disclaimer:
tidak di sarankan menjadi sumber utama, perlu adanya kajian lebih lanjut
Pada perairan laut china selatan yang terdapat pada hukum internasional, laut china memliki banyak nilai ekonomis, politik, strategis, dan sumber daya alamnya serta pangab. Konflik laut china selatan diawali keyakinan dan klaim yang dilakukanya dimana negara china menggap bahwa laut china selatan memiliki jejak histori pada dinasti Han sejak 2 abad sebelum masehi dimana pada bahwa laut china selatan ditandai dengab Sembilan garis putus-putus dan mengagap bahwa itu wilayah kedaulatan china. Sengketa pertama kali pada klaim china  atas kepulauan  Spratly dan paracel pada tahun 1974 dan 1992. Pada kasus tersebut menimbulkan klaim juga di dekat kepulauan spratly tersebut seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam.
Laut china selatan pun terdapat intervensi negara amerika beserta sekutunya, rusia, Taiwan. Pada pendekatan diplomasi antara china dengan negara terlibat dibuat perjanjuan Declaration on the conduct of paraties in the south chine sia (DOC) pada tahun 2002. Penyelesaian tersebut tidak menyelesaikan permasalah karena china melanggar dengan dasar bahwa tidak ada sanksi yang melanggar perjanjian tersebut. Tahun 2013 Filipina mengajukan sengketa tersebut ke mahkamah Arbitrase Internasinal(ICC) akan tetapi china mengakui proses dan hasil dari pengadilan. China juga tidak mengakui hukum laut internasional tahun 1982 serta zone ekonomi eklusif (ZEE)
 Pada kondisi saat konflik china selatan mengarah pada militerisasi, keterlibatan negara  Amerika serikat serta sekutunya menjadi panas karena intervesi pada sengketa laut china selatan. adanya pembagunan pos terdepan, pangkalan perang dan lain sebagainya china saat ini. Pada situs situs Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI), Center for Strategic and International Studies (CSIS), china memiliki 20 pos terdepan di pulau paracel dan 7 pos dipulai spratly jumlah tersebut diperkirakan bertambah.
 Bagaimana implementasi kebijakan yang dilakukan Filipina pada  masa presiden Duterte di laut china selatan?
 Pada teori realisme neoklasik pengabungan antara realisme klasik dimana politik internasional hasil dari sifat manusia dan neorialisme bahwa struktur internasional variable yang independent, dalam menghadapi ancaman dengan balancing yaitu mengimbangin sumber ancaman dengan aliansi dengan negara lain dan bandwagoning yaitu aliansi dengan sumber ancaman tersebut.Â
Maka neoklasik menghubungkan dua hal tersebut yaitu terdapat unsur politik domestic dan lingkungan internal dan eksternal suatu negara. Kebijakan luar negeri akan ditentukan oleh pengambil keputusan dan elit politik. Kebijakan luar negari suatu negara berpengaruh pada pandangan pemimpin serta struktur negara tersebut dalam sisten internasional.
 Kebijakan luar negari Filipina mengunut prinsip indepent dan principle yang berlandaskan pada konstitusi Filipina tahun 1987. Proses perubahan kepemimpin pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte mengalami perubahan dalam konteks laut china selatan adanya pendekatan kepada china yang semakin kooperatif. Pada presiden sebelumnya sangat mempertahankan kedaulatan wilayahnya entah dalam penjanjian ASEAN-China, strategi hubungan Kerjasama militer dengan Amerika hingga dibawa pada pengadilan internasional pada masa Presiden Aquino 3 kepada mahkamah Arbitrase Internasional untuk menyelesaikan konflik ini.
Melihat banyak perubahan kebijakan luar negeri dari masa ke masa kepemimpinan Filipina mengalami perubahan dengan penyesuaian kepentingan yang dibangun oleh pemimpim pasa masa tersebut. Adapun kepentingan yang dicapai yaitu kepentingan melindungi keamanan dan kesatuan wilayah serta kepentingan nasional.Â
Pada masa Duterte keamanan dan kesatuan wilayah mengalami peningkatan. Perubahan yang muncul pada masa Duterte dengan perjanjian bilateral Filipina dan China, walaupun masalah laut China masih tegang. Dalam menanggapi hal tersebut Duterte mengagap laut china merupakan masalah serius,tetapi  mengutamakan diplomasi sebagai jalan utama pada kasus luat china selatan.Â