Mohon tunggu...
Aldila Rafika
Aldila Rafika Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang mahasiswa

Suka makan Suka tidur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu

25 Maret 2020   18:43 Diperbarui: 25 Maret 2020   19:04 3801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malang- Kunjungan  yang dituju oleh Mahasiswa Prodi Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UINMA) yakni Klenteng Tridharma Eng An Kiong, Malang, Jawa Timur (Sabtu, 14/3). Materi kali ini di berikan oleh bapak Bun Su Anton Triono selaku Rohaniawan Klenteng.

Kebanyakan klenteng menjadi tempat ibadah bagi umat konghucu. Akan tetap, Klenteng Tridharma Eng An Kiong ini membawahi Tri Dharma yaitu, Konghucu, Tao, dan Buddha . Perbedaan ketiga agama ini, sebagaimana mengutip Bapak Bun Su Anton Triono adalah bahwa Taoisme adalah agama yang menekankan sembahyang kepada dewa-dewi, Buddhisme adalah agama yang menekankan sembahyang kepada dewa dan artha, sementara Kong Hu Chu adalah agama  yang menekankan sembahyang hanya kepada konghucu itu sendiri.

Perkembangan Klenteng Tridharma Eng An Kiong

Sejarah dari Klenteng secara umum , bahwa penyebutan kata "klenteng" itu sendiri merupakan penamaan dari suku jawa, ini dinamakan klenteng, Sebab di negara kita terdapat suku jawa, dan dimana suku jawa ini jika membuat nama paling gampang, seiring dengan bunyi saja. karena agama konghucu memanggil umatnya dengan lonceng, sehingga bunyinya "teng-teng-teng" maka dari itu disebutlah klenteng. Klenteng yang didominasi dengan warna merah ini  juga memiliki makna filsafat yang dalam yaitu melambangkan kehidupan, "Tuhan menciptakan dunia beserta hukum-hukumya, dan manusia dapat hidup gratis itu merupakan nikmat Tuhan dan kehidupan manusia tidak akan berlanjut tanpa adanya yang selalu mengalir dalam tubuh atau kita sebut dengan darah", itu merupakan penjelasan  Bapak Bun Su Anton Triono.

Warna merah dari darah yang melambangkan kehidupan dan yang kemudian menjadi alasan  rumah ibadah ini dengan warna merah. Klenteng ini dibangun menghadap kea rah barat, namun bukan berarti kiblat, melainkan sebagai makna bahwa selalu berada pada posisi yang tinggi dan menghadap ke yang rendah.

Teologi Kong Hu Chu

Beralih kepada teologi Kong Hu Chu, mereka memiliki nenek moyang yang bernama Kong Hu Cu. Di agama ini mereka mempercayai dewa adalah sebagai seorang rasul utusan dari Tuhan. Uniknya, mereka memiliki tempat ibadah yang langsung menuju langit, karena mereka mempercayai bahwasannya Tuhan yang satu itu berada di atas langit.

Dalam perkembangannya di Indonesia, pada masa orde baru Kong Hu Chu sempat mengalami masa pahitnya. Penyebabnya adalah Kong Hu Chu belum diakui menjadi agama resmi di Indonesia. Setelah masa reformasi, Kong Hu Chu mulai memiliki tempat atas hak sipilnya di Indonesia, yaitu dengan keluarnya instruksi presiden B.J. Habibie nomor 26 tahun 1998 mengenai penghentian penggunaan istilah pribumi dan non pribumi. Disusul dengan kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Keppres No. 6 tahun 2000 tentang pemilihan hak sipil penganut agama Kong Hu Chu. Puncaknya kemudian terjadi pada pemerintahan Megawati Di mana Hari Raya Imlek dijadikan hari libur nasional.

Agama konghucu ini sudah ada dari 2571 tahun yang lalu, dan merupakan agama tertua. Dan itu sejalan dengan lahirnya Nabi bagi agama tersebut yaitu Nabi Konghucu yang lahir 551 SM, dalam agama konghucu mereka mengimani bahwa kedudukan yang tertinggi ada pada Tuhan Yang Maha Esa atau mereka menyebutnya "THIAN" dan penyebutan salam mereka ialah "wei de dong tian" yang berarti hanya kebajikan Tuhan berkenan dan "Xian You Yi De" yang berarti hanya ada satu kebajikan, dan  dengan tangan yang dikepal dan ibu jari direkatkan sehingga membentuk huruf "ren" yang berarti manusia. Kemudian untuk kitab suci yang digunakan agama Konghucu ini memiliki kitab suci yang bernama "Sishu Wujing". Penganut Konghucu ini percaya dengan ramalan nasib atau disebut "Iman jam syi".

whatsapp-image-2020-03-25-at-18-22-00-5e7b4161097f36371f702122.jpeg
whatsapp-image-2020-03-25-at-18-22-00-5e7b4161097f36371f702122.jpeg

Tri Dharma di Klenteng Tridharma Eng An Kiong: Buddha, Kong Hu Chu dan Taoisme

Dari kunjungan ini, kami melihat agama Taoisme, Kong Hu Chu, dan Buddhisme memiliki banyak kesamaan. Dari segi peribadatan yang sama-sama menyembah dewa-dewi dan sesembahan yang berupa dupa, buah, bunga, lilin, dan air. Dan sesajinya harus berjumlah 12 sesaji. Dalam perayaan hari-hari besar khususnya hari raya, ketiga agama ini saling memperingati hari besar tersebut. Dalam keyakinan mereka, mereka percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak mampu diketahui secara jelas konsepsi atau Nama-Nya. (Aldila Nur Rafika Putri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun