Mohon tunggu...
Wahid AldiNugroho
Wahid AldiNugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Non scholae, sed vitae discimus

"Kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk kehidupan"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rentannya Kelompok Perempuan di Ranah Kampus: Pro dan Kontra Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021

24 November 2021   18:16 Diperbarui: 24 November 2021   18:22 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena Kekerasan Seksual di Indonesia

Kekerasan Seksual juga dapat berarti tindakan ucapan ataupun perbuatan yang dilakukan seseorang untuk menguasai atau memanipulasi orang lain serta membuatnya terlibat dalam aktifitas seksual yang tidak dikehendaki. Kekerasan Seksual berarti setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.

Selanjutnya diperparah oleh fakta yang terjadi di Indonesia yaitu angka kasus kekerasan seksual dari tahun ke tahun ‘selalu ada’ bahkan semakin meningkat. Setiap tahun pasti ada laporan atau berita mengenai kekerasan atau pelecehan seksual. Laporan mengenai kasus kekerasan seksual bagikan fenomena gunung es, mengapa demikian? karena Komnas Perempuan ‘hanya’ mencatat kasus yang terlapor, belum lagi bagi korban yang enggan melapor karena alasan tertentu. 

Dari sederet kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia sebenarnya dapat menimpa siapapun. Namun, mayoritas korbannya adalah perempuan dan anak. Kasus kekerasan seksual yang dialami oleh korban bisa berupa catcalling, pemerkosaan, KDRT, incest, kekerasan dalam media online, dan masih banyak jenisnya. Ketika terjadi kekerasan seksual, bisa terjadi dimanapun dari tempat umum maupun ranah yang privat. Pelaku dan korban kekerasan seksual bisa dari orang terdekat atau orang yang saling kenal bahkan bisa juga saling tidak mengenal.

Kekerasan seksual bukanlah kasus yang asing lagi. Wanita hingga pria, tua hingga anak-anak, memakai baju terbuka ataupun tertutup, semuanya tetap berpotensi menjadi korban kekerasan seksual. Kekerasan seksual adalah setiap tindakan, baik berupa ucapan ataupun perbuatan yang dilakukan seseorang untuk menguasai atau memanipulasi orang lain serta membuatnya terlibat dalam aktifitas seksual yang tidak dikehendaki.

CATAHU 2021 mencatat sejumlah 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2020. Jumlah kasus yang tercatat ini berkurang secara signifikan jika dibandingkan dengan CATAHU 2020 yang mencatat sebanyak 431.471 kasus. Menurut Andy, menurunnya jumlah kasus dalam CATAHU 2021 lebih merefleksikan kapasitas pendokumentasian daripada kondisi nyata kekerasan yang terjadi. Menurut Andy, sekitar 34% lembaga yang mengembalikan kuesioner menyatakan bahwa terdapat peningkatan pengaduan kasus di masa pandemi.

Jumlah pengaduan ke Komnas Perempuan pada tahun 2020 meningkat drastis sebesar 60%, yaitu dari 1.413 kasus di tahun 2019 menjadi 2.389 kasus di tahun 2020. Peningkatan jumlah pengaduan juga dimungkinkan karena bentuk penerimaan laporan secara online. Bertambahnya jumlah pengaduan ke Komnas Perempuan juga menunjukkan kerentanan terjadinya kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19. 

Namun secara keseluruhan jumlah kasus dilaporkan berkurang karena kuesioner yang dikembalikan menurun hanya sekitar 50 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain itu, sebagian besar kuesioner yang dikembalikan berasal dari lembaga yang berlokasi di Pulau Jawa dengan dukungan infrastruktur yang relatif lebih memadai. (Jurnal Perempuan, 2021).

Hubungan antara Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 dengan Negara, Masyarakat Sipil dan Kelompok Identitas

Kita bisa melihat bahwa Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 merupakan upaya payung hukum yang dilakukan guna meminimalisir terjadinya kekerasan seksual di kampus-kampus Indonesia. Sesuai dengan tujuan dan sasarannya yaitu Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) pada hakikatnya menimbulkan banyak polemik sama seperti percobaan RUU PKS yang saat ini menjadi RUU TPKS. 

Namun jika ditelusuri lebih lanjut bahwa muara dari kebijakan yang dibuat sepenuhnya berorientasi pada keinginan Negara untuk menjadikan Negara Indonesia sebagai Negara yang menganut Welfare State. Walaupun Indonesia sudah sedikit demi sedikit menganut Welfare State yang bisa kita jumpai di UUD 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun