?

Environmentalism berbeda dengan Green Politics. Perbedaan secara umum adalah bahwa para environmentalistmenerima struktur yang ada, oleh karena itu perhatian terhadap isu-isu lingkungan dapat diberikan melalui struktur yang ada. Pendekatan yang digunakan oleh environmentalist adalah pendekatan liberal institusional, yaitu percaya bahwa institusi internasional dapat memberikan solusi terhadap masalah lingkungan yang dihadapi.

Secara khusus makna lingkungan hidup itu sendiri yaitu seluruh kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan dan peranan organisme. Sebuah tidak perlu mengubah arah kiblat politiknya karena environmetalism bukanlah sebuha gaya politik tertentu dengan daftar aturan yang baru. Menjunjung tinggi penjagaan lingkungan adalah sebuah kewajiban dalam penyelengaraan sebuah negara, dimana disanalah tempat mereka bernaung, maka sudah menjadi hal yang wajar menjaga dengan baik sesuatu yang dititipkan. 

Dengan mempertegas beberapa aturan dan mengetakkan pengawasan terhadap pengolahan alam dan beberapa kebijakan yang dikira perlu akan menciptakan sistem negara yang mencintai lingkungan. Environmentalis tidaklah ada bedanya, mereka tetapmenerima adanya negara dan struktur politik yang ada, dan bahwa negara akan memberikan perhatian yang serius terhadap isu lingkungan.

Kenyataan seperti ini yang terjadi, merebaknya merebaknya begitu luas virus corona kendati memberikan respon positif alam. Pembatasan kegiatan manusia yang digalakkan oleh pemerintah dapat menekan polusi yang terjadi di Kota. Seorang manajer misi Badan Antariksa Eropa, Claus Zehner menggunakan instrumen Tropomi pada satelit Copernicus Sentinel-5P, astronom mengambil gambar permukaan Bumi yang diambil dari 1 Januari hingga 11 Maret 2020. Gambar tersebut menunjukkan penurunan nitrogen dioksida, yakni emisi gas buang dari kendaraan bermotor dan asap industri, yang turun secara drastis. Penurunan emisi nitrogen dioksida di atas Lembah Po di Italia utara sangat nyata.

Kita telah melihat secara realitanya bahwa pandemic ini sampai detik ini belum dapat terselesaikan dengan langkah pemerintah yang cenderung optimis bahwa penemuan vaksin akan dapat mengakhiri ini semua. Upaya untuk meningkatkan kesehatan msayarakat sebaiknya mengadakan sosialisasi mengenai environmentalisme dan perilaku masyarakat  dalam  menjaga kesehatan dan lingkungan. 

Hal ini dapat kita lakukan dalam bentuk penyuluhan oleh tenaga kesehatan atau   instansi   terkait   pada   setiap bulan, sehingga ini akan membantu masyarakat dalam memahami dan mengingat kembali mengenai begitu pentingnya menjaga lingkungan dan bagaimana pengelolaan lingkungan berkelanjutan sehingga mewujudkan masyarakat yang hidup bersih, sehat dan sejahtera. Munculnya virus ini sebagai bukti dan harusnya membuka kesadaran kita bahwa yang “hidup” di muka bumi ini tidaklah hanya manusia, semuanya akan saling terhubung. Dengan begitu, bukankah yang terbaik dalam menjalankan kehidupan ini adalah dengan menjaga keseimbangannya?

Referensi

Achmadi, U.F., 2012, Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah revisi. Jakarta: Rajawali Pers.

Arnocky, Steven. 2010. Gender Differences In Environmentalism: The Mediating Role Of Emotional Empathy.   Current   Research In Social Psychology.

Robyn, Eckersley, 2007. Green Theory, in; Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith (eds.)International Relations Theories,Oxford University Press,hal, 247-265

Matthew, Paterson, 2001. In; Scott Burchill, et al, Theories of Internasional Relations, Palgrave, Hal. 277-307.

WHO. Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Report-1. Januari 21, 2020.

Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet.

Soeryo Adiwibowo. 2007. Teori Sosial, Degradasi Lingkungan, dan Politik Lingkungan. Materi Kuliah Teori Sosial Hijau pada Program Studi Sosiologi Pedesaan Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun