Sampah merupakan permasalahan yang saat ini sedang terjadi di dunia, khususnya Indonesia. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (KLHK) mencatat, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 21,88 juta ton pada tahun 2021. Â
Tidak terkecuali permasalahan sampah di desa Cikidang, Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat. Sampah adalah sisa buangan dari suatu produk atau barang yang sudah tidak digunakan lagi, tetapi masih dapat di daur ulang menjadi barang yang bernilai. Sampah dibagi menjadi dua, yaitu sampah organik dan anorganik.
1. Sampah OrganikÂ
Sampah organik adalah sampah yang berasal dari sisa makhluk hidup yang mudah terurai secara alami tanpa proses campur tangan manusia untuk dapat terurai.
Sampah organik bisa dikatakan sebagai sampah ramah lingkungan bahkan sampah bisa diolah kembali menjadi suatu yang bermanfaat bila dikelola dengan tepat. Tetapi sampah bila tidak dikelola dengan benar akan menimbulkan penyakit dan bau yang kurang sedap hasil dari pembusukan sampah organik yang cepat.
2. Sampah AnorganikÂ
Sampah anorganik adalah sampah yang sudah tidak dipakai lagi dan sulit terurai. Sampah anorganik yang tertimbun di tanah dapat menyebabkan pencemaran tanah karena sampah anorganik tergolong zat yang sulit terurai dan sampah itu akan tertimbun dalam tanah dalam waktu lama, ini menyebabkan rusaknya lapisan tanah.
Permasalahan desa cikidang tempat kami kelompok 14 KKN UPI melakukan kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) disebabkan tidak adanya tempat sampah yang tersedia di lokasi, sehingga mengakibatkan masyarakat cenderung memilih membakar sampah di pinggir jalan atau membuangnya ke selokan.Â
Hal ini juga diperparah oleh tidak adanya tempat Pemrosesan akhir (TPA) di desa Cikidang.
"Di desa Cikidang tidak ada TPA, akibatnya masyarakat cenderung membakar sampah di pinggir jalan karena lebih praktis untuk mengurangi jumlah sampah" ujar Iqbal ketua karang taruna desa Cikidang di sesi diskusi, Senin (18 Juli 2022).
Berdasarkan hal tersebut kami kelompok 14 KKN UPI berinisiatif mengajukan tong sampah dari wadah cat bekas kepada masyarakat desa Cikidang. Wadah cat bekas dipilih karena beberapa kelebihan, yaitu mudah dibawa, tahan lama, dan memiliki volume yang cukup besar untuk menampung sampah warga di pinggir jalan.
Adapun cara kami dalam membuat tong sampah ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dapat dilihat pada gambar di bawah
2. Mengajak masyarakat desa Cikidang mulai dari anak-anak sampai orang dewasa untuk sama-sama menghias wadah cat bekas menjadi lebih menarik lagi dengan menggunakan 4 warna cat.Â
Warna cat yang digunakan adalah Warna putih digunakan sebagai cat dasar untuk menghilangkan merk pada wadah cat bekas, sedangkan warna merah, biru, dan kuning dipilih karena merupakan warna dasar dan dapat dikombinasikan menjadi hijau (campuran kuning dan biru) dan ungu (campuran merah dan biru).Â
Setelah semua wadah cat dihias, terakhir kami juga memberikan bingkisan berupa sembako kepada masyarakat yang ikut berpartisipasi.
3. Â Penyebaran tong sampah di tiga titik yang dianggap sebagai tempat warga membuang sampah sembarangan. Hal ini dikarenakan budget kami yang terbatas sehingga hanya tersedia 6 wadah cat bekas saja yang itu juga dibagi menjadi 2 tempat sampah dimasing-masing titik penempatan, yakni sampah organik dan sampah anorganik.
Dengan adanya tong sampah tersebut dan peran aktif masyarakat khususnya anak-anak dan orang dewasa diharapkan masyarakat desa Cikidang menjadi lebih sadar dan peduli akan kebersihan lingkungan agar membuang sampah pada tempatnya.Â
Terakhir, dengan adanya tong sampah ini memberikan kemudahan bagi masyarakat desa Cikidang sebagai pembuagan sementara agar lingkungan lebih terlihat bersih dan indah lagi untuk desa Cikidang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H