Hari itu Jumat, 1 November 2019. Paulo Paulino Guajajara dan Larcio Guajajara berjalan di tengah lebatnya hutan Amazon. Hewan buruan dan air dalam beberapa tahun terakhir semakin sulit ditemui.Â
Hal itulah yang kemudian memaksa kedua saudara sepupu ini semakin jauh menyusuri hutan tempat mereka bernaung untuk mencari makanan dan minuman sekalian membersihkan diri.
Bagi keduanya, hutan hujan Amazon merupakan rumah, dunia, dan harapan. Paulo dan Larcio merupakan pemuda dari suku Guajajara, penduduk asli di wilayah pedalaman Arariboia, Negara Bagian Maranho, timur laut Brasil.Â
Mereka tergabung dalam kelompok Guardioes da Natureza, atau yang dalam bahasa Indonesianya 'Penjaga Hutan'. Kelompok tersebut terdiri dari 180 orang.
Pemanasan global dan bencana lainnya siap mengancam jika para oknum tidak dihentikan.
Anggota kelompok Guardioes da Natureza di mata para illegal loggers tak lain sebagai tembok yang menghalangi jalan menuju tambang 'emas hijau' beromset miliaran dolar Amerika Serikat yang mereka incar.Â
Kayu-kayu tua perkasa raksasa adalah sumber penghasilan yang dapat membuat mereka hidup bahagia. Dan mereka siap melakukan apapun untuk mendapatkannya. Apapun.
Sebaliknya, suku pedalaman melihat pembalakan liar dan pembakaran hutan sebagai runtuhnya rumah mereka serta hilangnya harapan hidup bagi kaumnya. Mereka siap mati demi menjaga 'rumah' yang juga nafas bagi miliaran penduduk Bumi.
Kembali ke hutan, setelah berjalan beberapa lama, Larcio berbisik, "Hey Paulo, bersiaplah. Peccary sudah dekat." Peccary merupakan jenis babi hutan berukuran sedang yang tengah mereka incar.Â
Dari suara gesekan semak-semak di sekitarnya, Larcio berasumsi buruan ada di depan mata. Keduanya lalu bersiap dengan membungkuk di belakang lebatnya pepohonan dan tanaman untuk menyergap hewan tersebut.Â
Namun, yang terjadi berikutnya adalah mimpi buruk yang berubah menjadi kenyataan.
Keluar dari balik semak-semak adalah lima pria penebang liar bersenjata api yang justru tengah mengincar dua bersaudara itu. Tanpa menunggu lama, kelimanya langsung melepas tembakan yang menggema di seantero hutan.Â
Dalam kepanikan, Larcio dan Paulo berusaha menghindar dan kabur. Sialnya, mereka tidak mengenakan rompi anti-peluru, karena tidak sedang berpatroli.
Pertempuran ini tidak adil. Kedua bersaudara itu kalah jumlah dan senjata. Mereka hanya membawa golok dan tombak menghadapi serangan senjata api yang menyalak bersahutan. Peluru terus melesat mengincar mereka.Â
Malang bagi Paulo, sebuah timah panas tepat menghantam lehernya. Pemuda 26 tahun itu pun ambruk bersimbah darah. Kenangan hidupnya seketika berkelebat di depan mata. Tak lama ia mengembuskan nafas terakhir, tewas di tanah nenek moyangnya. Â
Ia terus berlari, namun pertolongan tak jua dapat ditemui. Larcio baru menemui bantuan setelah berlari sejauh 10 kilometer. Ia kemudian dibawa menuju rumah sakit di Kota Imperatriz.
Keesokan harinya, dalam kondisi yang masih sangat lemah, Larcio melawan perintah dokter untuk tetap tinggal di rumah sakit. Ia bergegas kembali mencari saudaranya. "Tunggu aku, aku datang saudaraku," harap pria perkasa ini sembari meneteskan air mata.
Seketika air matanya tumpah tak terbendung saat melihat jasad Paulo masih terbaring di tengah hutan. Dengan hati yang hancur, ia mambawanya kembali ke pemukiman. Mereka kembali dengan membawa duka, bukan buruan.
Kematian Paulo Paulino Guajajara yang berjuluk 'si Serigala' ini merupakan kematian keempat dari anggota kelompok Guardioes da Natureza sejak 2012.Â
Sementara, berdasarkan laporan Dewan Misionaris Suku Pedalaman Brasil, sebanyak 135 penduduk asli tewas dibunuh pada 2018. Jumlah itu meningkat 23% dari tahun sebelumnya.
Bertambahnya korban jiwa disebut terjadi semenjak Presiden Jair Bolsonaro berkuasa. Ia merestui pembakaran hutan untuk membuka lahan yang berakibat pada semakin terusirnya penduduk suku asli. "Perkembangan ekonomi perlu bagi Amazon," kata presiden 64 tahun itu.
Dalam delapan bulan pertamanya menjabat, otoritas pimpinan Bolsonaro menjatuhkan jauh lebih sedikit denda kepada para penebang pohon dan penjarah hutan dalam 20 tahun terakhir. Penggundulan hutan seluas lebih dari 5.000 meter persegi terjadi pada tahun ini, meningkat dua kali lipat dari 2018.
Menteri Kemanan Umum Brasil, Sergio Moro, mengatakan pihaknya akan terus mengusut penembakan atas Paulo dan Larcio. "Seret siapapun yang bertanggung jawab atas kejahatan ini ke pengadilan," tulisnya di Twitter. Namun, hingga kini, belum ada satu orang pun yang ditahan.
Dalam hal ini Larcio tidak berharap banyak. Seperti layaknya insiden pembunuhan atas sukunya yang telah lalu, pria ini ikhlas. Akan tetapi, hal itu tidak menyurutkan perjuangannya. Selama ia masih hidup, ia bersumpah akan melawan para 'pendulang dolar' ilegal.
"Selama saya masih bernapas, selama saya masih memiliki kekuatan untuk menarik anak panah, kami tidak akan pernah menyerah dalam perang ini. (Perjuangan kami) untuk melindungi masa depan kami demi generasi selanjutnya di masa depan," tegasnya.
Di pemakaman Paulo, istrinya bernyanyi dalam tangis. Ia mengenang masa-masa bahagia saat mereka masih bersama. Tak lama ia pun jatuh berlutut diterangi temaram cahaya lilin dalam gubuknya yang beralaskan tanah.Â
Ayah Paulo, Z Maria Paulino Guajajara, meratap di sebelah gundukan tanah, di mana jasad anaknya dimakamkan.
"Anakku berjuang dan mati. Ia mati demi kami semua yang ada di sini, mempertahankan daerah ini," isaknya.
Pria itu tidak menyangka hidup Paulo akan berakhir seperti ini. Tetapi, di alam sana, Paulo tersenyum. Ia telah melaksanakan tugasnya sebagai penjaga hutan demi kelangsungan hidup warganya.
"Tentu saja terkadang saya merasa takut. Tapi kami harus menegakkan kepala dan berbuat sesuatu. Kami harus menjaga kehidupan ini demi masa depan anak cucu kami. Kami melindungi tanah kami dan seluruh kehidupan di atasnya, hewan-hewan dan burung-burung... Ada banyak sekali kehancuran alam yang sedang terjadi. Pepohonan yang perkasa dengan kayu sekeras besi ditebangi dan dibawa pergi dari kami," kata Paulo dalam wawancaranya dengan Sarah Shenker, seorang periset dari organisasi Survival International pada April lalu, sebelum kemudian kembali berpatroli bersama saudaranya.
Paulo Paulino Guajajara, kami akan selalu mengenang nama dan usahamu dalam melestarikan alam. Beristirahatlah dengan tenang.Â
(Aldion Wirasenjaya)
Sumber dikutip dari Reuters, Associated Press, Washington Post, The Independent, dan Daily Mail.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H