Sebuah kisah mengenai  kereta api yang bejalan di 'atap' Indonesia di kawasan dataran tinggi Garut. Pada tahun 1930 perusahaan Negara milik Belanda Staatsspoorwegen memanjangkan rutenya yang semula Cibatu-Garut menuju Cikajang sepanjang 28 km.Â
Di antara gunung Guntur dan gunung Cikuray, di situ terdapat tanah gembur nan subur sebagai komoditas pangan di daerah Priangan.
Jalur Cibatu-Garut-Cikajang merentang sepanjang 47 km terdiri dari 6 stasiun dan 19 halte. Di kala itu stasiun Cikajang merupakan pencapaian yang luar biasa bagi Staatsspoorwegen setelah memecahkan rekor ketinggian stasiun-stasiun KA di Hindia Belanda. Ini tak lain sebagai perwujudan ambisi pemerintah kolonial untuk memenuhi akses angkutan hasil tani di Bumi Priangan.Â
Stasiun Cikajang sendiri merupakan titik puncak jalur KA tertinggi mencapai 1.246 m DPL (Di atas Permukaan Laut) yang tak bukan stasiun tertinggi di Asia Tenggara, saat ini stasiun tertinggi yang sudah memecahkan rekor adalah The Qinghai-Tibet Railway dengan stasiun Tanggula di China yang tertinggi di Dunia.
Tidak heran jika KA yang menuju Cikajang selepas stasiun Garut akan di tarik dengan 2 lokomotif agar bisa mendaki. Karena ketinggiannya, saat tiba di halte Kamojang (Samarang) 922 m DPL lokomotif akan bertukar posisi, tidak melakukan push-full seperti halnya di Ambarawa atau di Padang Panjang.Â
Pemandangan seperti itu hanya bisa di nikmati hingga pertengahan tahun 1982. Tak ada kepastian jika jalur yang merupakan urat nadi masyarakat pesisir Priangan itu akan terkubur dan menjadi cerita dari orang-orang tua yang menjadi saksi akan kejayaan Perkeretaapian di Garut selatan.
Dahulu Staatsspoorwegen membuat beberapa halte dengan beberapa jalur untuk memudahkan bongkar muat barang dan untuk persilangan antar KA. Titik puncak jalur KA tertinggi sekarang berada di km 192+1 antara stasiun Nagreg dan stasiun Lebakjero dengan ketinggian 855 m DPL.Â
Ini memang menjadi suatu kebiasaan ketika kereta api melewati daerah tersebut menimbulkan suara bising dari mesin Lokomotif saat berusaha mendaki di jalur yang merupakan 'atap' bagi seluruh jalur KA di Indonesia.
 Memang, stasiun Nagreg maupun stasiun Cikajang saat ini adalah aset yang sangat berharga, tak terkecuali untuk stasiun Cikajang, stasiun buntu di lintas cabang yang terkena getah pahit setelah dikuncinya jalur di selatan Garut.Â
Bilapun menanyakan keberadaan stasiun ini, warga sekitar akan menunjukan sebuah bangunan tua yang tertutupi lumut termakan oleh roda jaman menunggu waktu untuk di dandan kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H