Mohon tunggu...
Aldi Gozali
Aldi Gozali Mohon Tunggu... Akuntan - A lifelong learner

A true learner who loves to write about business, economics, and finance. | All the articles here are originally taken from https://aldigozali.com. Visit there for more articles. | Twitter: @aldigozali | Email: aldi.gozali@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kritik terhadap "Jokowi Effect" pada Pasar Keuangan

24 Agustus 2014   21:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:41 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_320775" align="aligncenter" width="700" caption="Grafik 4. Perkembangan nilai tukar rupiah terbanding dolar AS selama 2009 - 2013."]

1408863312564936015
1408863312564936015
[/caption]

Rilis teranyar, sampai dengan kuartal II tahun ini Indonesia masih mencatat defisit transaksi berjalan yang setara 4,3% produk domestik brutonya (PDB), melebar dari defisit kuartal I 2014 yang sebesar 2%. Ini seakan mengonfirmasi perkiraan Menteri Keuangan Chatib Basri bahwa defisit transaksi berjalan tahun ini masih akan terjadi dan akan dipatok di level 4,4%. Dengan kata lain, kondisi transaksi berjalan Indonesia tahun ini diperkirakan tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang sebesar -3,3%. Sungguh jika dilihat menggunakan kacamata objektif, inipun bukan sebuah kabar baik bagi pasar keuangan Indonesia ke depan.

Belum lagi faktor eksternal yang juga bisa "menggoyang" pasar. The Federal Reserve (the Fed) adalah contoh yang paling santer dalam hal ini. Langkah-langkah yang diambil bank sentral Amerika Serikat (AS) itu hampir dapat dipastikan bisa menambah gejolak pasar keuangan di Indonesia. Bagaimana tidak, selama ini ekonomi Indonesia masih banyak ditopang oleh dana asing, bahkan pasar sahamnya pun didominasi oleh asing, tak heran ketika ada langkah pengetatan moneter dari the Fed -- sebagai sinyalemen perbaikan ekonomi AS -- pasar keuangan negeri ini seperti kekurangan darah karena investor asing beramai-ramai menarik dananya kembali. Ke depannya, hal seperti ini diperkirakan masih akan terjadi apabila the Fed jadi menaikkan suku bunga acuannya, seperti yang banyak ekonom perkirakan akan dilakukan dalam waktu dekat. Dan jika ini benar terjadi, tentu euforia pasar yang ada saat ini akan dengan mudah terpatahkan.

Konklusi
Data-data di atas bisa jadi catatan kalau Indonesia sebetulnya masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan struktural dan substansial. Bagaimana siasat pemerintah baru dalam mengatasi defisit transaksi berjalan yang utamanya disebabkan oleh impor minyak ini akan menjadi perhatian utama para pelaku pasar di samping kebijakan moneter dari BI dalam menanggapi tekanan yang mungkin datang dari luar. Langkah-langkah strategis harus diambil demi menjaga fiskal tetap pada kategori-kategori yang sehat. Dalam jangka pendek, pasar boleh saja bergembira menyambut terpilihnya Jokowi sebagai presiden baru namun dalam jangka panjang, data-data di atas akan lebih memiliki peran dalam peruntungan dan nasib pasar.

Hendaknya para investor tidak terlalu larut dalam preferensi subjektif dan meninggalkan kerangka berpikir yang objektif. Jangan sampai harapan-harapan membuat kita terlena dan lupa bahwa tak siapapun, khususnya dalam hal pasar keuangan, bisa memberikan kepastian. Jangan sampai kita kecewa ketika data fundamental sudah terlanjur berbicara. Ingatlah: investasi tanpa kalkulasi adalah spekulasi. Jangan biarkan pasar keuangan terlalu disesaki oleh unsur-unsur spekulasi jika tidak ingin memicu terjadinya gelembung ekonomi. Tak peduli satu ataupun dua jari, marilah tetap berhati-hati dalam berinvestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun