Teori Negara Hobbes
Hobbes tentu mengemukakan konsepnya terkait Negara Leviathan, negara yang kuat dan ditakuti oleh warga negaranya agar tercipta keadaan yang aman dan supaya manusia tidak saling memangsa ataupun menyerang satu sama lain.Â
Akan tetapi kuat dan ditakuti bukan berarti negara bebas melakukan kesewenangannya. Ada syarat yang harus dipenuhi oleh negara menurut hobbes, yaitu apabila warga negara sudah menaati segala peraturan, maka negara wajib menjamin akan keamanan dan rasa keadilan bagi warganya. Namun apabila negara justru melakukan kesewenangan dan mengindahkan hukum yang sudah dibuatnya sendiri. Maka negara telah mencabut faktor yang menyebabkan hilangnya ketaatan masyarakat kepada negara. Oleh karena itulah sikap negara harus tegas dan kejam apabila ada warga negara yang tidak menaati aturan hukum
Polisi Virtual dan Intervensi Pemerintah Terhadap Kebebasan Berpendapat
Pembukaan analisis ini berdasarkan pada pengenalan terhadap Polisi Virtual. Tentu Polisi Virtual diaktifkan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Menurut CNN Indonesia, Virtual Police (Polisi Virtual) dibentuk dengan klaim untuk mencegah tindak pindana Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kadiv Humas Polri, Irjem Argo Yuwono berargumen bahwa kehadiran polisi di ruang digital diperlukan sebagai bentuk pemeliharaan Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) agar dunia siber bersih dan produktif. Menurut Ahli Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar, menyatakan bahwa keberadaan polisi virtual ini menjadi salah satu upaya polisi memasuki ranah pribadi. Menurut beliau, sudah sepatutnya polisi bertugas memberantas, menangani pelanggaran dan kejahatan. Bukan mencari-cari kesalahan orang. (CNN Indonesia)
Di zaman sekarang yang penuh dengan modernitas dikarenakan efek adanya globalisasi, terlebih lagi tekanan krisis kesehatan pandemi yang melanda global, tentu pemerintah memiliki caranya masing-masing untuk mengatasi pandemi covid-19. Namun disatu sisi, masyarakat yang semula mampu menyuarakan pendapat mereka turun ke tengah jalan untuk mendapat perhatian pemerintah akan kebijakan yang begitu bobroknya, kini dihadapkan pada era New Normal. Masyarakat seakan dibuat takut oleh negara perihal penyebaran virus covid-19. Masyarakat dibuat risau, ditekan habis-habisan untuk tunduk dan patuh terhadap peraturan kebijakan yang ada. Tentu disitulah pemerintah secara tidak langsung menerapkan prinsip totaliter kepada masyarakat dengan cara meredupkan potensi masyarakat untuk menyampaikan kritik dan saran terhadap kebijakan.
Disinilah cara terbaik untuk menyampaikan keluh kesah rakyat dalam ruang publik melalui media massa. Walaupun sebelum pandemi sekalipun, media massa terkhusus media sosial digunakan oleh masyarakat sebagai upaya untuk menyampaikan aspirasi. Kini ditengah krisis kesehatan yang menuntut masyarakat untuk menerapkan new normal. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sangat pesat dan masif. Terutama sosial media sebagai suatu platform bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada penguasa. Tentu hal ini merupakan suatu prinsip cyberpolitics, yang mana masyarakat menggunakan media sosial sebagai suatu sarana penyampaian politis untuk menekan rezim. Polisi virtual menjadi sebuah penggambaran baru terkait intervensi negara.
Jika dilihat dari perspektif negara menurut Hobbes. Bahwa manusia ialah Homo Homini Lupus, yaitu serigala bagi serigala lainnya. Tentu menurut Hobbes, dibutuhkan suatu negara untuk melindungi hak-hak manusia. Dengan adanya negara, maka negara berhak mengatur apapun yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Tentu kembali ke topik yaitu intervensi negara, jelas bahwa dalam kaitannya dengan Polisi Virtual. Maka Polisi Virtual merupakan suatu cara untuk memberantas kejahatan virtual dalam ruang publik masyarakat. Habermas berpendapat bahwa masyarakat memiliki ruang publik, yaitu suatu ruang bagi masyarakat untuk bebas menyampaikan opini apapun yang menyangkut dengan kepentingan umum tanpa ada penekanan dari negara.
Tentu intervensi negara berupa Polisi Virtual ini digambarkan sebagai bentuk tidak idealnya dari konsep ruang publik Habermas, namun disatu sisi Polisi Virtual ini ialah bentuk idealnya dari konsep negara liberal Hobbes. mengapa demikian? Polisi Virtual dibuat untuk memberantas kejahatan seperti yang sudah dijelaskan diatas, memang dapat dikatakan melanggar hak privat lantaran negara dengan kuasanya menguasai hak privatisasi warga negaranya.Â
Di sisi lain dalam konteks negara menurut Hobbes, penggambaran Leviathan sebagai sebuah monster laut yang rakus dan terus berusaha memperluas bahkan membesarkan kekuasaannya, yaitu Negara dengan mudahnya dapat melakukan intervensi dan sebagai bentuk parasit yang mengancam kemerdekaan individu menurut pendapat Andrew Heywood (Politics). Jika dilihat dari teori negara menurut Hobbes melalui Buku Andrew Heywood yang berjudul "Politics", dijelaskan bahwa stabilitas dan ketertiban hanya dapat dijamin melalui pembentukan suatu negara yang absolut dan terbatas, dengan kekuasaan yang tidak dapat ditentang maupun dipertanyakan. Dengan kata lain bahwa warga negara dihadapkan pada dua pilihan yatu Absolutisme atau Anarki.
Disini dijelaskan menurut Hobbes bahwa "kekuasaan negara tidak bisa ditentang dan dipertanyakan" dan siapapun yang menentang akan diberikan suatu hukuman. Jelas peran negara disini sangat dominan lantaran masyarakat dibuat ketakutan akan hukum yang berlaku apabila mereka melanggar terkait UU ITE yang selaku tokoh pengawas yaitu Polisi Virtual. Sudah jelas disini Negara Indonesia yang tidak memiliki arah dalam penertiban dan pengawasan. Disatu sisi positif, tentu hal ini dapat menekan oknum-oknum yang mengkritisi tanpa adanya bukti, disisi negatif lain hal ini secara langsung meredupkan opini publik masyarakat terhadap kritik dan saran.