Mohon tunggu...
Aldi Nur Sopian
Aldi Nur Sopian Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan Public Relations

Sampurasun! Halo Sobat, Saya selalu senang untuk menulis tentang artikel tentang film, musik, membuat puisi dan membahas banyak hal tentang psikologi komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Sedih dan Pilu "Negosiasi Hati"

23 Desember 2023   19:55 Diperbarui: 23 Desember 2023   20:01 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu pernah mengonversi asa menjadi rasa
Menjalin kasih dengan dua alam hati yang berbeda
Menyambangi deras waktu dengan penuh sukarela
Ada yang ingin tersampaikan yaitu tak sedikit cinta

Kusembunyikan romansa yang tersemat pada relung hati
Kukagumi berbagai kehadiran tanpa harus angkat kaki
Kudekati segenap sanubari dengan dekapan bahagia yang menemani
Kualami setiap episode-nya dengan penuh selimut misteri

Malam itu...
Rasa menjelma sebagai segenap kepastian yang siap menakluk
Renjana hati menghimpun asmara yang berkecamuk
Bintang malam berdecak kagum saat sedang membujuk
Sang rembulan pun ria menyaksikan momen yang sejuk

Serangkai suka dan duka
Secarik untaian kata-kata
Sekelumit gurau yang terlaksana
Secawan nada cinta yang berasa

Menemani Semerbak tawa yang berhembus pada belahan jiwa
Segala daya, upaya dan usaha telah kucipta
Bias malam membela perjuangan diri untuk bernegosiasi hati
Menjadi sebuah dilema diantara hidup dan mati

Sejatinya hati menjadi media yang istimewa bagi rasa
Suara menjadi perantara hati untuk meminta
Indera menjadi pinta untuk mengindahkan cara
Raga menjadi cita untuk memelihara cinta
 
Namun...
Hati iba menyaksikan hiruk-pikuk yang terpuruk
Momen tersirnakan oleh sayup-sayup ambang tersuntuk
Detik demi detik harapan termakan oleh pikiran yang kalang kabut
Ruang dan waktu menjadi saksi malam itu tak berbuntut

Kendatipun tak sejuwita seperti sedia kala
Keistimewaan rasaku ini bukanlah seperti serangan fajar belaka
Mati satu tumbuh seribu itulah obat bagi kesabaran yang digdaya
Seberinda kesediaan hati dan pikiran telah kucurahkan,
tapi tidak apa-apa...

Pada akhirnya...
Jika mencintainya sepenuh hati
Bila tidak hati-hati
Menjadi sebab akan dibenci

Pergi sebagai pengembara hati
Seraya melakoninya dengan penuh rasa ingin memiliki
Tiba dengan bejibun angan-angan yang tinggi
Lalu lekas berpulang hanya menggenggam sebuah ekspektasi...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun