Mohon tunggu...
Alim Monbusho
Alim Monbusho Mohon Tunggu... -

Mantan wartawan, penulis, dan citizen journalist.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Masih Ada Hari Esok

9 Desember 2013   04:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:09 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Berawal dari sebuah mimpi, Indonesia merdeka. Menjalani perjuangan panjang dengan cara yang berbeda, Indonesia mereformasi sistimnya, sebelumnya rezim orde baru berkuasa penuh. Kini, perjalanan itu masih dilalui dengan penuh tanggung jawab dan percaya diri.

Dalam cerita pewayangan, Hanoman percaya diri menyelamatkan Laksmana dan membantu Rama mencari Dewi Shinta. Krishna bertanggung jawab menyelamatkan umat manusia dari belenggu ketidak adilan penguasa.

Ada kemiripan antara cerita pewayangan dalam Ramayana dan mimpi Indonesia merdeka. Kedua-duanya sama mencari kenyamanan dan keamanan, keinginan untuk bersatu dalam cinta dan kedamaian. Rama menginginkan istrinya kembali dalam pelukan, bukan dalam dekapan Rahwana. Indonesia menginginkan persatuan dan kesatuan bangsa seutuhnya, bukan perpecahan dalam setiap otonomi yang dikotomi.

Pengalaman mencatat, Indonesia belum mampu lepas dari ruh-ruh penjajah. Teori-teori perpecahan dan dikotomi masih melekat erat sampai saat ini. Istilah senioritas dan yunior masih sering terdengar, istilah ras dan suku masih menjadi persoalan, istilah militer dan sipil masih menjadi prioritas dalam membangun bangsa.

Sila ketiga dalam Pancasila belum seluruhnya teraplikasi. Meskipun Pancasila menjadi pilar demokrasi di negeri ini. Namun, Indonesia terus berusaha menjadi yang terbaik dalam kancah olahraga dan kebebasan beragama.

Kemiripan lainnya antara Ramayana dan Indonesia adalah sama-sama 'unjuk gigi' atau show force. Rama berusaha mengeluarkan busur panah yang terbaik dari sembilan Dewa untuk membidik nasab dari Rahwana. Dikisahkan, senjata milik Dewa Wishnu pun sempat dipinjam Sang Rama demi membinasakan raksasa Rahwana. Indonesia juga demikian, senang memamerkan angkatan bersenjata dan pesawat-pesawat yang dibeli 'bekas' negara tetangga. Senang mengeluarkan pistol untuk menakuti rakyat sipil dan preman 'tanggung', akibatnya banyak peluru nyasar dan sipil terbunuh. Mahasiswa terbelenggu dan penjara penuh oleh para pencuri ayam dan pencopet kelas ikan cucut.

Saya ingat pepatah adat masyarakat Sumatera Selatan; "Jangan melawan wong tuo, jangan melawan wong beduit, jangan melawan wong bekuaso, jangan melawan wong gilo,,,." Artinya, tiga hal yang harus dijauhi bila ingin hidup aman di negeri orang dan tanah rantau. Pertama, jangan melawan orangtua (baik orangtua melahirkan maupun orang yang lebih tua usianya). Kedua, jangan melawan orang yang mempunyai banyak harta. Ketiga, jangan melawan orang yang sedang berkuasa (mempunyai pangkat dan kedudukan). Keempat, jangan melawan orang gila alias yang tidak rasional, bikin ulah, dan memancing emosi.

Percuma melawan orangtua karena tidak akan masuk syurga, itu menurut agama. Durhaka kepada orangtua sama saja durhaka kepada Allah Tuhan Yang Berkuasa. Orangtua harus dihormati dan disayangi karena doa keduanya akan sampai ke Arsy. Airmata orangtua adalah air mata spiritual yang dipertimbangkan Sang Pencipta.

Percuma melawan orang yang berharta dan banyak duit, akan lebih baik jika didekati dan menjadi sekutu. Dengan uangnya bisa membeli kekuatan, pangkat, dan kekuasaan. Melawan orang yang berduit justru akan mengarahkan kita pada kerusakan, tapi sebaliknya, mendekati orang yang berduit justru akan mempermudah tujuan.

Percuma melawan orang yang berpangkat dan berkuasa, justru akan merusak citra dan martabat kita. kekuasaan adalah hak setiap orang, kekuasaan adalah anugerah. Orang yang sedang berkuasa harus dijadikan teman dan sahabat, bukan dilawan dengan kekuatan. Programnya harus didukung dan dibantu agar kita mendapat tempat seutuhnya, saling bersinergi akan lebih baik tanpa harus menjilat dan mencari muka.

Percuma pula melawan orang yang tidak waras, irrasional, pemarah dan pemancing emosi, justru akan mendapat kerusakan. Kuncinya adalah pendekatan dan diam, diplomasi dan sedikit komunikasi yang baik. Negeri ini banyak orang yang tidak rasional, sok tahu, dan memproklamirkan dirinya sebagai orang pintar dan ahli dalam segala bidang. Bangsa ini sudah menjadi bangsa pemarah, emosional dan tak rasional. Demonstrasi menjadi tradisi karena ditunggangi pihak berkepentingan, hujatan dan caci maki menjadi senjata pembunuh 'karakter' pribadi seseorang.

Inilah negeri sejuta pesona, inilah negeri seribu pulau, inilah negeri si Pitung, inilah negeri Komodo, inilah negeri kain songket dan ulos, inilah negeri transmigran dan penerima suaka, inilah negeri muslim terbanyak, inilah negeri pemain silat, inilah negeri beragam suku dan adat.

Negara hukum yang bernama Indonesia, penegak hukum yang ahli dalam bidangnya, sarjana hukum paling banyak, magister hukum dimana-mana, dan doktor hukum di sana-sini. Undang-undang setiap tahun lahir, peraturan pemerintah menyusul, apalagi peraturan kepada desa hampir setiap saat dibikin.

Bagaimana dengan hasilnya? Tanyakan pada rumput yang bergoyang dan burung camar yang berkisah cinta. Masih ada orang pintar dan cerdas disingkirkan, masih ada yang susah melihat orang senang dan senang melihat orang susah, masih ada kompetisi yang tak sehat, masih ada Rahwana daripada Ramayana, masih ada busur panah daripada kitab suci, masih ada adu jotos daripada mufakat, masih banyak candaan daripada senyuman, masih ada sang surya, dan masih ada hari esok  bila ingin perubahan.

Mulailah tersenyum hari ini, redam emosi, dan jangan seringkali melawan. semoga Allah Tuhan Yang Maha Esa memberikan penghargaan yang selevel Umar bin Khattab atau Umi Kalsum/@

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun