Ringkaan EksekutifÂ
UMKM memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia, menyumbang 61% terhadap PDB nasional senilai Rp9.580 triliun dan menyerap 117 juta tenaga kerja. Di Provinsi Lampung, UMKM mendominasi dengan 490.521 usaha mikro (99,5%), 2.202 usaha kecil (0,45%), dan 263 usaha menengah (0,05%). Adopsi teknologi pembayaran digital seperti Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) terus berkembang dengan 1.774.770 pengguna dan 544.574 merchant di Lampung hingga Agustus 2024 mayoritas berasal dari UMKM (97%). QRIS memberikan berbagai manfaat, termasuk efisiensi transaksi, keamanan data, kemudahan pencatatan, dan akses pasar lebih luas. Namun, adopsi QRIS menghadapi kendala seperti rendahnya literasi digital (Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat Lampung hanya 59,25%), kurangnya edukasi, dan keterbatasan modal. Hal ini menghambat UMKM dalam memanfaatkan peluang pasar digital dan berpotensi menurunkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu menginisiasi pelatihan dan edukasi digital, subsidi perangkat, akses teknologi, serta insentif pajak dan promosi penggunaan QRIS. Langkah ini diharapkan dapat mendorong transformasi digital UMKM, meningkatkan efisiensi transaksi, memperluas jangkauan pasar, dan berkontribusi pada stabilitas ekonomi serta pertumbuhan PDB Provinsi Lampung.
PENDAHULUANÂ
UMKM merupakan salah satu sektor ekonomi yang berperan signifikan dalam pembangunan terutama dalam mendorong pemerataan pendapatan masyarakat. Sektor ini memberikan peluang besar bagi masyarakat khususnya mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah serta menjadi sumber utama penyediaan lapangan kerja bagi tenaga kerja produktif (Yolanda, 2024). Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Arnanto Nurprabowo & Mei Mei Meilani, 2023). Menurut Kadin Indonesia UMKM memiliki peran yang sangat signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan jumlahnya mencakup 99% dari total unit usaha. Menurut data BPS pada tahun 2023 jumlah pelaku UMKM diperkirakan mencapai sekitar 66 juta. Kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia mencapai 61%, atau setara dengan Rp9.580 triliun dan mampu menyerap sekitar 117 juta tenaga kerja atau 97% dari total jumlah tenaga kerja di Indonesia (BPS,2023).
Provinsi Lampung dikenal sebagai salah satu daerah di Indonesia dengan potensi UMKM terbaik terutama karena kekayaan alam, budaya, dan lokasinya yang strategis. Potensi ini menjadi modal besar bagi penguatan branding UMKM Lampung sebagai produk lokal yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung sektor UMKM di Lampung pada tahun 2023 didominasi oleh usaha mikro dengan kontribusi mencapai 99,5% dari total pelaku usaha. Hal ini setara dengan 490.521 unit usaha yang beroperasi pada skala mikro jumlah yang sangat signifikan dibandingkan dengan usaha kecil dan menengah. Sementara itu, usaha kecil hanya menyumbang sebanyak 2.202 unit usaha dan usaha menengah berkontribusi paling kecil yakni 263 unit usaha.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) semakin memandang pemasaran digital sebagai kebutuhan utama untuk berinteraksi dengan pasar dan konsumen (Natalina et al., 2021). Tren yang berkembang di era ekonomi digital saat ini mencakup pemanfaatan teknologi terutama teknologi keuangan melalui penggunaan kode QR sebagai sistem pembayaran (Hutagalung et al., 2021). Dalam menghadapi perkembangan sistem pembayaran digital Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) dikembangkan melalui kolaborasi antara industri sistem pembayaran dan Bank Indonesia (BI) dengan tujuan meningkatkan kemudahan, kecepatan, dan efisiensi pemrosesan transaksi menggunakan teknologi kode QR (Nanang Wahyudin et al., 2022). Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Lampung mencatat bahwa hingga Agustus 2024, jumlah pengguna QRIS di Provinsi Lampung telah mencapai 1.774.770 orang. Dari jumlah tersebut sekitar 1.678.952 adalah pengguna melalui mobile banking, sementara 544.574 merchant juga telah bergabung dalam penggunaan sistem pembayaran QRIS. Ekonom Senior BI Lampung Fiskara Indawan mengungkapkan bahwa mayoritas merchant yang menggunakan QRIS berasal dari Bandar Lampung dengan total 266.742 merchant.
Dari segi jenis usaha sebagian besar merchant yang mengadopsi QRIS adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mencakup sekitar 97% dari total merchant. Lebih rinci, 60% di antaranya adalah usaha mikro, 33% usaha kecil, 4% usaha menengah, 2% usaha besar, dan 1% lainnya. Angka ini mencerminkan perkembangan pesat adopsi QRIS di kalangan pelaku usaha, terutama dalam mendorong inklusi keuangan dan mempermudah transaksi di tingkat UMKM. Dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Provinsi Lampung, penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) memainkan peran penting. Adopsi QRIS yang semakin meluas di kalangan masyarakat dan pelaku usaha, khususnya di sektor UMKM, memberikan dampak positif terhadap efisiensi transaksi, mempermudah sistem pembayaran, serta meningkatkan inklusi keuangan. Hal ini tidak hanya memberikan kemudahan bagi masyarakat, tetapi juga membuka peluang lebih besar bagi sektor UMKM untuk berkembang dan berkontribusi lebih besar pada perekonomian daerah.
DESKRIPSI MASALAHÂ
Pada Provinsi Lampung sendiri para pelaku UMKM sudah beralih dari pembayaran tunai menjadi pembayaran Non-tunai, seperti pembayaran melalui QRIS. QRIS memberikan berbagai manfaat bagi pelaku UMKM. Pertama, QRIS mempermudah penerimaan pembayaran elektronik dengan mendukung berbagai saluran, seperti aplikasi perbankan, dompet digital, dan mesin EDC. Kedua, QRIS membantu UMKM mengurangi biaya operasional karena tidak memerlukan perangkat tambahan seperti mesin EDC. Ketiga, aspek keamanan transaksi lebih terjamin dengan teknologi enkripsi yang memastikan perlindungan data. Selain itu, layanan pelaporan transaksi QRIS yang cepat memudahkan UMKM dalam memantau aktivitas bisnis mereka secara efisien. Terakhir, QRIS meningkatkan potensi penjualan UMKM dengan membuka akses ke konsumen yang lebih luas, termasuk pelanggan yang tidak menggunakan uang tunai atau kartu kredit (Sudyantara & Yuwono, 2023). Isu strategis dalam penerapan QRIS di Provinsi Lampung adalah meskipun banyak UMKM telah bergabung dalam ekosistem digital, sebagian di antaranya masih belum memanfaatkan sistem pembayaran digital seperti QRIS, yang dapat menghambat efisiensi transaksi, pengelolaan keuangan, serta akses pasar yang lebih luas.
Dari permasalahan tersebut ada beberapa penyebab yang menjadi kendala UMKM belum menerapkan sistem pembayaran digital yaitu:
- Kurangnya pengetahuan dan edukasi mengenai sistem pembayaran digital masih menjadi tantangan signifikan terutama bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Provinsi Lampung. Meskipun penggunaan QRIS semakin meluas sebagian besar pelaku usaha terutama di segmen usaha mikro dan kecil, belum sepenuhnya memahami pentingnya adopsi teknologi ini untuk keberlanjutan dan pertumbuhan bisnis mereka. Banyak pelaku UMKM yang menganggap sistem pembayaran digital seperti QRIS sebagai sesuatu yang rumit atau tidak relevan dengan skala bisnis mereka. Hal ini sering kali disebabkan oleh kurangnya informasi dan pemahaman mengenai manfaat nyata yang dapat diperoleh seperti kemudahan dalam mencatat transaksi, meningkatkan akses pelanggan, dan memperluas jangkauan pasar. Sebagian pelaku usaha juga merasa enggan beralih dari metode pembayaran tradisional seperti uang tunai karena sudah terbiasa dengan cara tersebut dan khawatir dengan biaya atau kerumitan penggunaan teknologi baru.
- Kurangnya tingkat literasi digital di kalangan UMKM di Provinsi Lampung menjadi salah satu kendala utama dalam mengadopsi sistem pembayaran digital seperti QRIS. Menurut data yang dirilis oleh BPS Provinsi Lampung tahun 2023, Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat di wilayah tersebut hanya berada pada angka 59,25%, yang menunjukkan bahwa literasi masyarakat termasuk literasi digital masih relatif rendah. Hal ini berdampak pada kemampuan pelaku UMKM untuk memahami dan menggunakan teknologi digital dalam mendukung operasional bisnis mereka. Minimnya pengetahuan mengenai manfaat dan cara kerja alat pembayaran digital seperti QRIS ditambah dengan rendahnya kemampuan dalam mengakses atau menggunakan perangkat teknologi membuat banyak pelaku UMKM tetap bergantung pada transaksi tunai atau metode tradisional lainnya.
- Kendala modal dan sumber daya menjadi salah satu hambatan utama adopsi QRIS di kalangan UMKM di Provinsi Lampung. Meskipun QRIS dapat diakses secara gratis banyak pelaku UMKM merasa terbebani oleh biaya tambahan seperti pengadaan smartphone, koneksi internet, dan pelatihan teknologi. Menurut BPS Provinsi Lampung (2023), 62% UMKM di Lampung termasuk usaha mikro dengan pendapatan rendah, sehingga sulit berinvestasi pada teknologi baru. Selain itu, laporan Bank Indonesia (2023) mencatat hanya 45% UMKM di Indonesia memiliki akses perangkat digital memadai. Hal ini menegaskan perlunya subsidi perangkat dan pelatihan terjangkau untuk mendukung implementasi QRIS.